BAB 14: CURI PANDANG

45 9 7
                                    

"Nah, ini juga yang mau saya bahas sama kamu," seru Randy, dan dari wajahnya jelas saja Zee sangat khawatir sekali kalau pria itu akan mengamuk dan memarahinya.

Matanya memandang dengan tatapan lumayan mengerikan seperti yang tadi di dalam ruang kelas.

"Tapi kamu makan dulu. Dari tadi kamu belum makan, kan?"

"Makan?”

Senyum Zee refleks terlihat ketika Randy baru saja menunjuk ke arah meja makan dan mengangguk.

"Asik! Iya emang aku makan cuma pagi itu doang yang dibikinin Kak Randy!” seru Zee asal berceloteh aja.

“Makasih ya Kak! Kirain tadi mau dimarahin dulu dan nggak bisa makan sampai dimarahinnya udahan."

Dan memang biasanya kan kalau orang sudah kesal, mau marah, tidak mungkin bisa menahan perasaannya dan sudah langsung mengomel begitu saja.

"Ya daripada saya ngomel nanti kamu tahu-tahunya pingsan gara-gara kelaparan? Cepat makan dulu."

"Makasih prof Randy. Eh maaf, kak Randy."

Dan secepat mungkin Zee duduk di meja makannya, sedangkan Randy merapikan semua buku-buku Zee yang masih basah ke atas pantry.

“Itu buku-buku aku.”

"Ini yang mau saya bahas nanti. Kamu makan dulu. Makanan itu porsi untuk satu orang, jadi kamu harus habiskan karena saya sudah makan."

Zee masih belum tahu apa yang mau dibahas, tapi sekarang hatinya merasa sangat senang. Dia tidak menyangka kalau Randy akan memasakkan makanan untuknya, mengurus sepatunya, sekarang menggiling pakaian kotor dan basahnya di mesin cuci dan tadi sudah mengeluarkan semua isi tasnya, lalu mau merapikan buku-bukunya seperti sekarang. Dia memanaskan setrikaan, lalu menaruh beberapa helai kain sebelum lembaran kertas yang basah itu. Tidak ada kata yang terlontar dari bibirnya, Randy fokus membuka dari lembar ke lembar. Dan sambil curi pandang, ini diperhatikan Zee yang membuatnya ingin sekali tertawa tapi juga merasa tak enak.

Mau menyapa, tapi dirinya lagi makan dan tadi saat Zee mau bicara, Randy menyuruhnya diam dan cukup makan saja. Dia tidak suka dengan orang yang makan sambil bicara.

Inilah yang membuat ruangan itu hening. Pria itu juga tidak mengomel. Dia membiarkan Zee menghabiskan makanannya dulu.

"Kak Randy makasih, makanannya sudah habis sekarang, aku mau cuci piring dulu."

"Kamu udah nggak kedinginan?"

"Enggak."

"Oh ya udah, pakai sendal untuk di dalam rumahnya, dan cuci aja setelahnya."

Tapi Randy tidak meninggalkan begitu saja, dia mencabut dulu setrikaan yang dipegangnya, menaruhnya di tempat yang aman, lalu barulah dia mendekat pada Zee.

"Ini mesin cuci piringnya. Kamu mau cuci pakai mesin boleh, kamu mau cuci manual juga silakan."

Maksudnya cuci manual dengan tangan.

"Oh, aku pakai tangan aja deh nggak usah pakai mesinnya.”

"Tapi aku nggak suka kalau airnya cipratan ke mana-mana. Soalnya disini sudah dibersihkan."

Disitulah baru Zee men-screening ke seluruh bagian dapur itu termasuk sudut-sudutnya yang memang bersih kinclong.

"Oh ya udah deh pakai mesin aja, Kak.”

"Ya sudah, saya mau ajarkan dulu kamu cara pakainya. Mungkin kamu juga udah ngerti, tapi kalau saya sudah ajarkan dan kamu sampai salah nanti perhitungannya lain.”

Randy sangat bertanggung jawab dan sangat berhati-hati. Dia tidak percaya begitu saja orang mengaku sudah bisa atau belum. Dia akan memastikan dengan memberitahukannya dulu. Mau orang itu sudah mengerti atau tidak, yang penting Randy sudah beritahu. Seandainya nanti ada kesalahan, dia baru bisa menegurnya. Jangan sampai mereka memiliki cara pakai yang berbeda dan ujung-ujungnya akan terjadi kesalahpahaman dan keributan yang tidak diperlukan.

JODOHKU BUKAN TIPEKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang