"Rene?" Suara itu menimbulkan desiran pada jantung Irene, lama sekali sejak ia mendengarnya.
Irene berbalik, mendapati Soraya yang berjalan kearahnya dengan senyum.
Tanpa memberi aba-aba, Soraya melayangkan dekapan. Irene terkejut dan bingung, namun ia tak menolak pelukan itu.
"Lama banget ngga ketemu." Ucap Soraya.
"Iya. Maaf harus ketemu di situasi seperti ini."
"Aku yang harusnya minta maaf. Arin sepertinya menyebabkan banyak masalah akhir-akhir ini."
"Yahh, kita semua begitu di masa muda."
Tatapan keduanya penuh dengan perasaan saling menghargai. Mengingat bagaimana mereka menghabiskan masa muda bersama dan tumbuh bersama.
"It's nice to see you, Rene. I miss you." Suara Soraya sedikit mengecil, mencoba untuk tidak terlalu terbawa dalam perasaan masa lalunya.
Irene menjawabnya dengan senyuman. Senyum yang selalu sama sejak dulu, tipis dan teratur, namun penuh kehangatan.
Tak banyak yang diobrolkan keduanya. Irene menjaga batasannya dengan sungguh-sungguh, keduanya bukan anak-anak lagi saat ini.
Soraya melihat Irene pergi dengan mobilnya, meninggalkan perasaan mengganjal.
Meski terlihat tak bersiap dengan pertemuan ini, Irene bukannya tidak suka. Dia senang setelah sekian lama akhirnya bertemu kembali dengan Soraya, apalagi kali ini dia tau bahwa Soraya benar-benar memiliki keluarga seperti impiannya.
"Dia sama sekali nggak berubah." Gumamnya.
Perjalanan pulang yang panjang pun datang. Arin menyatukan kedua tangan sopan, bersiap dengan ceramah yang akan diberi Soraya sepanjang jalan.
Tapi ternyata tidak. Soraya tidak mengatakan apapun, mereka sampai dirumah dengan keheningan menyelimuti.
"Arin." Suara itu bagaikan gong yang dipukul kencang disamping telinga Arin.
Suasana kamarnya tiba-tiba jadi dingin.
Soraya mendekat, nampak amarahnya tertahan dibalik langkah kakinya yang tenang.
"Kamu sudah janji sama mama. Kamu janji kalau hal seperti ini tidak akan terjadi!"
"Ma, Arin ngga bohong. Semuanya sesuai sama yang Arin ceritakan."
"Mama kecewa sama kamu, Rin!! Akhir-akhir ini juga kamu berubah jadi nakal!! Bikin masalah terus?!!" Suara Soraya semakin meninggi dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk.
"Tapi Ar —"
"JANGAN MEMBANTAH ARIN!!"
Seruan itu mengejutkan, bagi Arin maupun Soraya.
Soraya tak menyangka bahwa ia akan semarah ini pada Arin. Sedang yang dibentak nampaknya tersakiti dalam. Arin bahkan langsung menangis begitu hening mengikuti bentakan itu.
"Arin, maaf. Mama ngga bermaksud bentak Arin."
Yang dipanggil tak menjawab, ia perluas jarak antar dirinya dan Soraya. Dengan emosi yang bercampur, Arin berlari meninggalkan kamarnya dan keluar dari rumah.
Soraya tak mampu mengejar. Ia rutuki dirinya dalam kamar Arin dan menangis. Rasa kesal itu semakin menjadi-jadi pada dirinya sendiri.
*This chap should be more dramatic i think.
KAMU SEDANG MEMBACA
lovenemy; [completed]
Fanfictiontwo biggest enemy are going to start a spark of love. watch how they cope with their strange feeling! in fact, not just them whose fall in love in highschool. guess who does?!