HAPPY READING
.
.Tak perduli akan luka di tubuhnya yang masih terasa sakit, Jean terus berlari kencang menyusuri jalan komplek rumahnya agar segera tiba di jalan raya. Awalnya Jean ingin memesan ojek online saat masih di rumah, tetapi ia urungkan karena takut aksi nekatnya ketahuan. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Jean memutuskan untuk kabur dari rumah.
Beruntung kamar Jean berada di lantai satu, sehingga begitu memastikan rumah terasa sunyi, Jean segera kabur melalui jendela yang langsung mengarah ke halaman rumahnya.
Jean duduk di halte yang cukup jauh dari komplek rumahnya, ia mengeluarkan ponsel untuk memesan layanan ojek online. Tujuan Jean saat ini tak lain dan tak bukan adalah rumah Oma Rena. Hanya di sana Jean diberi kesempatan untuk membela dirinya sendiri.
"Atas nama Mas Jeano, ya?"
Jean mengangkat kepalanya saat mendengar teguran tersebut. Tanpa ragu Jean pun mengangguk dan segera meniki kendaraan roda dua yang akan mengantarkannya ke alamat tujuan.
—
"Iya, sebentar!" sahut Mbak Rere sar me dengar pintu utama rumah Oma Rena diketuk. "Siapa, sih, yang bertamu malem-malem gini?" rutuknya, "untung belum tidur."
"Loh, Jean?" kaget Mbak Rere saat mendapati Jean yang terduduk di teras dengan sebuah tas cukup besar di sampingnya.
"Mbak Rere lama! Jean capek, nih," omelnya.
"Ya, lagian lihat jam atuh, Jean kalo main. Udah tengah malem gini," balas Mbak Rere.
"Udah, ah! Oma udah tidur, kan? Aku langsung ke kamar aja," ucap Jean, "oh, iya, tolong bawain tasnya, ya, Mbak, ga berat, kok."
Sayangnya, langkah Jean terhenti saat mendapati Oma Rena berdiri di tangga. "Loh, Jean?" heran Oma Rena.
Jean segera berlari menaiki tangga, menuju tempat Oma Rena berdiri saat ini. "Oma, Papi jahat," isaknya saat sudah berada dalam pelukan Oma Rena. Oma Rena mengusap lembut punggung Jean. Kemudian mengajak Jean ke kamarnya untuk beristirahat.
Sepanjang jalan menuju kamar Oma Rena Jean sama sekali tak melepaskan pelukannya dari wanita tua tersebut. Bahkan hingga duduk di atas kasur Jean tetap memeluk erat tubuh omanya. "Kenapa, Nak? Cerita sama Oma," bisik Oma Rena.
"Papi jahat, Oma, Papi jahat. Papi benci sama Jean, Papi ga sayang Jean. Jean ga berguna," gumanya tak jelas, tetapi Oma Rena masih dapat menangkap maksud dari ucapan cucu kesayangannya. Oma Rena mengecup lembut kening cucunya.
"Jean, kamu mau ikut Oma?" tanya Oma Rena, menatap mata Jean dengan penuh harap. Sudah cukup cucunya tersiksa selama ini. Ia tak ingin lagi melihat Jean menangis begitu pilu. Baru beberapa hari berlalu dari perubahan sikap Ferdi, tetapi pria itu sudah kembali menyakiti cucunya.
"Ke mana?" Bukannya menjawab, Jean justru balik bertanya.
"Pindah ke Surabaya, Oma masih punya beberapa toko di sana yang cukup untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari kita. Kamu mau?" jelas Oma sekaligus bertanya di akhir kalimat.
Jean terdiam. Jika boleh jujur, Jean sangat ingin menyetujui ajakan omanya. Akan tetapi, Jean masih memiliki beberapa keraguan. "Kalo Papi tau, dia pasti marah banget sama Jean," lirih Jean.
Oma Rena mengusal lembut kepala Jean, berharap dapat memberi ketenangan untuk anak tersebut. "Ga akan, kan, ada Oma," kata Oma Rena meyakinkan Jean. "Ini demi kebaikan Jean. Mau, kan?" bujuk Oma Rena.
Jean termenung, jika ia ikut Oma bagaimana dengan Sean dan Kean? Lalu teman-temannya? Tapi, bukankah tanpa Jean pun mereka akan baik-baik saja? Sean dan Kean baik-baik saja selama ini, padahal mereka tidak dekat. Kemudian, teman-temannya? Mereka bahkan memusuhi Jean sekarang. "Jean setuju," ucap Jean dengan sedikit keraguan. Akan tetapi, bagaimanapun Oma Rena benar. Semua ini demi kebaikak Jean sendiri. Ia sudah lelah jika harus terus bertahan di lingkup keluarga yang tidak mendukungnya. Ia sudah lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐚𝐬𝐭 𝐂𝐡𝐨𝐢𝐜𝐞 [END]
RandomSejak kecil, Jean terbiasa mengalah juga disalahkan. Terlahir kembar tiga bukan berarti sama. Selain rupa, nasib Jean dan dua kembarannya juga berbeda.