BAB 15: IDE BAGUS

38 9 3
                                    

"Maaf Kak."

Zee inginmenggunakan kain baju untuk menghapus air matanya.

"Tisu Zee, pakai tisu jangan kamu hapus lendir yang keluar dari hidung bercampur air matamu itu dengan kain lengan sweater."

"I…iya Prof."

Masih sambil sesegukan, Zee menjawab perintah Randy yang kini melipat kedua tangannya sambil bersandar duduk berseberangan dengan posisi Zee.

"Zee, kalau ambil tisu jangan langsung banyak begitu. Satu-satu. Nih seperti ini. Pakai satu-satu. Kamu buang-buang tisu kalau ambil sebanyak itu. Coba berapa banyak pohon yang harus kamu tebang kalau kamu pakai tisunya boros begitu?"

"Iya maaf Prof."

Tak peduli dengan perasaan Zee yang masih kacau balau, tapi Randy menatapnya tanpa menunjukkan perasaan empati atau kasihan. Dia lebih mendahulukan logikanya dan sepertinya tidak mau membesarkan masalah di hati Zee.

"Mungkin buat kamu nggak ada guna saya menegurmu begini, tapi kamu tinggal bersama dengan saya. Lihat apa efek dari kecerobohanmu ini. Waktu saya habis buat ngebantuin kamu ngebersihin semua barang-barang kamu. Kalau saya tidak bantu, apartemen ini pasti berantakan dan saya juga nggak yakin kalau kamu bakal ngurus semua barang-barang kamu yang basah itu. Ujungnya apa? Besok pagi saya kerja, kamu berangkat kuliah, ada barang-barang basah itu akan membuat ruangan ini baunya pengap. Jadi wajar kalau saya harus bicara denganmu, kan?"

Memang semua yang dikatakan Randy benar. Dengan adanya barang basah, di dalam apartemen tertutup tanpa sirkulasi udara pastii akan lembab dan membuat jamur. Orang pulang kerja tidak akan nyaman dengan aroma seperti itu.

Dan intinya Randy menegaskan kalau dia melakukan semuanya bukan semata-mata karena kasihan pada Zee. Tapi Randy sudah memikirkan matang-matang bagaimana kondisi apartemennya besok. Inilah yang membuat dirinya rela meluangkan waktu untuk tidak mengerjakan pekerjaannya. Makanya Randy kini juga menunjuk meja kerjanya.

"Ada laporan yang harus saya buat besok. Ada meeting dosen juga. Belum beberapa urusan saya untuk membuat laporan ke fakultas. Dan besok saya juga mesti ngajar, menengok papa saya di rumah sakit, dan beberapa personal schedule. Tapi kamu sudah menghabiskan waktu saya terbuang mengurus semua kecerobohanmu ini.”

“Maaf Prof …,”

“Saya tidak butuh kata maaf saja Zee. Wake up! Kamu flashback, jadi awalnya dari mana semua kecerobohanmu?”

“Itu–”

“Itu dari kamu yang tidak bisa move on karena masalah perasaanmu." Randy tak sabaran mendengar Zee menjawab terlalu lama berpikir.

Dan Randy bukan orang yang suka basa-basi. Makanya dia fair, blak-blakan apa yang mengganggunya dan bagaimana penilaiannya.

"Di sini saya melihat kamu seperti wanita yang bodoh. Kenapa? Saya blak-blakan aja sama kamu ya, Zee. Kamu sudah tahu kalau dia itu punya wanita lain. Kamu lihat perbuatannya yang tidak senonoh di kampus dan kamu menangisinya sepanjang hari sampai di waktu harusnya kamu sudah pulang, tapi kamu masih ada di jalan di kampus. Terus kamu naik ojek tadi kamu bilang kan?”

Zee mengangguk sebelum Randy meneruskan lagi.

“Nah, kamu basah kuyup kayak gini. Coba kalau bukan karena kebodohanmu memikirkan lelaki bodoh itu, kamu udah pulang terus kamu sampai di apartemen, kamu udah bisa mandi lebih cepat, bisa makan lebih cepat, kamu bisa mengerjakan pekerjaan kamu dan tugas-tugasmu tanpa kamu harus mempedulikan scumbag man like him. Bukankah ini akan membuat hidupmu lebih berguna?"

"Iya, maaf Prof."

Lagi-lagi Zee menyerut cairan di hidungnya sehingga membuat Randy gemas.

"Kamu harus keluarkan semua lendir di rongga hidungmu itu bukan menariknya lagi, Zee!” protes Randy dan kini tangannya menunjuk ke satu kotak.

JODOHKU BUKAN TIPEKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang