HAPPY READING
.
.Sabtu pagi telah tiba, berbeda dengan Sabtu biasanya di mana Jean akan pergi nongkrong kali ini Jean memutuskan untuk tetap di rumah. Bukan tanpa alasan, kehadiran Oma Rena di rumah membuat Jean enggan pergi ke luar. Oma memang tinggal tidak jauh dari rumah Jean, tetapi Ferdi dan Linda melarang Jean juga dua saudaranya untuk sering berkunjung ke rumah wanita terdebut dengan alasan 'takut mengganggu waktu istirahat Oma.'
Jean adalah yang paling dekat dengan Oma Rena. Sejak kecil, beliau-lah yang telah merawat Jean dengan sepenuh hati. "Oma, Oma tidur di sini aja terus. Jangan balik ke rumah Oma," ucap Jean. Saat ini ia tengah tertidur dipangkuan wanita tua tersebut.
Tangan Oma Rena tidak berhenti mengusap rambut Jen. Beliau tersenyum hangat. "Ga bisa, dong, Oma nanti sore udah pulang. Kenapa ga Jean aja yang tinggal sama Oma?"
Jean menghela napas. "Papi ga bolehin, katanya kasian kalo Oma harus ngurusin aku." Lirihan tersebut membuat Oma Rena tersenyum miris.
Sudah dikatakan, Jean bukanlah anak yang suka memendam perasaannya. Sehingga, setiap kali berjumpa dengan Oma Rena Jean akan menceritakan semua yang ia alami. Berkali-kali Oma Rena menasihati Ferdi, tetapi anaknya itu selalukeras kepala. Padahal Ferdi dibesarkan oleh Oma Rena di lingkungan yang sehat, entah mengapa ia bisa memiliki sifat yang sangat buruk terhadap anaknya.
"Ya, sudah, Oma akan sering berkunjung ke sini. Jean tenang aja, Oma akan selalu ada untuk cucu hebat Oma ini," ucapnya sembari mengecup kening Jean.
Jean tersenyum lebar, memeluk pinggang omanya dengan erat. "Makasih, Oma!"
"Aku juga udah putusin buat masuk kampus yang Papi mau pas lulus nanti. Ga kerasa, beberapa bulan lagi aku lulus SMA." Jean berkata dengan mata yang berbinar. Meskipun menjadi dokter bukan keinginannya, tetapi kehidupan perkuliahan adalah yang paling ia nanti.
"Nanti Jean bakal ngekost! Pasti seru banget, ga ada di marahin Papi lagi. Ga perlu ngalah sama Adek, ga perlu nurut sama Kakak! Tapi, nanti aku pasti bakal kangen banget sama Mami." Kalimat oanjang tersebut semakin mekirih di akhir kalimat.
Dengan mata berkaca Jean menatap netra Oma Rena. "Tapi, apa Mami bakal jangen sama aku?"
Jean mengatakan demikian karena memang begitulah faktanya. Tinggal serumah saja Jean tidak pernah mendapat perhatian khusus dari Linda. Apalagi jika ia merantau? Ah, Jean jadi berpikir yang tidak-tidak.
"Apa mungkin Papi mau aku kuliah yang Jauh karena aku dibuang? Mereka mau aku jauh dari mereka, ya? Adek sama Kakak aja kuliahnya pilih kampus yang ga jauh dari rumah." Pikiran tersebur terlintas begitu saja di benak Jean.
"Je ... ga boleh bicara aneh-aneh. Nanti Oma akan sering-sering jenguk kamu ke kost. Kalau perlu Oma ikut pindah ke Jakarta biar bisa deket sama kamu, asal kamu ga sedih gini, Nak," ucap Oma Rena.
Jean bangkit dari posisi tidurannya, merasa jika mungkin omanya sudah pegal. "Oma, makasih sekali lagi. Aku sayang Oma!" Jean memeluk tubuh Oma Rena. Hangat, selalu hangat. Hanya Oma Rena yang sudi memberi Jean pelukan sehangat ini.
"Udah, ayo, masuk. Udah mulai panas. Oma juga mau bantu mami kamu buat siapin makan siang." Oma Rena bangkit dari duduknya. Berjalan mendahului Jean yang menyusul di belakang. "Oh, iya, kamu mau makan apa siang ini?" tanya Oma Rena.
Jean tersenyum haru. Hanya Oma Rena yang selalu menanyakan hal tersebut. Linda bahkan selalu memasak apa yang Sean dan Kean mau, tidak pernah memikirkan Jean. Ah, rasanya Jean jahat sekali karena sedari tadi berpikiran buruk pada ibunya.
"Mau sayur kangkung!" serunya dengan penuh semangat.
"Siap! Akan Oma masak sayur kangkung pakai cinta buat Jean," ujar Oma Rena.
"Makasih Oma! Aku masuk duluan, ya! Mau ke toilet!" ucap Jean, kemudian berlari mendahului Oma Rena dengan kecepatan penuh.
Oma Rena menggelengkan kepala melihat hal tersebut, Jean tidak pernah berubah. Bahkan sikap Kean lebih dewasa daripada Sean. Namun, Oma Rena tidak mempermasalahkan hak tersebut. Begitu banyak kesedihan yang Jean lalui di masa kecilnya, wajar jika Jean akan bersikal sangat manja pada Oma Rena.
—
Jean makan dengn lahap siang ini, hal yang langka karena Jean termasuk anak yang pilih-pilih makanan. Namun, masakan Oma Rena siang ini benar-benar menaikkan nafsu makan Jean. Sayur kangkung kesukaannya benar-benar tersaji dalam porsi besar. Jean bahkan merasa mampu jika harus menghabiskan kangkung tersebut tanpa makan nasi. Namun, ia tentu tidak melakukan hal tersebut. Biarpun enak, harus pikirin yang lain, semuanya pasti suka masakan Oma. Kalo nanti emang ga habis baru aku yang habisin. Begitu pikir Jean.
"Pelan-pelan, Je, ga bakal abis juga," kata Sean yang tercengang melihat Jean makan seperti orang kelaparan.
Jean menggaruk tengkuknya yang tak gatal, menelan nasi di mulutnya kemudia berkata, "Enak banget soalnya, dari kemarin pengen kangkung lupa terus buat bilang sama Mami," ucap Jean. Bukan lupa, sih, tepatnya Mami yang ga mau masakin kangkung karena Kak Sean sama Kean udah minta dimasakin yang lain.
"Udah, gapapa, Jean jarang-jarang makan banyak gini," ucap Linda. Sedikit merasa bersalah pada Jean. Berkali-kali ia menolak memasak sayur kangkung, makanan yang bahkan tidak membutuhkan waktu banyak untuk memasaknya. Maaf, Bang, Mami egois sekali, ya? batinnya penuh sesal.
Tidak ada lagi perckapan setelahnya, semua orang fokus pada makanan di piring masing-masing.
Begitu selesai dengan kegiatan tersebut, Jean segera memasuki kamarnya. Semalam ia belajar hingga pukul dua dini hari, sehingga saat ini Jean merasa sangat mengantuk. Jean berbaring di tempat tudurnya, menaikan selimut kemudian memeluk guling kesayangannya dan mulai memasuki alam mimpi.
Tepat lima menit setelah Jean tertidur, Ferdi memasuki kamar anak tengahnya. Awalnya ia ingin membicarakan satu dua hal dengan Jean, tetapi ia urungkan. Bukannya kembali ke kamarnya sendiri, ia justru kini terduduk di pinggir ranjang, menatap Jean yang tengah tertidur dengan mata tajamnya. Mengela napas, Ferdi beralih menatap sekeliling kamar Jean yang dipenuhi penghargaan atas prestasinya dalam dunia bela diri taekwondo.
Sedikit merasa bersalah karena harus menghalangi anaknya meraih mimpi. Namun, ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini adalah yang terbaik. Semua ini Ferdi lakukan demi masa depan Jean.
Ferdi berjalan menghampiri meja belajar Jean yang berantakan. Buku-buku pelajaran yang belum sempat Jean bereskan dan masih terbuka menarik perhatian Ferdi. Matanya berkaca saat mendapati sebuah tulisan di sana.
'Meskipun sulit, aku akan jadi dokter yang hebat demi Papa!'
.
.
—tbcNyantai banget, wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐚𝐬𝐭 𝐂𝐡𝐨𝐢𝐜𝐞 [END]
RandomSejak kecil, Jean terbiasa mengalah juga disalahkan. Terlahir kembar tiga bukan berarti sama. Selain rupa, nasib Jean dan dua kembarannya juga berbeda.