Nyonya Min mengajak Yura untuk makan siang di sebuah restoran. Sebagai rasa terima kasih karena sudah mau membantu dalam mempersiapkan pesta di apartemen baru Yunki kemarin. Di sela-sela acara makan siang itu. Yura menyaksikan bagaimana kehangatan yang keluarga itu berikan untuk anaknya. Yura membayangkan andai saja keluarganya utuh seperti itu, pasti Yura akan bahagia. Tanpa terasa kedua matanya mengembun, hatinya terasa seperti di remas, ada rasa iri di dalam benaknya.
"Eoh ... Nak. Kenapa menangis?" Nyonya Min menyadari perubahan wajah Yura yang menitikkan air mata.
Nyonya Min mengusap lembut pipi Yura yang basah karena air mata. "Apa ada yang mengganjal di hatimu? Apa pekerjaanmu terasa berat?" tanya Nyonya Min lembut, penuh perhatian.
Sungguh, Yura tak menyangka. Mendengarkan pertanyaan yang belum pernah Yura dengarkan dari siapapun. Ternyata rasanya melegakan jika seseorang di perhatikan seperti itu. Terlebih yang mempertanyakan adalah seorang ibu.
"Ah ..." Yura menahan air mata dengan menengadahkan kepalanya saat terasa akan jatuh lagi. "Eomma, Appa, aku senang bisa mengenal kalian."
Tak hanya Yura yang tersentuh, kali ini Nyonya Min juga merasakan hal yang sama. "Eomma merasa separuh jiwa Eomma telah hilang semenjak kepergian adiknya Yunki. Meski tak ada yang bisa menggantikan posisinya, tapi ... Semenjak bertemu denganmu rasanya aku telah bertemu kembali dengan putriku yang telah tiada. Yura, kau sudah ku anggap seperti putri kedua ku."
"Appa juga merasakan hal itu, Nak. Semoga kita bisa selalu berhubungan baik. Appa sudah menganggapmu seperti anak bungsuku." Tuan Min ikut menambahkan.
"Terimakasih, Appa, Eomma. Aku sudah lama sekali merindukan kehangatan sebuah keluarga. Sungguh suatu kehormatan, jika aku di terima di keluarga ini."
Kedua pasangan Min, mengangguk membenarkan. Yura memang sudah di terima semenjak kedatangannya yang pertama kali. Entah mengapa Yura dapat mencairkan suasana dan dengan mudahnya mengambil hati mereka.
"Mulai sekarang kami adalah rumah ke duamu, setelah orang tua kandungmu."
Seketika luruh sudah air mata yang susah payah Yura tahan. Akhirnya mengalir deras membasahi pipinya lagi. Ya, Yura sangat merindukan kehangatan seorang ibu. Kehangatan yang sudah lama berubah menjadi bara api setiap ia mendekat ke arah wanita yang sudah melahirkannya.
Kwon Yorin berubah menjadi sosok ibu yang berhati dingin, semenjak ayah Yura pergi meninggalkannya karena wanita yang lebih muda. Perubahan Yorin setelah melahirkan Yura, tak bisa di terima Kim Seojun. Yorin membesarkan Yura seorang diri. Sikap tempramennya lambat laun tak terkontrol. Yorin menyalahkan Yura penyebab suaminya meninggalkan dan memilih wanita lain. Ia melihat Yura seperti kutukan dalam hidupnya. Membuatnya sangat membenci Yura. Yura tak di besarkan dengan kasih sayang seperti temannya yang lain. Yorin lebih memilih sibuk bekerja dan pulang dengan kondisi mabuk. Jika Yura melakukan kesalahan kecil, maka tak segan-segan Yorin menghukumnya. Teriakan cacian dan pukulan seakan menjadi teman masa kecil Yura. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari rumah saat ia lulus SMA. Batinnya sudah tak tahan lagi menghadapi semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓜𝔂 𝓟𝓪𝓽𝓲𝓮𝓷𝓽 || 𝐏𝐣𝐦
Fanfiction❗ FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA ❗ Ketika pekerjaan mempertemukan Kim Yura dengan Han Jimin, antara perawat dan seorang idol terkenal, keberanian diuji di tengah kedekatan yang tak terduga. Namun, di balik hubungan yang sedang tumbuh, kehadiran Par...