Vio melangkah memasuki rumah, lantas menyimpan sepatu --yang sudah ia buka saat di teras-- ke atas rak sepatu. Perempuan bermata bak kucing itu berniat kembali berjalan, namun sang Ibu tiba-tiba muncul dari dapur.
"Oh Adek sudah pulang? Bunda baru saja selesai memasak, mau makan duluan?" Perempuan yang umur nya hampir setengah abad itu menyapa Vio dengan apron berwarna merah jambu yang masih terpasang di tubuh nya.
"Tidak Bunda, nanti saja. Vio akan ikut makan bersama yang lainnya" ujar Vio dengan suara kecil, terlihat dari ekspresi nya jika perempuan itu sudah begitu lelah.
Sang ibu yang mengerti jika anak gadis nya membutuhkan istirahat itu hanya mengangguk, lalu hanya mengingatkan untuk turun saat jam makan malam.
Vio kembali berjalan dengan tas yang ia seret menuju lantai dua rumah nya, tepat nya menuju kamar nya sendiri yang berada di ujung ruangan.
"Adek! Adek!"
Vio membuang nafas panjang, baru saja ia ingin memasuki kamar tetapi suara bariton memanggil namanya disertai dengan suara langkah kaki yang terburu-buru.
"Kenapa gak nungguin Abang?" Pemuda jangkung berumur 22 tahun itu menghampiri si perempuan yang sudah menatap nya dengan kesal.
"Abang lama sih. Memang nya Abang mau apa ke kamar ku? Mau pinjam komik lagi?" Vio segera membuka pintu kamar nya, lalu menyimpan tas yang ia seret ke samping meja belajar.
"Itu Adek tahu. Lagian kenapa kamar Adek dikunci? Abang jadi harus nunggu kamu pulang dulu buat pinjam komik" pemuda yang dipanggil 'Abang' itu ikut masuk kedalam kamar, kemudian langsung beranjak ke rak yang dipenuhi koleksi buku komik milik sang adik.
"Ya itu kan karena Abang sendiri yang pinjam barang ku tapi tidak pernah dibalikkan, ujung-ujung nya aku juga yang harus mengambil barang ku di kamar Abang." Vio memutar bola mata nya malas. Si cantik bahkan melipat kedua tangan nya di depan dada sembari terus memperhatikan buku apa saja yang di ambil oleh saudara lelaki nya itu.
"Bukan gak dibalikkan tapi lupa hehehe" kekeh nya sembari menatap Vio dengan wajah tanpa dosa, "kalau gitu Abang pinjam yang ini yah, nanti Abang simpan lagi kok tenang saja" pemuda bernama Kai itu menunjukkan 3 komik yang sudah berada di tangannya.
"Yasudah bawa saja, sana-sana" Vio mendorong Kai keluar dari kamar nya. Setelah itu, si cantik langsung menjatuhkan diri ke atas kasur single-nya.
"Lelah nya..." Gumam si cantik di tengah-tengah menatap langit-langit kamar nya. Benar, semua hal yang ia lakukan benar-benar membuat nya lelah, terutama ketika ia berusaha terlihat ramah dan menyenangkan kepada orang-orang di sekolahnya.
Jujur saja, Vio sebenarnya bukan orang yang senang berada di sekitar banyak orang bisa dibilang dia itu introvert. Sulit baginya mempertahankan sikap ramah yang selalu tersenyum, menyapa, dan mengobrol dengan banyak orang. Bahkan saat ia pertama kali masuk SMA ia sampai sakit selama 4 hari karena terlalu memaksakan dirinya agar beradaptasi dengan cepat.
Padahal Vio ingin sekali mengabaikan semua tatapan dan perhatian semua orang, masa bodoh dengan tersenyum sembari menyapa orang, ia hanya ingin mengasingkan diri di kelas kosong untuk menyantap bekal yang dibuat oleh sang Bunda sembari membaca komik kesayangan nya.
Lalu mengapa Vio berusaha sekeras itu untuk menutupi keinginan aslinya dan membuat personality yang berbanding terbalik dengan sifatnya?
Alasannya cukup klasik, Vio memang ingin sendirian namun ia tidak mau merasa kesepian. Dan juga, ia tidak mau sampai tidak mempunyai teman.
Paras cantik lalu senyuman manis nya itu memang mengundang penasaran orang, saat itu Vio masih berada di bangku SMP dan orang-orang berpikir Vio akan menyenangkan untuk diajak berteman, namun Vio saat itu begitu kesusahan bersosialisasi karena anxiety nya, ia bahkan tidak berani membuka topik yang membuat ia jadi pendiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blushing Pen Pals
RomanceEntah bagaimana awalnya, tetapi sahabat pena atau pen pal kembali menjadi tren di era digital seperti ini, bahkan topik ini terus diperbincangkan oleh murid-murid di sekolah Vio. Violetta, si anak populer pun jadi ikut penasaran dengan hal tersebut...