22. Tekad Egois di Tengah Ketakutan

2.4K 224 119
                                    

"LAIN KALI JIKA INGIN PERGI, KATAKAN SESUATU!" Omel Haechan sambil memukuli kepala Jaemin. "KAU MEMBUAT KAMI SEMUA PANIK!" Teriak nya kesal.

Jaemin meringis sambil melindungi kepala nya dari pukulan Haechan. "Maaf, aku tidak bermaksud membuat kalian panik." Lirih nya.

Jisung menarik bahu Jaemin untuk mundur, supaya tidak terkena pukulan Haechan. "Sudah, jangan memukuli Nana. Kasihan dia," ujar Jisung menenangkan Haechan yang masih terlihat emosi.

Haechan menarik napas berulang kali, berusaha mengatur amarah nya supaya mereda. "Na Jaemin, kau sangat menyebalkan." Gerutu Haechan dan berlalu pergi ke arah dapur untuk membantu Renjun menyiapkan makan malam.

Jisung menghela napas panjang, berbalik badan untuk melihat Jaemin yang hanya diam sambil menundukkan kepala nya.

"Nana, kami khawatir kepadamu," lirih Jisung berusaha membuat Jaemin mengerti akan marah nya Haechan.

Jaemin mendongakkan kepala dan menghela napas pelan. "Baiklah, aku minta maaf." Ujar nya pelan dan beralih menuju pintu.

"KAU MAU KEMANA?!" Tanya Chenle panik karena Jaemin akan membuka pintu rumah pohon. "Diluar sedang hujan deras, jangan bermain hujan apa lagi di malam hari!" Seloroh nya mendekati Jaemin.

Jaemin memandang Chenle. "Aku hanya ingin mengambil lampu sentir di bawah rumah pohon." Ujar nya dan keluar dari rumah pohon.

"Temani dia, Chenle." Titah Jeno dengan wajah datar, dan Chenle segera menyusul Jaemin yang berlari kecil menuju ke bawah rumah rumah pohon.

"KAPAN KAU MEMBUAT LAMPU SENTIR INI?" Tanya Chenle dengan suara keras supaya Jaemin bisa mendengar nya.

"KETIKA KAU DAN HAECHAN MEMBERSIHKAN DEBU DI BAGIAN BELAKANG RUMAH POHON!" Jawab Jaemin dan memberikan 2 lampu sentir kepada Chenle.

Jaemin membawa 2 lampu sentir lainnya dan berlari mendekati tangga untuk masuk ke dalam rumah pohon, di ikuti oleh Chenle di belakang nya dan menutup pintu tersebut.

Setelah memastikan Chenle mengunci pintu nya. Jaemin meletakkan lampu sentir yang ia peluk di dekat pintu, mengambil obor yang terpasang di samping jendela dan membakar sumbu lampu sentir sehingga 4 lampu sentir itu mengeluarkan cahaya yang cukup untuk menerangi rumah pohon yang gelap tersebut.

"Dari pada memakai obor, lebih aman memakai lampu sentir. Obor bisa habis kapan saja dan menyebabkan kebakaran tidak terduga," jelas Jaemin sambil memberikan 1 lampu sentir kepada Chenle. "Pasang lampu sentir ini di bagian dapur, supaya Renjun dan Haechan dapat memasak dalam keadaan terang," ujar nya.

Chenle tersenyum kecil, Jaemin benar-benar cerdas dan kreatif dalam segala hal. "Kau sangat hebat, Jaemin." Puji Chenle dan berlalu menuju dapur.

Jaemin hanya diam dan memasang 1 lampu sentir di dekat pintu, menggantikan obor yang telah ia padamkan. Lalu ia berjalan menuju ke bagian pintu kamar dan menggantung 1 lampu sentir di dekat kayu nya.

"Letakkan 1 lagi disini." Suruh Jeno menunjuk ke tengah ruangan, Jaemin menurut dan menggantung lampu sentir terakhir di dekat atap nya. Rumah pohon terlihat lebih terang dari pada sebelum nya.

Baru saja ingin mendekat ke arah dapur, Jaemin di kejutkan dengan lemparan kain yang mengenai wajah nya.

"Ganti pakaianmu. Lantai kayu di rumah ini jadi basah karena kau." Seloroh Jeno datar dan berlalu menuju ke kamar nya.

Jaemin menghela napas panjang. Dalam hening, ia membuka pakaian atas nya yang basah dan memakai kemeja cokelat muda yang di berikan oleh Jeno. Saat sedang mengancingkan kemeja nya, ia terkejut ketika kepalanya sedang di usap-usap menggunakan kain kering.

[ii] The Seven Sons, D² (Delight & Dolour) || NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang