Vio menengok ke kanan dan kiri, mencari keberadaan seseorang yang seharusnya sudah menunggunya dari beberapa menit lalu.
Lambaian tangan dan suara lembut yang memanggil nama nya membuat Vio menengok, menatap Ginny yang sudah duduk bawah pohon dengan bekal makan siang di hadapannya.
"Vio, sini-sini...." Menepuk tempat kosong di sampingnya, Ginny tersenyum dan menyuruh Vio agar segera mendekat dan duduk disana.
Vio ikut tersenyum, gadis itu tanpa ragu duduk di samping Ginny. "Maaf membuat mu menunggu agak lama, Maya menahan ku lagi di kelas"
"Lagi? Padahal hari ini kan jadwal nya kamu makan dengan ku" nada tak suka terdengar dari kalimat nya, hal itu hanya dibalas kekehan kecil dari Vio. Atas usulan Lilly, mereka memang membuat jadwal dihari apa saja Vio akan makan siang bersama Ginny, agar Maya dan gadis disampingnya ini tidak bertengkar terus masalah makan siang bersama.
Ginny membuka kotak bekal nya, dan Vio bisa menyadari sesuatu yang berbeda pada bekal siang nya. "Oh kau memasak?"
Si cantik menoleh lalu mengangguk, "Kau bisa menyadari nya?" Vio kembali menganggukkan kepala nya. "Benar, tapi aku hanya tinggal menggoreng saja sih" Ginny menunjuk pada sosis dan telur yang menjadi bekal makan siang nya.
"Walau begitu kamu jadi bisa sedikit berhemat bukan?" Vio ingat Ginny pernah berkata bahwa ia tinggal sendiri sekarang, dan sebelumnya ia pernah menyarankan untuk setidaknya membeli bahan makanan sederhana agar perempuan itu tidak membeli makanan terus.
"Hahaha kamu benar, aku selalu membeli makanan dan memang cukup boros" Ginny terkekeh sembari mengusap tengkuk nya "ahh lalu aku juga mencoba memasak sosis asam manis yang kamu sarankan, itu cukup enak walau aku tak sengaja memasukkan agak banyak garam, tutorial yang kamu beri juga cukup mudah diikuti" Ginny mengacungkan kedua jempol nya dengan semangat.
"Aku senang jika itu bisa membantu mu, kamu juga boleh meminta tolong lagi jika ingin membuat makanan yang lain" Vio dengan senang kembali memberikan usulan, ia senang jika bantuan nya bisa berguna bagi gadis cantik yang lebih tinggi darinya itu.
Ginny tersenyum sebelum mengangguk, mengusak kepala Vio karena gemas sebelum memakan bekal nya. Setelah itu, kedua nya sama-sama fokus pada bekal masing-masing, hal ini membuat Ginny cukup heran karena biasanya Vio cukup banyak bercerita sembari memakan bekal nya.
Ditatap nya gadis itu, memakan bekal nya dalam diam dan sesekali terlihat melamun. Benar-benar tak biasanya.
"Apa ada yang membuat mu cemas, Vio?" Ginny bertanya setelah keadaan hening selama beberapa menit.
Vio menoleh kemudian menunduk, menatap pada bekal makan siang nya yang tersisa setengah. "Sebenarnya itu- sahabat pena ku belum mengirim surat balasan padahal sudah lewat satu minggu"
"Ehh?!" Ginny tersentak, yang mana hal itu membuat Vio terkejut juga, mengira bahwa gadis cantik itu tidak mengetahui.
"Oh aku belum memberitahu mu akan hal itu?" Vio bertanya memastikan, ia menyangka Ginny mengetahui hal ini karena ia merasa sudah pernah memberitahu nya.
"Ahh i-iya, tapi biasanya kalian mengirim surat seminggu sekali?" Ginny bertanya setelah menelan makanan yang ada di mulut nya.
"Biasanya begitu. Tapi aku bukan khawatir jika ia belum menulis balasan nya, aku khawatir surat yang dipaketkan nya itu yang mungkin tak sampai padaku" balas Vio yang masih terlihat cemas, "apalagi saat itu paket nya pernah salah tujuan. Kau tahu kan kalau blok perumahan disana memang cukup membingungkan lalu ternyata ada anak lain yang bernama Vio juga disana"
"Seriusan? Lalu bagaimana paket itu sampai padamu?" Ginny tampak terkejut lagi, kali ini ia juga menatap pada Vio dengan tatapan penasaran.
"Orang yang bernama Vio itu yang mengantarkan nya ke rumah, mungkin dia menyadari saat kembali membaca alamat tujuan. Dan yah paket itu sudah terbuka saat aku menerimanya, untung saja surat nya tidak terlipat atau rusak, aku benar-benar tak mau hal itu terjadi lagi" gadis bermata seperti kucing itu menutup kotak bekal nya yang sudah kosong sebelum mengambil botol minum nya.
"Begitu ya? Atau bisa saja pen pal mu itu memang belum sempat membalas surat mu, bukan karena paketnya menyasar lagi"
"Mungkin... Yahh aku merasa lebih baik kalau memang dia belum membalas surat ku" rasa cemas yang Vio rasakan menguap begitu saja, ia memang terlalu banyak berpikir dan perkataan Ginny tadi membuat nya berhenti berpikir yang tidak-tidak. "Kalau tidak salah bukankah kamu juga mempunyai sahabat pena, Ginny?"
Ginny mengusap ujung bibir nya dengan tisu lalu mengangguk, "awal nya aku dipaksa sih. Rae yang membuatkan ku akun dan mencari pen pal seenaknya, padahal aku tidak begitu tertarik pada hal itu"
"Ahh begitu ya?" Vio menganggukkan kepalanya paham. "Lalu saat ini kamu masih menulis surat padanya?"
"Sudah tidak, kita berhenti mengirim surat setelah... Mungkin 2 minggu? Tapi aku mempunyai pen pal lain selain yang dipilih oleh Rae dan kita cukup sering bertukar pesan" Ginny menyandarkan dirinya pada batang pohong di belakang nya, lalu menatap Vio dengan tepat pada matanya.
"Jadi saat ini kamu mempunyai 1 sahabat pena saja?" Tanya Vio lagi, ia memang cukup penasaran akan hal ini dari lama, mungkin dari saat Maya bercerita tentang Ginny yang mengikuti tren ini juga.
"Benar, waktu itu aku sedang bosan dan iseng melihat-lihat forum itu, lalu aku menemukan sahabat pena ini yang menurut ku cukup menarik. Dan saat aku mengirim nya pesan di forum itu, aku jadi benar-benar ingin menjadi sahabat pena nya" Ginny terlihat senang saat membicarakan hal ini, apalagi rona merah tipis terlihat pada wajahnya.
Vio mengangguk kecil, entah mengapa merasa kesal saat mendengar Ginny bercerita tentang sahabat penanya. Entah lah mungkin iri atau cemburu? Tapi Vio jadi menginginkan bersahabat pena dengan wanita cantik itu.
Tapi akan terasa aneh kan? Padahal mereka bisa mengobrol langsung seperti ini atau bahkan mengirim pesan online saja.
"Kau begitu dekat dengan nya yah? Apa kalian satu kota?" Walau begitu rasa penasaran Vio lebih besar dari rasa tak suka nya, jadi ia kembali melayangkan pertanyaan.
Ginny terkekeh kecil, "Iya masih satu kota, dan mungkin kita bisa dibilang dekat?"
Apa ini, Ginny masih menatap mata nya sembari tersenyum, seolah-olah ia sedang pamer bahwa ada yang lebih dekat dengannya selain Vio. Vio tidak suka, padahal dirinya yang paling lama mengenal Ginny- walau tidak begitu dekat tapi tetap saja ia duluan yang mengenal Ginny.
"Oh sudah jam segini, ayo Vio sebentar lagi masuk, aku akan mengantar mu ke kelas" Ginny membereskan kotak bekal nya dan memasukkan nya kedalam totebag, perempuan tinggi itu lalu mengulurkan tangan nya pada Vio.
Vio yang melihat itu dengan ragu menggenggam tangan nya dan berdiri, mereka berdua lantas berjalan menuju kelas Vio. Ginny mengusap kepala Vio setelah mereka sampai di depan kelasnya, sudah menjadi kebiasaan gadis itu dan Vio tidak masalah akan hal itu.
"Ahh pulang nanti mau aku antar, Vio? Tadi pagi kan aku juga yang menjemput mu" Ginny bertanya sembari mengusap pelan pipi lembut Vio.
"Yahh pulang nanti aku akan dijemput Kak Jasper, mungkin besok saja"
"Benarkah? Baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok" tangan Ginny mencubit pelan pipi Vio yang membuat si empunya sempat protes, Ginny terkekeh gemas sebelum kembali ke kelas nya.
Vio masuk kedalam kelas, lalu menyimpan paper bag nya di atas meja. Mungkin karena kalimat Ginny yang dilontarkannya apalagi dengan wajah bangga, ia masih merasa tak suka dan kurang nyaman jika diantar oleh Ginny.
Padahal sebenarnya hari ini ia meminta agar kedua kakak nya tidak usah menjemputnya. Apa boleh buat, ia akan meminta Jasper untuk menjemputnya agar omongan nya tadi kepada Ginny tidak menjadi sebuah kebohongan.
TBC
Ayy, 12-02-2024
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blushing Pen Pals
RomanceEntah bagaimana awalnya, tetapi sahabat pena atau pen pal kembali menjadi tren di era digital seperti ini, bahkan topik ini terus diperbincangkan oleh murid-murid di sekolah Vio. Violetta, si anak populer pun jadi ikut penasaran dengan hal tersebut...