Hari kedua menjelang acara puncak.
"Kau mau kemana?" Tanya Renjun menghentikan langkah Jaemin.
"Bukan urusanmu." Balas Jaemin ketus.
Renjun menggeleng sambil tersenyum kecil. "Bisa bangunkan, Jisung? Hari ini dia harus mempersiapkan banyak tenaga untuk menjelaskan silsilah kepada para rakyat." Ujar Renjun.
Jaemin menghela napas berat. Tanpa banyak kata, ia berbalik badan untuk mengarah ke kamar Jisung. Meninggalkan Renjun yang hanya bisa tersenyum tipis melihat sikap Jaemin.
Matahari masih belum terlihat, hanya terdapat semburat tipis orange di langit. Suasana masih begitu sejuk dan Jaemin sudah harus bangun untuk membantu persiapan Jisung.
Jaemin melihat ada dua prajurit yang berdiri di depan pintu kamar Jisung.
"Apakah Paman Taeil ada di dalam?" Tanya Jaemin dengan wajah andalan nya."Tuan Taeil belum menghampiri Pangeran Aidos, Pangeran Arcanum." Jawab seorang prajurit dan memberi jalan untuk Jaemin.
Jaemin membuka pintu kamar Jisung. Tak lupa untuk kembali menutup pintunya dan berjalan menghampiri si Pangeran bungsu yang masih bergelung nyaman di tempat tidur nya.
"Jisung," panggil Jaemin dan mengguncang pelan bahu Jisung. "Bangun. Kau harus segera bersiap-siap." Ujarnya lagi.
Jisung tidak bergeming. Tidur nya terlihat sangat pulas dengan napas yang terdengar sangat teratur. Jaemin memilih untuk duduk di pinggiran kasur dan memandang ke arah Jisung.
Jaemin tidak menyangka bahwa Jisung telah menginjak usia dewasa. Usia yang membuat seluruh kehidupan akan terasa sangat menyebalkan. Jaemin hanya termangu menatap wajah Jisung yang tidak pernah berubah sedari ia mengenal nya.
"Kau tahu, aku iri kepadamu yang bisa tidur dengan nyenyak." Gumam Jaemin melihat Jisung yang sangat nyenyak dalam tidur nya. "Aku ingin berhenti untuk mimpi-mimpi buruk yang semakin hari membuat kepalaku terasa sakit."
Tangan Jaemin bergerak untuk mengelus pelan rambut Jisung. "Aku tahu, kau sangat ingin mendekatiku namun, aku selalu membatasinya. Supaya kau tidak terkenal sial ketika bersamaku." Lirih Jaemin mengulas senyum kecil.
Jaemin selalu mengetahui Jisung yang diam-diam mencuri pandangan ke arahnya. Jisung yang diam-diam selalu ingin mengetahui kabar dan kondisinya. Tentu saja, Jaemin dapat dengan mudah mengetahui nya namun Jaemin memilih acuh.
"Jisung," Jaemin menepuk-nepuk pelan kepala si Pangeran bungsu. "Jangan terlalu berusaha mendekatiku. Aku tidak ingin kau terluka karena bersama anak haram sepertiku." Bisik Jaemin penuh permohonan.
Kak, hiks. Kakakkk...
Adek nya Nana...
Tapi, Kak Nana bakal selalu setia, kan?
Tidur yang nyenyak adek kecil nya, Nana.
Na Jaemin selalu melindungi Park Jisung.
"Aish... sial," ringis Jaemin memegang kuat kepala nya yang terasa sakit ketika mendengar suara-suara.
Jaemin benci ketika suara-suara dan sekelebat kejadian hadir untuk membuat nya kebingungan. Baru saja, Jaemin melihat Jisung yang sedang tidur dengan ia yang menemani nya sambil bercerita.
Jaemin tidak mengerti. Semuanya terasa menyedihkan untuknya yang tidak mengerti apapun.
"Ingatan siapa ini?" Gumam Jaemin seraya berdiri dan memilih untuk meninggalkan kamar Jisung.
Jaemin akan meminta Taeil saja untuk membangunkan Jisung. Ia tidak mau Jisung senang karena mengetahui dirinya hadir untuk membangunkan Jisung.
Tanpa Jaemin sadari, ketika Jaemin keluar dan pintu kamar sudah tertutup. Jisung menangis dalam tidurnya. Dengan mata terpejam namun air mata yang mengalir deras di kedua sudut mata nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ii] The Seven Sons, D² (Delight & Dolour) || NCT DREAM
FanfictionMasa lalu adalah bagian dari masa depan dan masa kini. Sama seperti 7 dari mereka yang masih mencari arti dari sebuah kehidupan. Bersama, dalam 7 jiwa yang hancur secara perlahan. Kita akan kembali kepada masa yang tak lekang oleh waktu. Masa yang m...