A Real Battle
Hari berikutnya cerah. Ada beberapa kelompok orang di Linkon Central Park, berjalan-jalan dan piknik. Anak-anak seusia Frank berlarian di lapangan atau bermain di taman bermain. Xavier menaruh tasnya di rumput. Dia duduk dan mulai mengeluarkan berbagai benda.
Xavier: Pilih satu.
Melihat beragam “senjata” di depannya, Frank terkagum. Tanpa ragu, dia mengambil pedang kayu kecil.
Frank: Aku mau yang ini!
Dia mengayunkan pedang itu beberapa kali, lalu memperhatikan Xavier yang mengambil sebatang kayu.
Xavier: Kita mau latihan tanding, kan?
Frank: …Apa kamu meremehkan aku, Xavier?
Xavier: Kalau kamu bisa menjatuhkan tongkat ini dari tanganku, aku akan ganti ke senjata yang lebih baik.
Sepuluh menit berlalu. Frank terengah-engah. Xavier duduk tak bergerak, masih dengan tongkat di tangannya.
Frank: Pedang gak cocok buatku!
Frank melemparkannya dan mengambil pistol air. Dia bergegas ke air mancur untuk mengisi “amunisinya” dan kembali dengan dada membusung. Xavier, tetap tenang, menukar tongkatnya dengan gelas kertas.
Sepuluh menit lagi berlalu. Frank tanpa sengaja menyemprotkan air ke dirinya sendiri. Xavier menuang air dari gelasnya, tubuhnya masih kering.
Frank: Pistol juga gak cocok buatku!
Frank membuang pistol airnya dan mengambil sepasang marakas. Xavier mengambil tongkatnya lagi, lalu mematahkannya, memegang masing-masing setengahnya di kedua tangan. Sepuluh menit lagi berlalu. Frank berkeringat deras. Dia sedikit pusing dengan matahari yang terik, dan telapak tangannya merah karena “latihan.” Meski tak berhasil menyentuh satu rambut pun di kepala Xavier, dia senang. Ini pertama kalinya dia melihat Xavier bertingkah layaknya Pemburu Deepspace!
Frank: Apa ini caramu berlatih jadi pemburu, Xavier?
Tak terduga, Xavier menggeleng.
Frank: Tapi… bukannya kamu mengajariku cara melawan Wanderer?
Xavier tampak seolah tidak mendengar Frank. Dia berdiri dan melihat sekeliling. Frank bertanya lagi dengan cepat, tapi yang terdengar hanya jawaban Xavier,
Xavier: Kamu belum pernah mengalahkanku sekali pun.
Serangan telak! Frank terdiam terkejut. Semua keraguannya kembali. Pemburu yang satu ini gak punya apa-apa yang keren. Dia gak punya senjata atau pernah melawan Wanderer. Dia selalu melakukan hal aneh. Bahkan, dia bohong soal melatihnya! Apakah Xavier penipu?!
Xavier: Frank, tunggu di sini. Aku mau pergi ke-
Melihat ekspresi Frank, Xavier berhenti.
Xavier: Ada apa?
Kesal, Frank hampir menangis. Tiba-tiba, ada ledakan keras. Dalam sekejap, dia merasa seseorang mengangkatnya. Saat membuka mata, Frank tertegun. Dia melihat ke arah sumber suara. Xavier menutup mata Frank dengan tangannya.
Xavier: Jangan lihat.
Para Wanderer sudah tiba. Langit mendadak gelap, dan suara sirine polisi yang tajam membawa Frank kembali ke kenyataan.
Xavier: Tunggu di sini dan jangan keluar dari cahaya.
Xavier mengangkat tangannya, dan sebuah perisai emas muncul di atas kepala Frank seperti tenda bundar. Setelah itu, Xavier berbalik dan berlari menjauh. Frank melihat pedang muncul di tangan kanan Xavier. Pedang itu lebih terang dan keren daripada senjata apa pun yang pernah dilihatnya di TV. Saat orang-orang berlari menjauh, dia melihat Xavier bergerak melawan arus kerumunan. Beberapa Wanderer yang menakutkan muncul dari pepohonan. Dengan satu ayunan, senjata Xavier berubah menjadi banyak bilah cahaya. Para Wanderer langsung hilang dalam cahaya itu. Dia berbalik, melompat, dan muncul di samping kastil tiup, menebas dua Wanderer secepat kilat. Dengan raungan memekakkan, para Wanderer berubah menjadi debu. Orang dewasa dan anak-anak yang belum sempat pergi tertegun.
Xavier: Tinggalkan tempat ini.
Di tengah debu dan asap, Xavier berbalik dan melompat lagi. Dia menggenggam pedangnya dan menerjang ke arah Wanderer lain. Mata Frank melebar. Xavier seperti kilatan cahaya, mengubah segala yang dia serang menjadi debu. Rasanya seperti Frank sedang melihat hujan meteor cahaya. Setelah dia menebas Wanderer terakhir, Xavier mendarat di tanah. Dengan satu kibasan pergelangan tangannya, pedangnya menghilang, meninggalkan titik-titik cahaya di sekelilingnya. Seolah-olah dia berdiri di bawah langit berbintang. Frank… tertegun!