Hai, maafkan kalo masih ada typo karena aku edit bab ini sekali aja.
Happy reading!
***
JIKA Helza ditanya, hal apa yang ia sesali akhir-akhir ini, jawabannya adalah menolong Auris. Perempuan menyebalkan satu ini, bagaimana bisa bertindak tidak tahu malu? Setelah ikut makan dengannya, memintanya memesankan menu, dan minta dibayarkan tadi, Auris kini ada di dalam mobil Helza. Perempuan itu merengek padanya untuk diantar. Sialnya, meski merasa jengkel, ada rasa iba yang menarik Helza untuk membantu perempuan itu.
"Di mana rumah lo?" tanya Helza sesaat setelah mini Cooper yang ia kendarai keluar dari basemen.
Auris tidak menjawab, membuat Helza harus menoleh ke kiri. Perempuan itu ternyata tengah melamun, ada air mata yang kembali turun membasahi pipi Auris. "Woy, rumah lo di mana?! Gue harus belok kiri apa kanan?"
"Gue boleh enggak nginap di rumah lo?" Auris melirik Helza, melihat gadis berambut ikal itu melotot, Auris sudah tahu jawabannya. "Gue enggak mau pulang ke rumah, nyokap gue pasti marah setelah keluarga Arash minta pembatalan pertunangan."
"Ya iya lah marah, orang tua lo udah kasih cowok modelan Arash, lo malah milih si Hengky yang mirip ikan lele itu." Helza mengomel, ia sudah lama ingin mengutarakan komentarnya mengenai otak Auris yang sepertinya terletak di dengkul itu. Maksud Helza, meski tidak mau dengan Arash, setidaknya Auris masih bisa mendapatkan cowok lain, seperti Noah atau Nanggala. Atau cowok mana saja yang sedikit tampan atau minimal modal uang, "Kok bisa, sih, lo secinta itu sama si Lele?"
Auris berdecak. "Lo harusnya berterima kasih sama gue, kalau gue terima perjodohan itu, gue pasti udah tunangan beneran sama Arash. Dan lo enggak mungkin punya kesempatan buat deket sama dia," ujarnya, Helza hendak menyanggah, namun Auris tidak mau memberikan kesempatan. "Jadi apa gue boleh nginap di rumah lo?"
"Lo pikir gue sudi mungut lo?" balas Helza sewot.
"Semua akses keuangan gue diblokir nyokap, gue enggak bisa sewa hotel, gak bisa ke rumah Renjana juga karena nyokap pasti cari gue ke sana. Apa harus gue balik dan nginap di rumah Hengky aja?"
"Lo tolol?!" hardik Helza.
"Enggak ada pilihan lain, atau gue ke rumah Arash—"
"Sehari, lo boleh nginap di rumah gue sehari!" sela Helza selagi membelokkan mobilnya untuk putar arah menuju kompleks rumahnya. "Gue beneran enggak habis pikir, kok, bisa, lo secinta itu sama si Lele? Asal lo tahu aja ya, dia selingkuh bukan sekali dua kali aja!"
"Gue tahu."
"Dan lo bertahan?"
Auris meraup wajahnya, lalu menyenderkan punggungnya pada sandaran jok. "Dulu dia enggak gitu."
"Enggak ya bego, dari dulu dia begitu!! Lo nya aja yang tolol."
"Mungkin," kekeh Auris pahit.
"Setelah lihat dia selingkuh dengan mata kepala lo sendiri sekarang, lo bakal tetap balik sama dia?"
"Gue harus balik sama dia, bukan karena gue cinta banget sama dia."
Helza melirik heran. "Terus karena apa? Karena lo hamil dan butuh tanggung jawab dia?" tanyanya, lalu hening. Helza melirik Auris lagi, hendak berbicara namun matanya melebar menyadari sesuatu. "Anjing?! Lo beneran hamil?!" tuntutnya menatap horor pada perut Auris.
"Gue enggak tahu."
"Apa maksud lo enggak tahu?!"
"Gue belum cek!" tangis Auris yang sempat reda kini kembali turun. "Gue enggak berani cek."