Frank's Summer Homework
Ulysses: "Tulislah esai berjudul 'Ketika Aku Dewasa, Aku Ingin Menjadi ___' untuk memahami jenis pekerjaan yang ingin kamu lakukan..."
Setelah membaca tugas liburan musim panas putranya, Ulysses bertanya,
Ulysses: "Apa yang ingin kamu lakukan saat sudah besar, Frankie?"
Mata Frank yang berusia tujuh tahun langsung berkilauan.
Frank: "Aku ingin jadi Pemburu Deepspace!"
Frank melompat-lompat kegirangan.
Frank: "Aku bakal kalahin Wanderers kayak gini! Swish, swish, swish! Mereka keren banget!"
Ulysses tampak sedikit terkejut.
Ulysses: "Benarkah?"
Frank: "Iya, benar!"
Sambil tersenyum, Ulysses menarik putranya ke pangkuannya.
Ulysses: "Aku punya teman yang seorang Pemburu Deepspace. Bahkan, dia yang terbaik di antara yang terbaik. Kamu mau pergi ke tempatnya dan belajar cara jadi pemburu darinya?"
Pemburu terbaik? Tipe pemburu seperti apa dia? Pemburu di kartun saja sudah terlihat keren. Mereka pakai pakaian mengkilap dengan senjata yang super keren. Mereka menjelajahi setiap sudut kota, terbang melintasi langit, berlari di dinding. Dengan satu gerakan, mereka bisa membuat semua orang terpukau! Kalau begitu, bukankah dia pasti lebih keren lagi?
Mengikuti Ayahnya ke rumah teman lamanya, Frank memandang pintu yang terbuka dengan penuh harap dan antusiasme. Tapi, dia langsung terkejut. Pria yang membuka pintu itu hanya memakai sandal putih dan celana piyama biasa. Tidak ada pakaian emas yang mengkilap. Dia tidak berubah wujud. Dia hanya memakai pakaian biasa, bahkan masker tidur dengan gambar bintang yang miring di wajahnya. Dia tampak masih mengantuk setelah menguap.
Orang ini… seorang Pemburu Deepspace?
Xavier berbicara dengan Ayahnya, tapi Frank tidak terlalu mendengarkan. Dia bisa melihat ada tanda tanya besar di wajah Xavier. Kemudian, berubah menjadi tanda seru, lalu menjadi tanda elipsis. Setelah itu, Xavier berlutut untuk menatap Frank.
Xavier: "Halo, namaku Xavier."
Suara Xavier... Tidak terdengar seperti seseorang yang suka meneriakkan slogan keren.
Jantung Frank berdegup kencang di dadanya. Ia menggenggam ujung baju Ayahnya dan berkata,
Frank: "Aku Frank..."
Pandangan Frank tertuju pada rambut Xavier.
Frank: "Kakek?"
Namun, melihat wajah Xavier lagi, dia ragu.
Frank: "Paman?"
Xavier menunduk, menggaruk lehernya.
Xavier: "Panggil Xavier saja, itu sudah cukup."