⚠️ Trigger Warning ; ada percakapan Arash dan Dara yang mungkin tidak nyaman untuk dibaca oleh sebagian dari kalian, silakan untuk di-skip, kalau enggak tahan. Tapi bab ini cukup penting supaya mengerti alur cerita.
***
“HEL, can I ask you something?” Arash, yang tengah mengolesi lembar roti dengan selai, bertanya tanpa menatap Helza yang kini duduk santai di sofa sembari memeluk bantal. Tadi, Arash sempat menawarkan Helza untuk memesan makanan lewat online, atau jika Helza mau, Arash bisa turun untuk mencari makanan di kantin bawah, tetapi, perempuan itu menginginkan roti panggang. Maka di sinilah Arash berdiri, di depan pantri mini, bermain dengan roti dan selai untuk pertama kali.
“Sure, go ahead.” Meski merasa waswas—takut Arash menanyakan alasan Helza mabuk kemarin, atau menanyakan luka di tubuh Helza, perempuan itu tetap bersikap tenang. Yah, lagi pula ia hanya perlu membuat satu kebohongan untuk menjawab rasa penasaran Arash.
“Lo suka sama Noah?”
Helza melongo, pertanyaan Arash di luar dugaannya. “Engga ada alasan enggak suka sama dia, kan? So, yeah, I like him.” Gerakan tangan Arash berhenti, dan itu tertangkap jelas oleh Helza sebelum kemudian cowok itu kembali mengoleskan selai pada roti dengan sedikit brutal. Helza mendengus geli karenanya. “He’s handsome.” Perempuan itu menjeda, memerhatikan tangan Arash yang semakin kasar gerakannya. “He’s kind, tall, and—why?” Helza tertawa ketika Arash membanting roti yang penuh selai ke tempat sampah. Raut wajah cowok itu tampak kusut.
“And what?” desak Arash. Ia berbalik Arash menatap Helza. Sebenarnya Arash tahu, apa yang hendak Helza katakan. Pasti tentang bokong padat sialan itu. “He’s handsome, kind, tall, and what?”
“And he fulfills the expectations of the girl at school about ‘boyfriend material’ they want.” Helza mengedikan bahu dengan bibir membentuk senyum terbalik di akhir kalimatnya.
“How about you? Did he fulfill your expectations?”
“What? Of course not.” Helza terkekeh melihat wajah tegang Arash perlahan lenyap. “He’s not my type.” Perempuan itu turun dari sofa, mendekat pada Arash, ia mengambil roti baru dan mengolesinya dengan selai.
“So… what’s your type?”
“Mm… gimana gue jelasinnya? Tipe cowok gue a little bad….” Helza melirik Arash. “Because he is engaged.”
Arash membuka mulut, hendak bicara, tetapi kemudian menutup mulutnya lagi membuat tawa Helza berderai. Arash mendengus, ia mengangkat Helza ke atas permukaan pantri, memepetnya hingga napas mereka beradu dalam jarak tidak lebih dari seruas jari. “I’m not enganged.”
Alis rapi Helza berkerut. “What do you mean? I was talking about my type, not about you.”
Arash melengos, menjauhkan diri, hendak membuat jarak namun kaki Helza lebih dulu menahannya. Melilit Arash agar tidak menjauh. “How about you? What kind of girl is your type?” tanya perempuan itu.
Arash menatap mata Helza. “A girl like you.” Sebelah tangannya terangkat, menyentuh permukaan pipi Helza yang halus. “You’re my type.” Arash mengadukan kepala mereka, membuat hidung mereka bersentuhan. Arash suka bagaimana mereka saling berebut udara dalam jarak ini, Arash suka aroma stroberi yang keluar dari mulut Helza, Arash juga suka pada getaran yang perlahan menyapanya ketika napas Helza mulai berat karena ulahnya. “I will kiss you, push me if you mind.”