BAB 12: NOMOR TELEPON

44 9 6
                                    

"Gini Mbak, kami tidak bisa mendapatkan jawaban dari unit apartemennya jadi kami belum bisa mengizinkan Mbaknya masuk bukan karena kami tidak percaya, tapi ini memang standar aturan di apartemen ini Mbak. Bagaimana kalau Mbaknya menelepon dulu Pak Randy-nya dan nanti kalau sudah dapat jawaban tolong minta Pak Randy untuk menghubungi resepsionis supaya Mbaknya diizinkan naik. Atau Pak Randy-nya bisa datang ke bawah untuk menjemput Mbaknya ini lebih baik."

Karena permintaan sang resepsionis sangat masuk akal, demi keamanan apartemen itu akhirnya Ardi pun setuju untuk sedikit mengerjai Zee.

Sejujurnya dia juga tidak tega melihat Zee yang basah kuyup kedinginan. Tapi sang security juga ingin tahu apakah benar Zee mengenal dan memang diundang oleh orang yang disebutnya tadi?

"Oh, jadi saya tetap masih harus telepon Pak Randy-nya ya?"

Sempat lemas juga Zee karena tadi di kampus dirinya baru saja kena omel oleh Randy dan apakah sekarang Randy tidak akan marah dengannya?

Bukan hanya itu. Masalah utamanya, berapa nomor telepon Randy?

Nah ini jadi masalah baru yang membuat kepala Zee jadi cenat-cenut!

"Sebentar deh Pak saya telepon dulu!"

Namun masalahnya siapa sekarang yang akan Zee telepon?

Lia: Zee, beneran lo nggak apa-apa?

Karena khawatir dengan sahabatnya yang tiba-tiba menanyakan dosennya, Lia jadi menelepon balik.

Tapi sebenarnya Zee sedang tidak ingin bicara dengannya dan sedang berpikir bagaimana mendapatkan nomor Randy.

Zee: Oh, gapapa! Aman semuanya! Kenapa lagi lo nelpon gue? Cuma mau nanya kayak gini doang?

Lia: Kakak gue nanya, lo beneran gapapa? Atau lo ada masalah ama tuh dosen? Kata kakak gue, Mungkin lu bisa buat janji sama dia dan minta maaf ke kantornya kalau emang lo ngerasa perlu ngobrol sama dia! Kalau mahasiswa baik-baik datang dan minta maaf tanpa intrik buat ngedeketin dia atau yang lainnya kata kakak gue sih dia orangnya ramah dan baik aslinya.

Mual rasanya Zee mendengar penjelasan Lia karena kalau Randy memang ramah dan baik tidak mungkin kan Dia menyuruh Zee yang sudah jelas statusnya sebagai anak sahabat ayahnya dan istrinya untuk berdiri di koridor kelas? 

Zee: Kakak lo kenapa tiba-tiba muji-muji dia? Emang kenal?

Lia: Lah, dia kan dospen kakak gue! Jadi kakak gue emang banyak interaksi ama dia. Dan untungnya kakak gue cowok jadi dia bilang Prof Randy cuman gak suka ama cewek banyak modus dan mahasiswa yang banyak bikin masalah.

Zee: Oh ya? Jadi kakak lo punya nomor telepon dia?

Lia: Punyalah. Lo mau? Tapi kata kakak gue jangan lo modusin ya! Mending lo telepon dia, minta maaf soal lo yang terlambat kemarin. Soalnya kalo lo kirim pesen doang, biasanya nggak akan dibalas sama dia.

Zee: Mau banget! Cepetan gue minta!

Untung saja ada bantuan yang membuat Zee tidak harus memutar otaknya bertanya pada kedua orang tuanya perihal nomor telepon Randy.

Dan secepat mungkin Zee menghubunginya selepas sahabatnya mengirimkan nomor telepon Randy.

"Gak diangkat? Apa dia nggak kenal nomor teleponnya jadi dia nggak mau angkat? Tapi kalau aku kirim pesan katanya juga nggak akan dibales!"

Zee sebal teleponnya tidak diangkat tapi dia tidak menyerah karena memang dia tidak tahu kemana lagi harus pulang kalau tidak ke apartemen Randy.

Kalau pulang ke rumahnya dia justru akan kena omel oleh orang tuanya dan ini bisa menjadi masalah baru.

Makanya dia mencoba mengulang menelepon berkali-kali!

"Hatchim!" sampai Zee yang sudah sejam mencoba menelepon Randy tak kunjung diangkat juga, sneezing.

"Dia kemana sih? Masa angkat telepon aja nggak mau!" Zee ngedumel dan makin kesal karena sampai bajunya dari basah jadi lembab dan tubuhnya menggigil karena semprotan AC di foyer cukup dingin, masih belum nyambung juga teleponnya.

Hampir saja dia menyerah dan tadinya ingin pulang saja ke rumah orang tuanya. Cuma melihat pakaiannya yang berantakan seperti ini bukankah orang tuanya akan berpikir buruk dan ujung-ujungnya akan menjadi masalah baru untuknya?

"Gimana kalo ntar malah dituduh aku yang bikin masalah ke dia?"

Zee yang mau menyerah jadi kembali memencet nomor telepon Randy.

"Kalo gak diangkat juga, aku bakal datengin bapaknya di rumah sakit dan aku bilangin kalau dia nyuekin aku!"

Dua jam lebih Zee di foyer. Bukan hanya karena menelepon yang tidak diangkat-angkat Tapi karena tadi bolak-baliknya satpam ke resepsionis juga memakan waktu, Zee hampir habis kesabaran! Makanya ini adalah percobaan teleponnya yang terakhir

Dia pun memencet tombol hijau dan menunggu pria berstatus suaminya mengangkat.

Randy: Halo, ini siapa ya?

Zee: Kak Randy, eh salah, Prof Randy, saya udah di depan apartemennya! Tapi saya nggak bisa masuk ke dalam soalnya saya nggak tahu unit nomornya berapa terus kata satpam tadi profesor Randy harus telepon dulu ke resepsionis dan bilangin kalau saya mau naik atau lebih baik kalau turun ke bawah langsung.

'Ya ampun, aku lupa lagi nggak ngasih dia kartu pass!'

Yang ini memang Randy mengakui adalah kesalahannya.

Tadi pagi dia berangkat terburu-buru dan hanya memberikan kartu ATM. Lagi pula, lupanya Randy bukan semata-mata karena lupa. Ada sesuatu juga yang membuat dia tidak memberikan kartu pass itu.

Randy: Ya udah, kamu tunggu di bawah dulu sebentar nanti saya turun!

Randy menutup teleponnya dan dia tak tunggu lama langsung menuju ke pintu apartemennya dan berlari kecil menuju lift.

Ada rasa bersalah juga dalam dirinya karena dia memang tidak mengecek teleponnya. Dia tidak biasa melakukan itu saat baru sampai ke rumah dan dia biasanya membuat dirinya nyaman dulu dan menyelesaikan semua kebutuhannya baru melakukan pekerjaannya.

Dan handphone Randy sebagian besar isinya menghubungkannya dengan pekerjaannya. Lagi-lagi, dia memang tidak kepikiran kalau Zee lama tiba di apartemennya karena ada masalah.

'Ini semua karena dia terlalu berantakan! Kalau dia tidak seperti itu mungkin aku akan menganggap serius dia yang belum sampai ke apartemen!' bisik hati Randy saat dia sudah memasuki lift dan langsung memencet tombol menuju lobby.

"Prof Randy!"

Campur aduk perasaannya. Sebenarnya Randy tadi khawatir melihat Zee yang memakai pakaian basah dan berdiri di sana cukup lama. Tapi dia juga kesal dengan cara Zee memanggilnya di hadapan orang banyak di lobi apartemennya.

'Prof? Lalu apa dia pikir aku akan mengundang mahasiswiku ke apartemenku?'

Penat sendiri kepala Randy memikirkan tentang apa yang ada dalam pikiran orang-orang yang mendengar sapaan tadi. Cukup kencang Zee memekik ketika Randy berjalan ke arahnya.

"Akhirnya Prof Randy turun juga! Ha-hatchim! Ehm, Maaf Prof, kayaknya kedinginan AC, jadinya bangkis deh!" cuma Randy yang mau marah pada Zee jadi tidak tega juga membayangkan Zee yang pasti masuk angin karena pakaian basah itu.

"Ini, kamu pakai sweater saya dulu!"

Makanya Randy yang tidak berpikir panjang lagi kecuali untuk menghangatkan tubuh Zee sampai ke dalam unit apartemennya, membuka sweater yang dikenakannya.

Tak ada niatan buruk tapi ini malah membuat Zee jadi kemana-mana pikirannya.

'Wow, keren tubuhnya kekar juga dan dia beneran buka sweaternya buat aku pake?'

JODOHKU BUKAN TIPEKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang