JIKA Dara memiliki kriteria cowok yang kaya raya, royal, tampan dan berbokong padat, sementara Aruna memiliki cowok idaman soft boy yang tampan dan pintar, lain halnya dengan Helza. Tidak perlu tampan, dan kaya atau pintar, Helza hanya ingin cowok yang kalem, tidak banyak tingkah, dan enak dipandang saja. Entah wajah atau bokongnya, yang penting tidak membuat Helza memutar bola mata ketika mereka bertatap muka. Enak dipandang menurut Helza adalah cowok yang berpakaian rapi, bersih, dan wangi.
Banyak cowok tampan di sekolahnya, tidak terhitung ada berapa. Mungkin puluhan atau ratusan. Sayangnya, mereka memiliki kelainan. Kelainan versi Helza adalah cowok yang banyak tingkah, pecicilan, jelalatan tetapi sombong. Hanya karena mereka memiliki wajah tampan, mereka menjadi angkuh dan merasa semua perempuan akan menyukai mereka. Berengseknya, mereka hanya mengincar cewek-cewek yang menurut mereka cantik saja, sementara cewek yang menurut mereka biasa saja, akan mereka tolak dan dianggap tidak ada. Mereka merasa harus mempunyai cewek cantik karena mereka tampan. Padahal, tidak semua cewek sudi memiliki cowok berwajah tampan. Seperti halnya Helza.
Memiliki cowok dengan tampang di atas rata-rata itu tidak enak, banyak saingannya. Apa lagi jaman edan seperti sekarang, yang merebut bukan hanya perempuan melainkan waria alias boty. Sungguh, Helza tidak sudi harus berebut cowok dengan makhluk tanpa tulang itu. Jadi, cowok dengan wajah tampan bukanlah prioritas utama untuk Helza dalam mencari pacar.
Di sekolahnya, ada sekelompok cowok dengan circle elit. Kaya, tampan, popular. Nanggala adalah salah satu cowok idaman di sekolah mereka, di posisi ke dua ada Billy, yang satu ini tidak kaya, tetapi banyak tingkahnya. Namun, posisi Billy tergeser sejak ada anak baru di sekolah mereka. Arash dan Noah, keduanya cowok ber-keturunan Amerika, dua-duanya juga tampan dan kaya. Sayangnya, Helza tidak tertarik pada ke empatnya. Dan mereka pun sepertinya tidak tertarik pada Helza.
Oh, tidak. Ada satu yang tertarik padanya, Billy, cowok pecicilan satu itu, sungguh gigih dalam mengejarnya. Sampai-sampai Helza muak dan rasanya ingin mengiris telinga cowok itu setiap saat mereka jumpa. Sialnya, Dara dan Aruna, justru selalu menjodoh-jodohkannya dengan Billy. Dengan berbagai rayuan, juga desakkan dan alasan tak masuk akal, kedua sahabat Helza itu memaksanya untuk menerima Billy. Katanya, hidup Helza terlalu sepi, akan lebih baik jika di dalamnya ada Billy. Cih, bukan lebih baik, melainkan lebih buruk. Billy itu seperti Dara versi cowok, dia sangat berisik. Helza tidak akan sanggup jika harus berpacaran dengan cowok seperti itu.
Karena terus-terusan didesak untuk berpacaran dengan Billy, Helza akhirnya mengambil alibi. Berpura-pura menyukai Noah karena cowok itu mempunyai bokong padat adalah pilihan yang tepat. Syukurlah Dara dan Aruna teralihkan, kedua gadis itu tidak pernah menjodoh-jodohkannya lagi dengan Billy.
Ah, sebenarnya Helza juga ingin mempunyai pacar, terakhir ia pacaran adalah enam bulan lalu. Sialnya, ia belum menemukan cowok yang sesuai kriteria sampai sekarang. Cowok pilihan-pilihan Maminya justru yang paling buruk, tidak ada satu pun dari mereka yang masuk kriteria Helza meski hanya satu poin. Kira-kira di mana Helza bisa mendapatkan pacar?
“Halo, kursinya kosong, ya?” suara khas Ibu-ibu galak, yang sama persis dengan Maminya membuat lamunan Helza buyar. Ia sedang duduk menunggu dua Husky nya yang tengah divaksin di petshop dan klinik dekat kompleks.
“Ah, iya, kosong tante.” Helza menjawab selagi mengedarkan pandangan ke ruangan. Ada banyak kursi yang kosong di depan atau bahkan di belakangnya, kenapa tante ini justru harus memilih kursi di samping Helza?
“Boleh ya, tante duduk di sini?”
“Silakan.” Helza tersenyum, ia meraih sling bag yang semula tersimpan di kursi samping agar tante di depannya bisa duduk. Helza sempatkan melirik tante itu, wajahnya tegas dengan mata biru cenderung abu, meski memiliki tan skin, tetapi wajah tante itu jelas keturunan barat.