Under The Sunlight
John mendengar dari perawat bahwa pria tua di Ruang 3 bukan satu-satunya yang patuh pada Zayne. Semua pasiennya, tak peduli seberapa keras kepala atau merepotkan, jadi patuh dan penurut di hadapannya.
Seperti yang diharapkan dari Zayne, pria yang konon bisa "menakut-nakuti" siapa saja!
Begitu Greyson mendengar sebutan "Zayne si Menakutkan," dia tertawa terbahak-bahak sampai hampir dibawa ke psikiatri.
John langsung menyesal mengucapkan kata-kata itu, khawatir kalau sampai sampai ke Zayne. Dia terus saja menyuruh Greyson diam.
Greyson perlahan berhenti tertawa. "Pas pertama kali ketemu Zayne, aku juga merasa begitu. Dia punya aura 'jauhi aku'."
John mengangguk. Ya, aura "jauhi aku" itu kuat banget!
"Tapi Zayne nggak sebegitu susahnya dikenali..." kata Greyson sambil tersenyum, menepuk pundak John.
Matahari bersinar di taman. Kebanyakan orang yang duduk di rumput mengenakan jubah rumah sakit atau sedang mencari tempat yang pas buat berjemur.
John mencari Zack di antara kerumunan. Dia dengar dari pasien lain di Ruang 3 kalau pria tua itu dapat izin dari perawat untuk jalan-jalan.
Setelah setengah putaran di taman, John akhirnya melihat sekumpulan orang tua yang dikenalinya.
Dia melihat Zack duduk di meja batu, tangannya terkadang mengangkat dan menurunkan sesuatu. Dia sedang bermain catur.
Pandangan John terhalang oleh semak-semak. Dia pindah ke sisi lain, menjauh dari semak-semak.
Orang yang bermain catur dengan Zack adalah Zayne yang memakai pakaian biasa. Mulut John ternganga.
Menurut jadwal rumah sakit, hari ini adalah hari libur Zayne. Zayne hanya libur satu atau dua hari setiap bulan, tapi dia malah menghabiskan waktu berharga itu bermain catur dengan Zack.
John nggak mendekat dan hanya mengamati. Zack memegang bidak catur di tangannya, meletakkannya, lalu mengambilnya lagi. Setelah berpikir cukup lama, dia akhirnya membuat gerakan.
"Kamu kalah." Zayne memindahkan bentengnya ke atas raja Zack.
"Aku kalah lagi!" Zack menggaruk kepalanya, lalu menepuk-nepuk dua kali. "Dr. Zayne, kasihan sama orang tua seperti aku dong! Main lagi, yuk!"
"Kita sudah sepakat ini ronde terakhir." Zayne dengan perlahan menyimpan bidaknya. "Sekarang kamu harus menepati janji karena kamu kalah. Besok cek-up, ya."
Kening Zack berkerut. Dia bersandar dan mengibas-ngibaskan tangan. "Nggak! Aku nggak mau!"
"Kalau nggak, dokter lain yang bakal periksa kamu."
Kata-kata Zayne terdengar datar, tapi terdengar cukup mengancam bagi Zack. Zack menurunkan tangannya dan merapatkan bibirnya. Dia terlihat enggan, mungkin sedikit kesal.
John bisa mendengar Zack bergumam pelan. "Kamu nggak peduli sama aku juga, ya, Dr. Zayne?"
Zayne menutup papan catur dengan sebuah desahan halus.
"Jangan khawatir, aku akan temani kamu," katanya, terdengar lebih ramah daripada sebelumnya. Zack menatap rumput untuk beberapa saat. "Oke, kalau gitu," katanya pelan.
"Tapi Zayne nggak sebegitu susahnya dikenali..." Suara Greyson terdengar di telinga John. "Pernah ke radiologi? Kebanyakan pasien didampingi keluarga, tapi banyak orang tua kesepian kayak Zack. Keluarganya cuma muncul sebelum operasi. Tanda tangan surat, konfirmasi operasi sukses, dan pergi. Orang tua selalu sendirian selama observasi. Pasti merasa sedih lihat pasien lain yang ada keluarganya. Makanya perawatan dari perawat dan dokter itu penting buat mereka. Perawatan yang kayak Zayne lakukan... itu langka."
John terhenti dari pikirannya saat melihat pria tua itu dan Zayne sedang berbicara dan tertawa. Untuk pertama kalinya, John nggak merasa ada ketegangan dari Zayne. Rasanya seperti ketegangan itu meleleh, dibawa oleh sinar matahari yang sama yang menyinari rumput di bawah mereka.