BAB 01
MENYEBALKAN ketika Arash dibangunkan oleh Mamanya padahal ia baru saja tidur dalam hitungan menit, dan yang lebih menyebalkannya lagi, alasan Mamanya membangunkan Arash adalah karena ia harus bertemu dengan seorang perempuan yang hendak dijodohkan dengannya. Damn, padahal kepala Arash masih pusing akibat jet lag. Penerbangan dari New york ke Jakarta bukanlah penerbangan singkat, setidaknya ia harus beristirahat seharian penuh, barulah bisa beraktivitas.
Beginilah nasib menjadi anak tunggal, saat kecil dimanja, saat besar penuh aturan. Bahkan dalam menentukan pasangan saja, harus Mama Arash—Nyonya Erren— yang menentukan. Perjodohan ini sudah ditentukan sejak lama, hanya saja mereka baru akan dipertemukan hari ini. Senang? Tentu saja, tidak.
Ini bukan jaman Siti Nurbaya, Arash bisa mencari pasangannya sendiri. Lagi pula, ia masih muda, masih anak SMA. Dan Arash tidak sejelek itu untuk dijodoh-jodohkan dengan perempuan asing—kalau-kalau Mamanya khawatir Arash tidak laku— banyak perempuan yang mendekati Arash, bukannya pamer dan sombong. Fakta itu harus Arash jabarkan agar ia tidak terlihat menyedihkan karena dijodohkan. Meski belum pernah pacaran secara resmi, tetapi Arash sudah beberapa kali dekat dengan perempuan.
Jadi, dijodohkan seperti ini sebetulnya sangat menyentil ego Arash, namun menolak keinginan Nyonya Erren sama saja seperti menggali kuburannya sendiri. Selain wanita itu akan mengamuk sampai mencekiknya, Arash menerima perjodohan ini karena menghargai Mamanya. Nyonya Erren sangat menyayanginya dan selalu memanjakannya, jadi Arash menganggap menuruti keinginan Mamanya sama saja dengan membalas kebaikan beliau. Meski belum bisa membalas semua jasa Mamanya, setidaknya Arash sudah berusaha.
"Namanya Auristella, orangnya cantik tinggi, putih, dan matanya—"
"Bulat dan besar," sela Arash jengah. Kalau Arash tidak salah hitung, Mamanya sudah mendeskripsikan perempuan bernama Auris itu sebelas kali, dalam minggu ini.
"Ya betul!" Nyonya Erren bertepuk tangan. Wanita itu selalu bangga jika menjabarkan tentang perempuan bernama Auris itu. "Kamu harus baik sama Auris, jangan sombong, smileeee." Wanita itu menggerakkan tangan seolah menarik bibir Arash untuk tersenyum.
Arash mendengus saja menanggapinya, ia kemudian menggunakan waktu tiga puluh menit untuk membersihkan diri dan bersiap-siap. Mereka akan bertemu di sebuah caffe di dalam Mall, caffe yang tidak asing bagi Arash karena ia juga sempat beberapa kali mengunjunginya.
Dua puluh menit berkendara dengan motornya, Arash akhirnya sampai di gedung Mall itu. Ia melepas helm dan jaket, lalu berjalan selagi merapikan rambutnya yang berantakan.
Arash disambut sepi begitu ia memasuki area caffe, mata tajam lelaki itu menyisir dari kiri ke kanan tetapi tidak juga menemukan meja berisi Perempuan dengan ciri-ciri yang Nyonya Erren sebutkan. Sepertinya Auris belum datang, jadi Arash pergi menuju kasir dan memesan satu cup kopi berukuran medium. Ia bawa kopi tersebut menuju salah satu meja tepat di sisi jendela. Lelaki itu hendak menyesap kopi tersebut namun gerakannya terhenti ketika seorang perempuan masuk menggunakan seragam sekolah dengan rompi kotak-kotak abu. Cantik, pujian itu refleks Arash ucapkan dalam hatinya.
Perempuan itu memesan kopi dan cake, lalu duduk tepat di meja belakang Arash. Harum segar langsung terhidu begitu Arash menarik napas, harumnya tidak menyengat, samar dan lembut, jenis parfum yang tidak akan membuat hidung Arash perih karena baunya yang terlalu kuat. Arash sedikit melirik ke belakangnya, sayang, perempuan itu duduk membelakangi Arash sehingga ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.