28 : Penangkapan

68 3 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Barra menekan tombol yang tersembunyi diantara deretan buku di rak. Seketika itu juga rak buku berputar 90° memperlihatkan spasi kosong dengan lantai kayu. Tak ada yang mengira bahwa di balik rak buku, terdapat ruang bawah tanah yang cukup luas tempat dirinya menyadera seseorang.

Butuh tenaga yang cukup besar untuk membuka penutup yang menghubungkan lantai bawah. Barra menuruni anak tangga diikuti Carissa di belakangnya. Suara langkah mereka menggema di bawah sana menyebabkan tidur seorang wanita yang kaki dan tangannya dirantai terusik.

Kelopak mata sayu itu terbuka. Namun, bukan raut takut atau teriakan yang dia tunjukkan dengan kehadiran Barra dan Carissa di sana, melainkan hanya tatapan kosong seolah tak memiliki kehidupan.

Carissa merasa sedikit aneh dengan reaksi wanita itu, tapi dia tak mau memikirkan lebih jauh sehingga memilih untuk menelan pertanyaannya.

"Cepat! Kita harus segera membawanya pergi dari sini!" perintah Barra sembari membuka kunci dan melepas rantai yang membelenggu kaki serta tangan wanita yang merupakan sandera-nya. Menutup mulut si wanita menggunakan lakban agar tak bisa berteriak. Padahal, tanpa benda itu sekalipun, Aria memang tak berniat untuk melawan.

"Iya! Jangan mengomel, berisik. Nanti ada yang dengar," tegur Carissa sarat kekesalan.

Tanpa menunggu disuruh dua kali, Carissa bergegas membantu Barra dengan menyampirkan lengan satunya si wanita ke pundaknya. Ia cukup diuntungkan karena wanita itu tak memberontak seolah dia memang pasrah. Hanya saja, tatapannya yang kosong terasa mengganggu Carissa-tapi berusaha dia abaikan.

Ketiganya keluar melalui pintu yang terdapat di sana. Di luar, sudah ada mobil dan sang sopir yang menunggu, siap mengantarkan mereka ke tujuan.

Barra dan Carissa saling melempar tatapan penuh arti sebelum akhirnya si sulung Dityatama menghampiri si pengemudi dan mengetuk kaca jendela yang tertutup menggunakan pistol yang dibawanya.

"Aku tahu itu kamu, Hanz." Satu sudut bibir Barra tertarik ke atas saat dia memposisikan moncong pistolnya tepat mengarah ke dalam mobil. Perlahan kaca jendela terbuka, menampilkan seraut wajah ketakutan seseorang yang tak ia duga.

"Ten?!"

Barra terperanjat. Yang duduk di kursi kemudi bukan sekretaris Hanz, melainkan Ten. Pemuda itu kini mengangkat kedua tangannya takut-takut. Wajahnya memucat dengan keringat sebesar biji jagung menghiasi beberapa titik di pelipisnya.

"Tolong jangan bunuh saya, Tuan. Saya akui, saya telah berkhianat. Saya membagi semua informasi yang seharusnya menjadi rahasia Tuan dan nyonya pada Tuan Arkan," sesal Ten memohon ampun. Kedua tangannya yang semula teracung ke atas kini mengatup di depan dada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Revenge Of Alexi [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang