10. Sorot Mata

1.1K 140 12
                                    

Hari keempat menjelang acara puncak.

Haechan berdecak kagum melihat ribuan kuda yang berbaris dengan gerobak berisi karung-karung besar.

"Rakyat pasti kenyang untuk 2 bulan ke depan," ujar Haechan berdecak kagum.

Jeno yang berdiri di samping nya hanya mendengus sinis. "Reaksimu sangat berlebihan. Menjijikkan."

Haechan mengendikkan bahu. "Kau mana pernah tahu betapa sulitnya bagi rakyat yang kekurangan dan berjuang untuk sebutir beras." Seloroh Haechan santai.

"Salahkan takdir mereka yang begitu buruk." Balas Jeno dengan nada santai tanpa beban.

"Hey?!" Seru Haechan melotot tak terima. "Pangeran seperti kau ini tidak layak untuk memimpin Terra Aeterna. Nanti kau akan membuat perintah mutlak untuk para rakyat miskin segera gantung diri di alun-alun kota!" Cerocos Haechan dengan nada kesal.

"Berisik." Sarkas Jeno menatap tak suka. "Lalu, kau pikir kau pantas untuk memimpin Terra Aeterna?!"

"Aku memang tidak akan pernah mau menjadi pemimpin. Jadi, itu bukan masalah utama bagiku," balas Haechan tersenyum pongah.

"Aku sangat ingin membunuhmu, Lee Haechan." Geram Jeno dengan tangan terkepal kuat.

Haechan tertawa mengejek. "Bunuh saja kembaranmu ini. Jika kau berani," ledek nya.

Jeno mengeluarkan pedang nya dan menghunuskan nya kepada leher Haechan. Tatapan Haechan terlihat membara. Ia suka ketika adrenalin nya terpacu.

"Memohonlah untuk nyawamu, adik." Sarkas Jeno menekan ujung pedang tepat di hadapan jakun Haechan.

"Aku tidak semudah itu untuk memohon kepadamu, kembaran." Balas Haechan sarkas.

"Wow, Hey... apa-apaan ini?" Seseorang dari arah luar menahan tangan Jeno. "Seharusnya aku yang membunuh kalian. Bukan kalian yang saling membunuh."

Jeno dan Haechan dengan kompak melempar tatapan tak bersahabat kepada orang yang baru saja tiba.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Jeno dengan nada rendah. "Tempatmu bukan disini, Captain Park Ji-bin"

Park Ji-bin tersenyum tipis, senyuman yang sanggup membuat amarah Haechan membuncah naik. Senyuman yang terkesan menjatuhkan harga diri seorang Lee Haechan, senyuman yang penuh akan tipu muslihat dan sangat licik.

"Terra Aeterna tidak mengundang seorang pengkhianat sepertimu, Capt." Ujar Haechan sarat mengusir.

Park Ji-bin tertawa halus. "Mohon maaf, Pangeran. Tetapi pengkhianat inilah yang berhasil membawa informasi penting terkait Abandoned Kingdom." Balas Park Ji-bin tersenyum lebar.

Jeno tertawa kencang, menertawakan kepercayaan diri seorang pengkhianat seperti Park Ji-bin. "Pengkhianat bodoh ini.." decak nya tak habis pikir. "Jika saja Mark dan Renjun melihat kehadiranmu saat ini, ucapkan selamat tinggal untuk kepalamu, Ji-bin."

"Ah, salah paham itu.." Park Ji-bin terkekeh halus. "Saya kira berita salah paham itu sudah hilang seiring berjalan nya waktu," kekeh nya.

Haechan berdecih sinis. "Anak mana yang bisa melupakan pelaku pembunuhan Ibu nya?"

"Ralat, Pangeran." Sergah Park Ji-bin. "Saya tidak pernah membunuh Empress Jun Ji-hyun. Wanita itu yang terlalu keras kepala sehingga mengambil langkah untuk menerobos Abandoned Kingdom." Jelas nya dengan wajah tak berdosa.

"Apa yang kau lakukan disini? Bukan kah kau seharusnya mati di saat pengasingan?" Tanya Jeno sarkas.

"Maaf, Pangeran. Saya tidak boleh mati semudah itu," bibir Park Ji-bin mengulas senyum kecil. "Karena Terra Aeterna masih membutuhkan saya."

[ii] The Seven Sons, D² (Delight & Dolour) || NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang