Dunia ini ibarat panggung sandiwara, siapapun bisa menjadi pemeran utamanya. Kali ini, Lexi lah yang memerankan posisi itu. Seperti 'katanya', Lexi harus memainkan perannya dengan baik untuk membalas orang-orang jahat itu.
-
Start : 16 Februari 2024...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• • •
Suara pintu yang berderit ketika dibuka membuat kelopak mata penuh gurat keriput itu terbuka perlahan. Dalam keadaan setengah sadar, netra gelapnya samar-samar menangkap bayangan hitam dalam remang cahaya dari lampu tidur yang perlahan berubah menjadi sosok wajah yang sangat dia kenal. Matanya terbelalak lebar saat orang itu membengkap mulutnya menggunakan kain.
Tak pernah terlintas di pikirannya bahwa orang itu akan melakukan hal seperti ini padanya. Lalu, dalam hitungan detik, kesadarannya hilang sepenuhnya.
"Misi sukses, Nona," ucapnya pada seseorang di seberang sana, lantas mendorong brankar keluar dari ruang rawat VVIP setelah sebelumnya memastikan keamanan di sekitar. Menatap sosok tua yang sangat ia hormati itu dengan sorot bersalah.
"Maaf, Tuan Presdir. Saya terpaksa melakukan ini."
🍃
Lexi menatap awan hitam yang bergulung di langit, sama mendungnya dengan hati Aska saat ini. Bocah sepuluh tahun itu tidak kunjung beranjak dari tempatnya sejak abu sang kakek dimasukkan ke dalam pasu.
Hati Lexi ikut mencelos mendengar bibir sang adik tak berhenti memanggil orang yang paling peduli padanya dengan suara bergetar.
Pasti bocah yang masih duduk di bangku dasar itu tidak pernah menduga kakek yang sangat ia sayangi pergi meninggalkannya seperti ini. Padahal, baru dua hari yang lalu Lexi mencuri dengar rencana mereka untuk merayakan kemenangan Aska dalam lomba marathon.
Setahu Lexi, selama ini hanya kakek satu-satunya orang yang dekat dengan Aska. Beliau adalah orang pertama yang ada untuk Aska saat semua orang mengacuhkannya karena kehadirannya dianggap sebagai benalu di keluarga Dityatama.
Sepertinya Aska berpikir tidak ada orang yang menyukainya kecuali kakek. Bahkan orang tuanya sendiri terang-terangan membencinya. Tidak hanya itu, si kembar yang merupakan kakak sepupunya juga memperlakukannya sama buruk. Mungkin mereka merasa anak itu sudah merebut kakek dari mereka.
Padahal kalau sang adik mau membuka mata, masih ada Lexi yang juga peduli padanya. Kini, gadis dengan tongkat yang menyangga lengan kirinya itu mencegat seorang wanita yang hendak menghampiri bocah itu untuk menenangkan.
"Biar aku aja, Mbak." Ditepuknya pelan bahu wanita itu.
"Nona!" Wanita itu tampak terkejut melihat Lexi berjalan kesusahan seorang diri. Tak ada satupun pelayan atau bodyguard yang membantu, entah ke mana.
"Mari saya bantu," tawarnya yang dengan tegas ditolak Lexi.
"Nggak usah, Mbak. Saya bisa sendiri."
"Tapi ..."
"Beneran, aku baik-baik aja." Lexi memaksakan senyumnya. Nyatanya, dia berbohong. Berjalan dengan tongkat penyangga seperti ini ternyata tidaklah mudah. Lexi bahkan nyaris jatuh jika wanita itu tidak cekatan menahannya.