Ketenangan akhir-akhir ini adalah berkat tersendiri bagi Wilona. Hidupnya yang beberapa hari ini terasa terombang-ambing ditengah lautan mulai menjadi normal, pikirnya.
Namun ketenangan itu bukanlah hal yang menyenangkan bagi Sasya. Dia tidak puas dengan bagaimana Wilona diperlakukan oleh orang-orang. Dia merasa Wilona seharusnya lebih dibenci.
"Arghh!..." Gerutunya.
Siang itu kelas Wilona dan Arin kebetulan tidak ada pelajaran, berbeda dengan kelas Sasya yang dalam pelajaran olahraga.
"Mau kemana Sya?" Tanya seorang gadis.
"Balik kelas sebentar, Ci! Izinin yah." Sasya berjalan santai menghampiri Wilona yang berjalan di ujung lain lapangan.
Ia sapa gadis itu dengan senyum terbaiknya.
Wilona tak mengenal Sasya secara dalam, tapi ia tau bahwa gadis ini adalah bagian dari anggota cheers.
"Wilona, boleh tolong ambilin bola voli di gudang lama ngga? Disuruh Pak Surya." Ucap Sasya meminta tolong Wilona.
"Hah? Aku?"
"Iya, maaf ya. Aku buru-buru mau ke toilet. Tolong, ya?!"
Meski enggan, Wilona mengiyakan permintaan Sasya dan berjalan santai menuju gudang. Gudang itu adalah gudang lama, tak banyak yang tersisa di dalamnya. Sudah jarang ada yang menggunakannya, akses menuju kesana pun sepi.
Ia bahkan tak yakin kalau masih ada peralatan olahraga yang disimpan disana.
Wilona berhati-hati masuk. Gudang itu penuh kertas dan berdebu, tidak ada tanda-tanda peralatan olahraga disana. Meski begitu, Wilona tetap masuk ke dalam untuk sekedar mengintip ke lemari kayu yang berjejer di dalam.
Tepat ketika kakinya melangkah lebih jauh, suara gebrakan terdengar dari arah belakangnya.
Pintu itu tertutup.
Awalnya ia pikir itu hanya angin kebetulan menerbangkan pintu kayu yang mulai lapuk itu, namun ia tetap berjalan mendekati pintu untuk kembali membukanya.
Wilona tidak tahan berada di ruangan gelap dan sempit seperti ini.
"Huh?" Dalam sekali dorong, pintu itu tidak terbuka. Intensitas detak jantung Wilona mulai naik, ia semakin gentar mendorong pintu kayu itu namun tidak juga berhasil.
"HALO!?!! Masih ada orang disini!!! Halo?!! Tolong bukain?!?? WOI!!" Teriaknya.
Wilona berteriak cukup keras, namun tak cukup keras untuk membuatnya didengar oleh seseorang. Sedang di dalam, udara terasa semakin menipis bagi Wilona.
"Tolong!!! Yang diluar, please!! Masih ada orang di dalem!!?!!" Teriak Wilona lagi.
Tapi berteriak adalah hal percuma. Bahkan jika atap gudang itu jatuh, tidak akan ada seorangpun yang menaruh minat untuk mengecek gudang itu.
Dengan tangan yang bergetar dan keringat yang mulai mengucur, Wilona mundur beberapa langkah dan mencari kontak sakelar lampu. Ia berniat memberi penerangan agar bisa melihat apa yang ada dalam gudang. Mungkin ada yang bisa ia gunakan.
"Ha?!" Ujarnya ketika lampu tak kunjung menyala meski sudah ditekan berulang kali.
Dadanya mulai terasa sakit, tangannya yang sejak tadi gemetar kini menjadi semakin dingin. Ruangan 3 × 3 itu pengap, hanya ada jendela kecil di atas sebagai ventilasi. Bahkan cahaya matahari sulit masuk ke dalam ruangan itu karena terhalang gedung sekolah.
Pandangannya mulai kabur. Ia meraba sekitar untuk kembali menuju pintu gudang, namun langkahnya tersandung dan membuatnya menjatuhkan setumpuk kertas berdebu di sampingnya, membuat dada semakin sesak.
"Tenang Wilo... Tenang..." Meskipun mengatakan demikian, tubuh Wilona seperti menolak ucapannya.
Dadanya terasa ditekan penuh, membuat nafasnya semakin memendek. Ia bahkan tidak lagi sanggup untuk berdiri.
Entah keringat atau air mata, wajah dan pakaiannya basah. Jika tidak segera keluar dari sini, Wilona tidak yakin akan bisa keluar hidup-hidup.
*i bring i bring all the drama ma ma ma
KAMU SEDANG MEMBACA
lovenemy; [completed]
Fanfictiontwo biggest enemy are going to start a spark of love. watch how they cope with their strange feeling! in fact, not just them whose fall in love in highschool. guess who does?!