Husnul Khatimah

23 6 4
                                    

Kegiatanku hari ini ditutup dengan menyaksikan semburat ekor komet Halley di langit Yerusalem. Warna biru, putih, dan perak memercik dari angkasa menuju mataku. Angin malam berembus tipis, menyelip ke sela-sela rambut dan leher selagi orang-orang berdiri di sepanjang kompleks Kubah Shakhrah. Wajah mereka tampak gilang-gemilang menyambut bintang berekor itu.

Aku sendiri sudah lupa berapa kali komet itu lewat di hadapanku. Barangkali mungkin sudah lebih dari seratus tiga puluh tiga kali. Komet itu nyaris tak berkurang sinarnya, meskipun Taman Gantung di Nineveh sudah hancur-lebur dan Kuil Vesta hanya menyisakan puing-puing bersulur tanaman liar. 

Sama sepertiku, komet itu juga pernah punya ratusan nama. Tapi dia tak pernah peduli. Dia memilih bersatu dalam siklus tanpa henti atas nama Cinta. Dia berada di antara surga dan neraka, antara gelap dan terang, antara panas dan dingin. Tubuhnya membeku, lalu terbakar, lagi dan lagi, melintasi puluhan dunia yang masih saja sama.

Cinta, akhirku di dunia ini sudah semakin dekat. Meskipun begitu, aku tak lagi menghitung berapa lagi tubuh yang kudiami. Tidak pula tempat dan waktu yang menampungku. Yang kupikirkan sekarang hanya pertemuan kembali dengan-Mu. Sepuluh ribu tahun terasa sangat panjang untuk ukuran manusia. Tangisku masih terawetkan dengan baik dalam bara dada. Begitu pula napasku yang tak sepanjang napas-Mu.

Cinta, dengan nama-Mu, aku hidup dan mati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Biografi Tubuh IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang