eleven: Minta bantu

118 34 0
                                    

"Mas Dipta?!"

Aku terkejut, bagaimana tidak? Pria yang biasanya tampak tampan dan rapih, kini malah terlihat acak acakkan dengan lebam diseluruh wajahnya. Bahkan darah darah yang sudah mengering pun menjadi hiasan.

Aku mendekat, dan spontan menakup wajah mas Dipta. "Mas Dipta kenapa? Habis ngapain? Kok bisa kayak gini?" Tanyaku pelan namun panik.

Mas Dipta hanya memandangku, ia meraih kedua tanganku dan perlahan diturunkannya.

"Aku baik baik aja, Juw. Cuma luka dikit."

Mataku melotot. "Baik baik gimana? Luka dikit gimana? Jelas ini parah! Ck, tunggu dikosan. Aku mau ambil kotak P3K dulu." Kataku dan akan beranjak.

Namun mas Dipta malah menahanku dan berkata. "Dikosan ada kotak P3K, dari pada kamu balik masuk terus ditanya buat siapa Kotak P3K-nya, ntar kamu jawab malah bikin heboh bunda."

Iya juga. "Yaudah, ayo."

Aku mengekori mas Dipta dibelakang, saat tiba dikosan. Kita berpas pasan dengan mas Tio. Pria itu tampak tak seperti biasanya. Kalau biasanya tersenyum ramah dan menyapa, sekarang ia malah tampak cuek dan raut wajahnya pun datar.

Ooh, mungkin perang antara mas Dipta dan mas Tio masih berlanjut. Dan ketahap perang dingin?

"Mas Tio!" Sapaku.

Mas Tio melirikku, lalu ia tersenyum dan menepuk nepuk pelan puncak kepalaku. Ku lihat ia juga melirik sekilas kearah mas Dipta.

Setelahnya mas Tio pergi menggunakan motornya, meninggalkan aku yang terdiam dan entah kenapa aku merasa ada aura kegelapan disekitarku.

Astaga, menyeramkan!

Aku menoleh kearah mas Dipta, ternyata dia sudah berada didepan pintu kosannya. Aku pun segera menyusul, dan duduk dikursi yang tersedia.

Aku menunggu mas Dipta keluar dengan kotak P3K-nya dan kain yang sudah diisi es. Aku dengan sigap membantu meletakkan barang barang yang dibawa mas Dipta.

"Mas Dipta habis berantem ya?" Tanyaku seraya membersihkan darah kering yang ada diluka tepat bagian pelipis dan sudut bibir.

Mas Dipta menggeleng dengan mata yang menunduk kebawah. Aku jadi iba melihatnya. Apa, mas Dipta mendapatkan perlakuan kasar dari seseorang?

"Kalau sakit bilang ya mas."

Setelah kalimat itu, tak ada lagi suara. Hanya keheningan dan bahkan mas Dipta tampak tidak mengeluh sakit ketika aku mengobati luka lukanya. Sungguh manusia yang kuat.

"Kamu suka sama gaunnya?" Tanya mas Dipta tiba tiba.

Aku terdiam sejenak. "Oh, gaun itu. Suka kok." Jawabku.

Sejenak, terjadi keheningan lagi. Aku diam dan mas Dipta juga diam. Aku pun sudah selesai mengobati luka mas Dipta, ku rapihkan alat alatnya dan membuang beberapa kapas yang tadi digunakan untuk membersihkan darah.

Aku kembali duduk, lalu menatap mas Dipta yang juga menatapku. Alisku terangkat satu. "Ada yang mau diomongin, mas?" Tanyaku.

Mas Dipta awalnya menggeleng sebelum mengangguk. Aku heran dengan sikapnya hari ini, tampak seperti orang linglung.

"Kamu, udah dapet pacar?" Tanyanya.

Aku menggeleng. "Belum. Tapi lagi deket sama cowok. Kenapa emangnya, mas?"

"Aku mau minta bantu sama kamu, kalau gak mau juga gak papa, aku bisa minta bantu sama yang lain." Ucapnya.

Bagaimana mau menolak kalau dia tidak menyebutkan apa yang bisa ku bantu. Ck, manusia manusia. Memangnya kamu bukan manusia, Wi?

Challenge in December || END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang