BAB 9: OJEK SIAGA

45 11 8
                                    

'Ya Tuhan aku masih mau hidup! Jangan matikan aku dulu sekarang! Aku masih ingin menunjukkan kalau aku ini lebih baik daripada Pipit! Lagi pula aku juga sudah menuruti semua keinginan orang tuaku, ya Tuhan! Kumohon, jangan matikan aku kesamber petir!'

Zee, dengan ketakutan yang setengah mati dia berusaha berlari kecil di tengah guyuran hujan itu

Saat ini dia benar-benar berharap ada orang yang menolongnya dan membawanya keluar dari hujan itu.

Tiiin!

Sampai ada suara motor yang meng-klaksonnya, membuat Zee menengok.

"Bang, nawarin ojek kan ya?"

Dengan cepat Zee membuka kantong tasnya di bagian depan, lalu langsung menuju motor itu!

"Bang, jangan macem-macem ya Bang! Ini ada pisau di punggung Abang! Kalau berani macam-macam saya tusuk! Terus abang tenang aja aku bukan begal! Aku cuman pengen numpang sampai depan soalnya hujan Bang! Ayo Bang jalan cepetan, Bang!"

'Dia pikir aku tukang ojek? Ampun! Anak ini, udah di kelas ngeselin, di apartemen ngeselin, dan di jalan juga ngeselin,' sebetulnya pria yang memakai helm full face itu ingin mengkritik Zee.

'Tapi lumayan juga dia berani sampe mengancam pula pakai pisaunya. Awas aja kalau sampai menusukku!'

Zee betulan tidak tahu siapa yang ada di balik helm full face itu.

Seharusnya kalau melihat dari helmnya, bukan helm ojek. Itu helmnya lumayan mahal. Tapi sayang Zee bukan pemerhati helm dan sekarang pikirannya sedang kusut. Yang penting dia bisa aman dari hujan dulu.

'Syukurlah tukang ojeknya gak macam-macam! Awas aja kalau dia berani menggangguku! Tapi rasanya dia cukup baik tidak ada masalah sampai di luar gerbang kampus. Bawa motornya juga enak nggak ugal-ugalan. Ya meski dia gak ngasih jas ujan sampai aku makin basah kuyup gini!' pikir Zee lagi. Dan sekarang pikirannya sudah kemana-mana karena sudah kepalang basah ...

"Bang, sampe Menteng aja deh bang sekalian Bang nanti saya bayar seratus ribu, Bang!"

Saat motor yang dinaiki oleh Zee berhenti dekat gerbang kampus, Zee bernegosiasi lagi.

"Gimana Bang? Soalnya saya udah keburu kebasahan nih Bang kalau bahasa kuyup gini naik kendaraan ribet, Bang. Pasti dimarahin sama orang-orang di sekelilingnya, apalagi ni kuyup basanya Bang, Mereka pada nggak ada yang mau deket-deket Bang, apalagi busway jam segini lagi penuh-penuhnya Bang. Kalau naik taksi mahal Bang! Gak cukup seratus ribu. Ya bang ya sampai Menteng gimana Bang? Seratus ribu, entar dikasih bonus deg Bang."

Sebetulnya Randy kesal juga dengan sikap Zee yang sembarangan menuduh profesinya. Cuma memang tujuan Zee searah dengan jalur pulang dan mereka memang tinggal di apartemen yang sam. Dia juga maklum karena Zee tidak tahu dirinya berangkat pakai motor.

Kemarin mereka ke apartemennya menggunakan mobil.

Randy tak mau mempermasalahkan juga. Dia juga sudah lelah dan memilih berkendara saja supaya sampai tempat tujuannya cepat. Lagi pula alasan Zee soal kendaraan umum ini benar. Dan hujan juga semakin lebat, Randy yang badannya sudah pakai jas hujan ditambah jaket lalu tangannya juga sudah memakai sarung tangan anti air, dia masih kedinginan. Jadi saja dia hanya mengangguk dan sudah menge-gas lagi motornya.

'Waduh, tapi aku nggak bisa lewat jalan protokol. Dia nggak pakai helm. Harus cari-cari jalan yang gak ada polisinya nih!'

Cuma ada masalah lagi saat Randy menengok ke spin yang membuatnya meringis di balik helm.

Dia memang jarang sekali membawa helm cadangan karena Randy naik motor selalu sendirian. Lagipula tempat helm-nya bisa dia gunakan untuk menaruh barang penting jika dibutuhkan.

JODOHKU BUKAN TIPEKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang