nine: Mas Leo

122 33 3
                                    

Aku masih memikirkan cerita tentang Mas Dipta yang Malik ceritakan, sampai sampai aku tidak fokus pada kencanku yang sudah tak terhitung lagi yang ke berapanya.

"Akhir akhir ini, aku selalu ditatap gak suka gitu sama mas Dipta. Bahkan, kemarin aku denger mas Tio sama mas Dipta berantem."

"Aku sadar, ini terjadi sejak aku kenalan sama mba Juwi. Sejak kita akrab. Mba Juwi juga pasti ngerasain kan? Kalau makin kesini, mas Dipta makin dingin. Bahkan dia jadi jarang ada dikosan. Maksudnya, seharian selalu diluar."

Ya, aku menyadari itu sudah sejak lama. Tapi, ini bukannya aneh? Masa iya, mas Dipta bersikap demikian karna diriku? Untuk apa? Maksudku, untuk apa dia bersikap seperti itu? Aku bukan siapa siapanya dia kan?

"Wi?"

Lamunanku pecah saat panggilan dari mas Leo menginstrupsi. Aku tersenyum tipis. "Ya, mas?"

"Kamu gak dengerin aku?" Tanyanya dengan alis terangkat satu.

Aku terdiam sejenak. "Ma-maaf, mas."

"Kayaknya kamu lagi kurang sehat, Wi. Mas gak maksa kamu buat ketemuan kan?"

Dari banyaknya laki laki yang sudah ku ajak bertemu, hanya mas Leo lah yang bisa membuatku nyaman. Dia soft, tidak alay dan usia kita juga hanya beda setahun. Tapi, untuk menjadikan mas Leo pacar, coba dipiki pikir dulu.

"Enggak kok, mas. Aku cuma sedikit pusing." Memang, aku sedikit pusing dikepalaku sebelah kanan.

Kebanyakkan mikir nih.

"Mau pulang aja? Atau mau mas beliin obat terus minum disini?"

Sebenarnya aku butuh istirahat dirumah, tapi tidak enak, kita baru saja bertemu beberapa menit yang lalu sesudah aku bertemu dengan Abi, teman dari Naya yang ku tolak mentah mentah.

Bagaimana tidak, si Abi itu alay dan banyak drama. Aku tidak suka.

"Obatku cuma jalan jalan terus makan es krim, mas." Kataku sedikit tersenyum dengan wajah polos.

Mas Leo mengangkat satu alisnya dan terkekeh. "Kayak anak kecil ya, sakit obatnya jalan jalan sama es krim." Ucapnya diselingi tawa manis.

Aduh, manis banget ini. Ya Allah, jika mas Leo jodohku, maka jodohkan lah kita. Tapi, jika mas Leo bukan jodohku, jangan beri dia jodoh, biar nanti aku bisa jadi jodohnya. Aku maksa!

"Mas Leo jangan ketawa dong," ucapku sedikit malu.

Astaga, kenapa gak dari awal aja sih ketemu mas Leo?

"Hm? Kenapa emangnya?" Tanya mas Leo.

"Mas Leo nambah ganteng." Cicitku tak berani menatap mas Leo.

Malu, aku benar benar malu!

Ku dengar suara tawa mas Leo yang pelan namun terdengar olehku. Aku bisa merasakan, pipiku menghangat. Pastinya pipi itu sudah memerah.

"Kamu tuh, lucu banget. Gak cocok sama umur." Kata mas Leo yang membuatku seketika merengut.

Kalimat mas Leo mengingatkanku pada mas Dipta yang juga pernah bilang, "Kamu tuh udah dewasa, Juw. Jangan bersikap seperti anak kecil lagi, udah gak cocok sama muka kamu."

Huh! Nyebelin.

"Yah ngambek, maaf ya. Gak bermaksud gitu kok,"

Sepertinya mas Leo sadar aku kesal dengan ucapannya. Aku pun menggeleng. "Mas traktir es krim dulu, baru aku maafin."

Mas Leo tampak terkejut sebelum terkekeh pelan, ia mengangguk anggukkan kepalanya seraya berkata. "Yaudah, ayo aku beliin es krim. Asal dimaafin sama kamu."

Challenge in December || END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang