BAB 18: DIA TAK TERGANTIKAN!

60 7 5
                                    

"Tepatnya pusing gara-gara mikirin kamu yang nggak ada bener-benernya."

"Hehehe… masa iya?"

"Sudah jangan banyak bertanya!" Randy tak suka.

"Masukkan itu ke mesin cuci piring dan sekarang kamu mendingan berangkat. Nanti kamu telat lagi kuliahnya."

"Oh iya bener. Hari ini juga kan masih serial killer dosennya."

"Maksudnya?"

Randy mengerutkan dahinya di saat Zee menunjukkan jadwal pelajarannya.

"Ini dosen katanya galak banget. Perawan tua. Matilah aku."

Zee membuka handphone-nya.

Dan Randy, melihat nama di jadwal mata kuliah yang tunjukkan oleh Zee, refleks senyum muncul di bibirnya.

'Ganteng banget! Itu senyum yang pengen diliat mahasiswi sekampus tapi ga dapet-dapet. Hehe!' lagi-lagi sebuah senyum yang membuat mata Zee melihat sebuah pemandangan yang sedikit menghiburnya.

"Jangan bengong aja! Habis kamu kalau terlambat sama dia! Sana cepetan berangkat Zee!”

"Eeeeh, iya!" seru Zee cepat-cepat membereskan bawaannya. Tapi dia tidak langsung keluar dari unit apartemen Randy justru mengulik handphonenya dulu.

"Naik ojek lagi?" tebak Randy yang memang bisa melihat aplikasi online yang dibuka Zee. Dia masih berdiri di dekat dapur, baru saja memasukkan baju kotornya ke keranjang pakaian.

"Iya, itu kan paling cepat," seru Zee sambil dia berjalan ke nakas dan mengambil powerbank.

Ada rasa dalam hati Randy ingin memberikan tumpangan untuk Zee dengan motornya ke sekolah sebetulnya.

"Eh Kak, handphone-ku kenapa diambil?"

"Jangan naik ojek. Ini waktunya masih cukup kok naik mobil ke kampusmu. Kamu pakai taksi saja. Soalnya kamu masih panas badannya."

"Kalau naik taksi, kenapa nggak bareng sama Kak Randy aja? Kan Kakak juga bawa mobil."

"Saya masih banyak urusan di sini. Saya belum merapikan cucian yang di sana. Terus saya mesti sedikit bersih-bersih disini, lihat kamu makan sampai berceceran ke bawah itu." Randy menunjuk.

"Lihat lantai di bawah meja makan! Masih berantakan. Belum lagi, saya harus memindahkan cucian piring. Kompor juga belum dirapikan, kamu lagi nyuci baju. Saya mesti pindahkan sepuluh menit lagi ke mesin pengering. Makanya kamu pergi duluan aja."

"Oh iya, kalau dosen mah terlambat boleh ya!" sindir Zee sambil senyum-senyum, di saat Randy mengembalikan handphonenya dan dia sudah memesankan taksi online untuk Zee.

"Saya dosen yang tidak pernah terlambat dan saya sudah memperhitungkannya," jawaban yang membuat Zee mencebik.

Tapi dia yang kini sudah menenteng tasnya mengulurkan tangan lagi pada Randy.

“Uangnya sudah ada di ATM, ngapain minta uang?"

"Mau salim Kak. Sa-lim, cium tangan."

Sejenak Randy tertegun karena Zee memang mengambil tangannya dan mengecup punggung tangan Randy dengan bibirnya. Terlihat tulus, sangat menyentuh hati Randy. Apalagi setelahnya Zee melemparkan senyum manis yang menghangatkan.

"Ehm, bawa jaket Zee. Kamu masih demam!" makanya Randy refleks mengalihkan pikirannya.

"Jaket-- hm, di rumah Papa."

Lagi-lagi jawaban yang membuat Randy menghembuskan napasnya tapi dia tidak diam di sana justru melangkah ke lemarinya.

"Pakai hoodie ini! Agak kebesaran di kamu, tapi kamu gulung aja!"

JODOHKU BUKAN TIPEKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang