5. Tugas yang ditunjuk

90 17 12
                                    

Annyeong, jangan lupa vote dulu ya. Gumawo 💜

 Gumawo 💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




💉💉💉


Tak lama setelah Jimin kembali ke kamarnya, terdengar suara roda pada troli yang bergesekan dengan lantai, bersama seorang petugas gizi membawa makan malam masuk ke kamar Jimin. Dalam satu wadah yang berisi semangkuk Gomguk, sup yang terbuat dari daging sapi, beras merah, Kimchi, dan beberapa potong buah melon menjadi santapan Jimin malam ini untuk memulihkan kesehatannya.

Sedangkan Yura kembali kemeja kerjanya. Memeriksa daftar obat dan mempersiapkannya setelah para pasien selesai menyantap makan malamnya. Baru saja Yura selesai memilah, dan menata obat-obatan, bel kembali bersuara berasal dari kamar Jimin.

"Kenapa lagi dia?" Gumamnya dalam hati dan beranjak menelusuri lorong hingga ke pintu paling ujung, memasuki kamar Jimin.

"Ada apa lagi? Mau keluar jalan-jalan lagi?" Kata Yura yang masih menampakan kepalanya di balik pintu.

"Tidak ... aku hanya kesulitan untuk makan sendiri. Kau bilang jika butuh bantuan, aku bisa menghubungimu. Lagi pula eomma belum kembali dari apartemenku, mungkin sedang beristirahat. Mm ... bisakah kau membantuku?" pinta Jimin. Nampak kesusahan menyodorkan makanan ke dalam mulutnya, karena selang infus yang menancap pada tangan kanannya.

"Aishh ... kau ini seperti anak kecil saja,"

Yura melangkah masuk ketika melihat upaya Jimin menyuapi dirinya sendiri gagal. Nasi yang belum sampai mulutnya, tumpah.

"Infus ini menyulitkan saja, kenapa terasa sakit saat aku menggerakkan sumpit," keluh Jimin.

Yura mengambil alih sumpit yang Jimin pegang, "Sini, ayo anak itik buka mulutnya, makanlah yang banyak ,agar cepat bisa tebar pesona ditelevisi lagi." Yura menyuapkan nasi dan lauk kepada Jimin. Mendengar Yura memanggilnya dengan sebutan aneh, Jimin mendengkus kesal, "Kenapa aku jadi anak itik?"

"Karena kau terlihat lucu ketika memanyunkan bibirmu seperti paruh anak itik," kekeh Yura. Membuat Jimin kembali memanyunkan bibirnya.

"Nah, seperti itu. Akan ku cari cermin kecil agar kau melihat bagaimana bibirmu saat mencibir?"

Jimin mendesis, "Tak perlu, nanti kau harus menggunakan kacamata hitam karena pancaran ketampananku sangat menyilaukan."

Yura tertawa mendengar perkataan Jimin yang terlalu percaya diri itu. Hingga terpancar aura kebahagiaan dari perawat itu. Tawa Yura seperti sengatan listrik yang membuat Jimin melebarkan senyuman, menatap dalam paras Yura. Jimin sendiri tak mengerti dari mana asal perasaan nyaman dan tenang saat bersama Yura, walau Jimin menikmati hal tersebut.

Yura merasakan bahwa Jimin menatapnya begitu dalam dengan senyuman yang belum pudar. "Apa yang kau pikirkan? Jangan-jangan kau berpikiran mesum?" tuduh Yura.

𝓜𝔂 𝓟𝓪𝓽𝓲𝓮𝓷𝓽  || 𝐏𝐣𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang