Apa yang saksikan kali ini adalah dari ekspresi wajahnya, Rina tampak kecewa sekali. Bonar yang pada
awalnya menggebu gebu ternyata tak seperti yang diharapkan Rina. Belum juga beberapa menit, Bonar sudah mencapai orgasme.
Selanjutnya Rina tidur dengan memunggungi Bonar. Aura wajahnya sangat kesal. Bonar berusaha merayu dengan memeluknya dari belakang namun tak diindahkannya.
Baru tahu sekarang kenapa Rina sering uring-uringan saat pagi. Ternyata itulah penyebabnya. Kututup kembali lubang kecil sebesar lubang paku dengan lem dan aku kembali keranjang. Anganku menerawang jauh tentang Rina. Penghuni kamar kontrakkan sebelahku. Andai saja aku bisa memuaskan Rina suatu hari nanti. Aku akan mencari saat yang tepat tentunya.
Pagi hari aku bertemu dengan Bonar saat akan berangkat kerja.
"Berangkat bang". Sapaku saat dia sedang mengeluarkan motornya.
"Iya,kau enggak kerja ?".
"Nanti sore bang, shift dua".
"Aku jalan dulu ya".
"Sip bang".
Aku kembali kekamar,dengan rasa penasaran aku mengintip lagi kamar Rina. Rupanya ia masih rebahan dan hanya mengenakan daster yang semalam. Kakinya yang satu sedikit terangkat memperlihatkan selangkangan walau terlihat gelap karena sedikitnya cahaya dalam kamar. Sebenarnya Rina memang berwajah tidak terlalu cantik,biasa saja. Dengan warna kulit sawo matang dengan postur tubuh tidak terlalu tinggi,buah dada yang terlalu besar juga. Namun tetap saja dalam posisi seperti itu membuat penisku tegang. Sesekali ia merubah posisi sambil memainkan hpnya.
Lama kupergunakan perlahan tangannya yang satu merogoh2 area selangkangannya. Diusap2nya,tak sampai disitu. Diangkatnya dasternya yang kemudian jarinya memainkan vaginanya. Mungkin ia sedang menonton film porno atau membaca cerita dewasa. Semalam dia tidak mendapatkan kepuasan akhirnya ia salurkan menggunakan jarinya. Bulu2 vaginanya yang tipis tampak terlihat jelas. Penisku semakin tegang. Kulihat Rina juga semakin bergelinjang.
Aku berpikir apakah ini saat yang tepat untuk menuntaskan hasratnya.
Aku melongok kedepan kamar. Kulihat situasi aman,tak ada orang. Kuketuk pintu kamarnya.
"Mbaaak...mbak Rina". Beberapa kali kuketuk pintunya. Akhirnya dibukanya. Tampak nafasnya masih terengah-engah. Dengan sedikit keringat dikeningnya.
"Ada apa mas Toni?".
"Maaf mbak,mbak masih punya gula? Gula saya habis. Mau beli kedepan tanggung udah aku seduh kopinya.
"Tunggu sebentar ya".
Saat ia masuk,aku ikut menyelinap masuk dan mengikutinya.
Ia terkejut saat tubuhnya sudah kupeluk dari belakang dibarengi dengan ciuman dilehernya.
"Mas Toni..apa2an ini.... lepaskan..". Ia berusaha memberontak. Namun terus kepeluk dirinya.
"Tenang mbak Rina....aku akan menuntaskan hasratnya pagi ini.
"Apa maksudmu...kau lancang..!".
Aku tak menghiraukannya dan kubalikkan tubuhnya, selanjutnya kucium bibirnya.
Perlahan perlawanannya semakin lemah dan membiarkan aku beraksi lebih lanjut. Akupun ingin membuat dirinya nyaman.
Kubopong dirinya yang kurasa tidak terlalu berat. Kurebahkan dikasur. Kupandangi matanya dan tersenyum.
"Mas Toni mau apa?".
"Hhhmmmm...aku terpesona dengan kecantikan mu. Sudah lama aku memendam rasa ini".
Sedikit aku keluarkan jurus rayuan gombalku. Selanjutnya perlahan kucium bibirnya. Kutindih tubuhnya, lehernya tak lepas dari sergapan bibir dan lidahku.
"Ssssshhh... aaaahhhh... hhhhmmm..". Nafasnya mulai mendesah.
Perlahan dasternya aku lepaskan dan juga kaos dan celana bolaku. Dipandanginya penisku yang tegang dengan kepala kemerahan.
Tubuh telanjangnya aku selusuri dengan bibirku. Tak ada yang terlewatkan. Aku tak berani meninggalkan bekas warna merah. Puting kecilnya aku mainkan dengan bibir dan lidahku.
"Maassss.... oooowwwhhh...geelliiii....maassss ..enaaak... hhhmmmm".
Cumbuanku terus kebawah dan terhenti pada sebuah daging yang mulai basah, ditumbuhi bulu-bulu halus. Kumainkan dengan ujung hidungku dan selanjutnya aku buka dengan dua jariku.... lidahku melesak kedalam vaginanya.
Pinggulnya terangkat diiringi dengan lenguhan panjang.
"Nnnnngghhk.... aaaaahhhh....".
Vaginanya yang basah membuat wajahku juga ikut basah karena lendir beningnya yang licin. Yang membuatku semakin bernafsu adalah begitu hangat vaginanya.
Pinggulnya beberapa kali meronta-ronta. Rambutku dijambaknya dan menekan kepalaku lebih dalam. Ia menutup wajahnya dengan bantal dan berteriak.
"Aaaaaawww....maaaassss..... ooooohhhh....udaaah...maaass...cepetaaan..ayooo...".
Rupanya ia tak tahan lagi untuk segera dimulainya permain sesungguhnya. Aku merangkak diatasnya.
"Masukin sekarang?". Tanyaku berpura-pura. Ia hanya mengangguk dengan senyum tipisnya.
"Mbak yang pegangin ya..".
Ia menggenggam penisku dan mengarahkan menuju vaginanya.
"Mmmmmm...gede banget sih...keras lagi".
"Mbak suka?".
"Iyaaa...".
Perlahan kudorong pinggulku. Sedikit demi sedikit akhirnya batang penisku sudah tertanam dalam vaginanya. Ia terhenyak sejenak dengan memejamkan matanya.
"Nnnnngghhk... aaaaaawww... sssshhh...pelan pelan maass..".
Aku berhenti untuk mengatur nafasku serta membiarkan dirinya juga merasa nyaman. Kubelai keningnya yang berkeringat. Matanya sayu pertanda sedang menikmati.
"Koq diam...".
"Iyaa...sabar dong...aku ingin memandang wajahmu dulu sebentar". Aku cium bibirnya.
Perlahan aku gerakkan maju mundur pinggulku. Pinggulnya ikut bereaksi naik turun seirama. Bantal disampingnya ia renggut dan menutupi mulutnya. Sebagai peredam suara saat ia menjerit.
"Aaaaaawww.... aaaaaahhhh.... oooowwwhhh...maaassss.....enaaak maasss.....".
"Keluar didalam apa diluar?".
"Diluar aja yaaaaa.... oooowwwhhh....".
Kepercepat goyanganku,ada kalanya aku keluarkan hingga batas kepala penisku dan kumainkan pada bibir luar vaginanya dan kemudian aku lesakkan hingga dalam. Kedua tangannya ikut menekan pantatku.
Ia begitu mendapatkan kenikmatan. Wajahnya yang terangkat memperlihatkan lehernya yang kemudian aku sergap dengan bibirku. Begitu juga saat dadanya terangkat. Buah dadanya aku jilati.
"Mbaaaak... ooowhh....sempit bangeeeet.... aaaaahhhh".
Masih terus pinggulku maju mundur,saat tiba tubuhnya mengejang. Dijepitnya kedua pahanya yang membuat penisku terasa disedotnya.
"Mmmaaaaasssss..... ooooohhhh... aakkuuuu... kkeeelluuar.... aaaaahhhh....".
"Aku juga mbaaaaak...... aaaaahhhh....".
Segera aku cabut penisku dan membiarkan semburan maniku tumpah diatas perutnya. Nafasnya tersengal-sengal. Gerakannya semakin liar dengan meraih apapun disekitarnya. Sprei ikut tertarik menjadi berantakan tak karuan. Aku tindih dirinya dan aku gulingkan sehingga saat ini ia berada diatasku. Bibirku diciumnya, terus kedadaku...penisku yang masi keras dikulumnya,sisa2 mani dijilatnya. Aku tak kuasa juga menahan kenikmatan itu hingga tubuhku menggeliat. Kulumannya terhenti saat penisku benar2 sudah dalam keadaan lunglai.
Ia rebahkan diatas dadaku.
"Mas Toni...aku belum pernah merasakan seperti ini selama aku menikah dengan bang Bonar ".
"Masa sih". Aku pura pura tak mengetahui hal ini
"Iya mas".
Kemudian ia bercerita tentang kehidupan rumah tangganya tak kecuali urusan bercinta.
Setelah semuanya berlalu aku kembali kekamarku. Ia berjanji akan mengulangi hal indah ini.