Prolog

4.6K 229 41
                                    

Jean berjalan santai menuju ruang makan yang berada tak jauh dari kamarnya. Kamar Jean memang berada di lantai satu, sehingga Jean juga tidak perlu susah payah menuruni tangga untuk sekadar makan atau melakukan kegiatan lainnya yang hanya bisa dilakukan di lantai satu rumah orang tuanya. Namun, sayang sekali. Begitu tiba di ruang makan, kursi yang ada di ruangan tersebut justru kosong. Bahkan meja makan yang seharusnya sudah terisi pun masih kosong.

"Pada ke mana, deh, suka bener ngilang ga ngabarin gue dulu." Dumelan keluar begitu saja dari bibir tipis Jean.

Ia pun kembali melangkah ke kamarnya, lagi pula ia tidak terlalu lapar. Sesaat setelah membaringkan tubuhnya di kasur, Jean mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Pertama, ia mengirim pesan pada sang kakak.

Jean
Kak sean lagi sama Kean sama Mami Papi ga?

Kak Sean
Iya, ini lagi makan. Mau nitip apa?

Jean mengela napasnya. "Selalu gini, ditinggal lagi. Cuma ditanya mau makan apa? Dikira gue ga mau ikut makan malem di luar bareng mereka?" Sejujurnya, Jean bergumam sambil menahan sesak di dadanya. Anak mana yang tidak merasa sakit saat ia selalu dilupakan?

"Bodo. Mending tidur, ga makan palingan mati." Tanpa membalas pesan dari Sean, Jean memejamkan matanya. Meski tidak mengantuk sebisa mungkin ia paksakan untuk tidur.

Bukan hanya sekali ia diperlakukan seperti sekarang, bahkan hampir setiap hari. Ia selalu tersisihkan, entah apa yang membuat kedua orang tuanya hanya fokus pada kakak juga adiknya. Jean? Ia bahkan hanya seperti bayangan.

Jika terus diperlakukan seperti ini, Jean tidak akan sanggup. Tujuh belas tahun ia hidup menjadi bayangan, bukankah lebih baik ia menyerah? Jean lelah.

𝐋𝐚𝐬𝐭 𝐂𝐡𝐨𝐢𝐜𝐞 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang