Di Washington, Arash bisa mendapatkan perempuan mana pun yang ia inginkan. Cukup dengan satu senyum, Arash bisa menyeret perempuan itu masuk ke dalam kamar untuk bertukar desahan. Semudah itu Arash mendapatkan kepuasan.
Malam ini, Arash pergi ke sebuah club yang mana dikelola oleh sepupunya sendiri. Tanpa jalur orang dalam, Arash mana mungkin bisa masuk karena aturan club yang pertama adalah, seseorang bisa masuk ke dalam setelah berusia dua puluh satu tahun.
Arash duduk di stool, ia teguk satu seloki berisi alkohol yang masih bisa ia toleransi kadarnya. Arash tidak ingin mabuk, he's not in the mood for sex either. Arash hanya ingin berada di luar rumah, sekedar untuk melupakan niatnya yang ingin memperbesar bokong.
Damn. Baru kali ini Arash tertarik pada perempuan tetapi harus memperbesar bokong terlebih dahulu untuk mendapatkan perhatiannya. Arash sadar, wajahnya bisa dibilang tampan, tingginya di atas rata-rata lelaki Indonesia, tubuhnya juga tidak bisa dibilang kurus karena ototnya yang kini besar dan kekar. Arash harusnya percaya diri untuk mendapatkan Helza, kalau saja perempuan itu tidak mengatainya bokong tipis.
"Fuck!" Arash teguk seloki ke dua dan mengerang. Ia kesal karena bayangan wajah Helza tidak mau hilang.
"Lo kenapa sih, uring-uringan mulu gue lihat-lihat." Alex si pemilik club and bar –sepupu Aras—duduk bergabung di sana. "Sini cerita sama gue, jangan tiba-tiba bunuh diri."
Arash mendelik. "Menurut lo..., bokong gue tipis?"
"Hah?"
Aras bangkit, ia beputar badan untuk menunjukkan bokongnya. "Look, is my ass small?"
"What the fuck are you saying?"
Arash mendengus. "Pergi lo!"
"Lo kenapa sih anjing?!" sentak Alex. "Datang-datang nanyain bokong! Lo waras?"
Tentu saja tidak. Arash merasa dirinya sudah tidak waras sejak bertemu Helza. Cowok itu kembali duduk. "Gue tertarik sama cewek tapi dia enggak suka gue."
"Gak suka lo? Gara-gara?"
Arash berdehem, ia menjawab sambil memalingkan wajah. "Gara-gara bokong gue tipis." Alex tertawa detik itu juga. Yeah, tertawalah sepuasnya. Bahkan jika Arash ada di posisi Alex, ia mungkin akan tertawa sampai kotak pita suaranya hilang seperti spongebob.
"Seriusan, ada ya cewek yang mandang bokong?" Alex mengusap punggung Arash lebay, seolah memberi dukungan pada Arash yang sedang berduka. "Carilah cewek yang enggak mandang bokong, tuh, di sana banyak!"
Arash menatap ke arah di mana jari telunjuk Alex mengacung, di sana ada belasan perempuan yang menari di dance floor. Yeah, benar. Arash tidak perlu memikirkan Helza lagi. Dia bisa mendapat banyak perempuan tanpa effort, mengapa juga ia harus memperbesar bokong untuk Helza? Hah, sungguh pemikiran tidk waras yang melukai harga diri.
Arash melompat dari stool, matanya segera memindai ke area dance floor. Memilih perempuan mana yang bisa ia ajak bersenang-senang malam ini. "That one." Arash mendapatkannya.
"Nice choose bruh!" Alex ikut turun. "Lupain si perempuan obsess bokong itu!"
Arash mengangguk kecil. Ah, sayang sekali ia harus mengatakan selamat tinggal pada Helza bahkan sebelum mereka tidur satu ranjang. Baiklah, tidak masalah. Ada banyak perempuan yang lebih menarik dari Helza di sini.
Mari lupakan Helza dan mulai bersenang-senang. Namun, baru satu langkah Arash berjalan, ia mendadak harus berhenti ketika mencium harum familier di sekitarnya. Helza's scent. Arash knew it even though they only met a few times