Patahan-Patahan Rel Kalisetail

34 10 6
                                    

Matahari pertama tak perlu membusungkan dada dan berkelit

Di balik rembulan. Sebab bagi putih dan hitam, tak ada kamar

Selain sepanjang lembah pancawarna berjuluk kosmopolit

Di mana hewan dimanusiakan dan insan dihewankan

Dulu, rel Kalisetail jam tiga lebih tiga puluh sembilan menit

Adalah pertemuan para kerikil yang gemar menganga lebar-lebar,

Menanti subsidi air dari buruh-buruh kapas yang berlabuh di langit

Selagi mereka bersendawa, mengedarkan aroma debu antioksidan


Sesungguhnya ingatan adalah remah-remah roti berenggil

Burung-burung memperebutkannya, meski mesti berduel

Di bawah terik, sampai kerak daging mereka terkelupas

Arwah-arwah burung turut menyoraki dan mengamini

Kini, panitia hari kiamat telah berkunjung ke rel Kalisetail.

Mereka menancapkan tombak-tombak besi di sepanjang rel

Membongkar habis meja perjamuan para kerikil dan buruh kapas 

Padahal, di seberang, ada tunas pisang, nyiur kelapa, dan sagu mini


Ingatkan aku, nafsi. Siapa aku: protagonis, atau antagonis?

Jangan-jangan, tubuh ini cuma topeng. Jiwanya mangkir,

Telanjur jadi patahan-patahan napas dan obat penawar

Buat topeng-topeng lain, di atas panggung samsara

Nun jauh di seberang rel, lereng Kalisetail dicukur habis,

Ditelanjangi bulat-bulat, dialasi semen dan pasir

Lalu dipagari tembok berduri dari semak belukar

Rupanya, besok ada kunjungan dari kepala negara.

Biografi Tubuh IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang