Dunia ini ibarat panggung sandiwara, siapapun bisa menjadi pemeran utamanya. Kali ini, Lexi lah yang memerankan posisi itu. Seperti 'katanya', Lexi harus memainkan perannya dengan baik untuk membalas orang-orang jahat itu.
-
Start : 16 Februari 2024...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• • •
DOR!
Mereka spontan merunduk mendengar suara pistol. Beruntung peluru yang ditembakkan mengenai pintu, bukan kaca.
"S-siapa dia?" Laxi menoleh takut-takut pada pengendara yang kini berusaha menyalip mobil mereka, tapi sekretaris Hanz segera menambah kecepatannya saat dirasa jarak mereka semakin menipis.
"Apa nggak ada senjata apapun di sini?" Lexi mengecek bagian mana saja yang sekiranya bisa dijadikan tempat menyimpan barang. Namun, ia tidak menemukan sesuatu yang dapat digunakan sebagai senjata.
Suara tembakan kembali mengudara. Kali ini terdengar bersahutan seolah ada dua orang yang tengah melakukan aksi bahu tembak. Ketiganya serempak memanjangkan kepala. Tidak jauh dari mereka, dua pengendara misterius saling menodongkan pistol. Wajah keduanya sama-sama tidak terlihat karena tertutup helm fullface.
Lexi memperhatikan pengendara dengan motor ninja merah secara seksama. Gadis itu tidak begitu yakin, tapi melihat dari postur tubuhnya, sepertinya ia tahu siapa orang itu.
Lexi menutup mulutnya. Bagaimana orang itu tahu kalau ada seorang penguntit yang mengikuti mereka diam-diam?
Bukan. Daripada itu, Lexi lebih penasaran motor siapa yang orang itu bawa. Meski sekilas motor itu mirip kawasaki ninja milik Raffan, bukan berarti itu adalah motor yang sama. Lagipula, tidak mungkin ia meminjamnya dari Raffan karena itu sama saja dengan membongkar penyamarannya sendiri.
"Bagaimana ini?" Lexi mengalihkan pandangan pada sekretaris Hanz.
"Pilihan terbaik saat ini adalah kabur selagi mereka saling melawan satu sama lain," putus sekretaris Hanz. Entahlah, setiap keputusan yang diambil pria itu seolah tidak bisa dibantah.
Sekretaris Hanz sekali lagi menginjak gas. Mobil melesat cepat meninggalkan dua manusia di belakang sana yang masih saja menembakkan peluru ke arah lawan. Lexi hanya bisa berdoa dalam hati semoga orang itu baik-baik saja.
🍃
"Gue denger lo diserang penguntit. Lo baik-baik aja, kan? Nggak ada yang luka?"
Suara seseorang yang sangat gadis itu kenal membuat langkahnya terhenti.
Sial, lagi-lagi bertemu Raffan. Rutuknya dalam hati.
Gadis itu bersiap melanjutkan langkahnya ketika suara khas yang dibuat pemuda itu tiap kakinya memijak lantai terdengar di belakangnya. Raffan berhasil menahan langkah gadis itu dengan menarik lengannya. Bahkan saking kuatnya tarikan sang adam, tubuh gadis itu sampai berputar menghadapnya. Netra keduanya bertubrukan. Hingga rintihan kecil yang keluar dari mulut gadis itu menyebabkan kontak mata mereka putus.
"S-sorry. Tangan lo luka? Yang mana?" Raffan menurunkan tangannya dengan hati-hati. Iris hitamnya sarat akan kekhawatiran, tapi itu sama sekali tidak menggugah hati gadis itu. Baginya, perhatian yang ditujukkan Raffan hanyalah kamuflase belaka. Setelah tahu betapa busuknya keluarga ini, gadis itu sudah mengklaim bahwa semua yang ada di rumah ini adalah palsu.