Gadis Berselimut Ikan

18 9 4
                                    

Jiwan pikir, ia akan berada di Desa Lampon hanya sehari atau dua hari saja. Namun, sampai tiga hari pasca tsunami, laki-laki itu masih mondar-mandir, menyalurkan sembako, selimut, roti, dan air mineral. Keterlibatannya dalam tim SAR gabungan membuat Jiwan mesti menimbang ulang langkah-langkahnya kemari. Lagipula, siapa yang mau ditugaskan di daerah yang setengahnya sudah jadi rawa-rawa?

Kini, pria itu diminta berdamai dengan gigitan-gigitan nyamuk gemuk, tanah superbecek, dan puing-puing bangunan. Sebenarnya, ia lebih suka membenamkan wajahnya ke fosil-fosil dinosaurus dan manusia purba. Jauh lebih relevan, sebab ia masih menempuh jurusan teknik geologi di Yogyakarta. Jika bukan karena ayahnya bagian dari BNPB  Banyuwangi, ia takkan mau datang dalam kondisi berisiko.

Gerimis pun, masih tipis-tipis menerpa kepala laki-laki itu. Ia masih ingat hari pertama dirinya terjun ke lapangan.

Jiwan bergerak perlahan di antara tumpukan puing bangunan. Tanah yang diinjaknya masih gembur, basah, dan licin. Jiwan menggerutu dalam hati. Kepalanya menengadah jauh ke pesisir pantai, menyoroti sela-sela nyiur dengan senter.

Rumah-rumah nelayan ambruk nyaris tak bersisa. Beberapa kapal nelayan terdampar di dekat rumah warga. Kayu-kayu menggunung, terempas pada pelataran, bersama pokok-pokok kelapa dan pecahan genteng. Tumpukan kayu tersebut mirip bola dari benang. Menariknya, banyak pohon pisang dan kelapa yang masih berdiri. 

Tentu saja, malam itu, ia tak sendirian. Ada beberapa orang lain. Mereka berpencar, mencari korban yang masih bernapas di antara puing-puing. Waktu mengejar-ngejar mereka, sementara di kejauhan, laut dan ombak tak henti-hentinya menderu. Angin juga tak segan menepis bahu Jiwan. Bulu kuduknya agak meremang.

Samar-samar, ia mendengar suara tepukan di antara pepohonan kelapa. Lebih tepatnya, seperti ada benda licin, mirip spons, yang dibentur-benturkan ke tanah becek. Mulanya ia tak berani mengecek. Takut kalau ternyata itu adalah binatang buas.

Namun, rasa penasaran mengalahkan insting dalam hati laki-laki itu. Ia segera memanggil salah seorang relawan lainnya di kejauhan. Mau tak mau, mereka mesti berdampingan membelah tumpukan kayu dan puing-puing bangunan.

Semakin dekat, suara tepukan itu semakin keras. Mirip suara seekor ikan yang menggelepar di tengah daratan. Tapi itu tak mungkin. Bagaimana bisa ada ikan terdampar sehari setelah ombak menerjang?

Jiwan mengarahkan senter ke arah pepohonan kelapa. Relawan lain mengekor di belakangnya. Matanya menangkap tumpukan kayu--mungkin sisa-sisa dari rumah nelayan. Aroma anyir bercampur asin mengudara, membuat bulu kuduknya semakin berdiri. Begitu ia berhenti di depan salah satu pohon kelapa, ia memutuskan untuk menyoroti tumpukan kayu di belakangnya.

Jantung laki-laki itu berdegup kencang. Mulutnya ternganga.

Di dalam tumpukan kayu tersebut, ada seorang gadis berambut panjang dalam posisi telungkup, masih mengenakan daster biru muda dan satu sandal. Tubuh gadis itu tampak masih hangat, meski ada garis-garis biru di gurat wajahnya. Kulit leher sang gadis tergores-gores, tampak sekujur tubuhnya legam. Sepertinya dia masih belum meninggalkan dunia.

Tapi bukan itu yang membuat Jiwan nyaris membeku di depan tubuh sang gadis.

Dalam dekapan gadis itu, ada puluhan ikan yang menggelepar. Ikan-ikan itu aneh: bentuknya sekilas macam kadal, kepala mirip buaya air tawar, sisik bagai ular pucuk, dan enam sirip. 

Tunggu. Enam? 

Jiwan mengedipkan kedua matanya sekali lagi di bawah penerangan senter dan rembulan. Betul. Ia tidak salah lihat. Ikan-ikan itu bersirip enam. Mereka menggelepar dan bergerak persis seperti cicak yang sekarat. Jiwan mereguk ludahnya sendiri. Laki-laki itu mulai sadar bahwa ikan tersebut mirip dengan ilustrasi di buku kuliahnya. Ciri-cirinya hampir sama. Sekujur tubuhnya seketika merinding.

Ia tahu semestinya ikan ini sudah musnah dari muka bumi. Bukan, bukan telah punah. Tapi tidak mungkin ada.

Sebab tak ada tiktaalik yang punya enam sirip.

Biografi Tubuh IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang