3

184 26 18
                                        


Malam harinya mereka tidur di dalam tenda buatan yang terbuat dari dahan dan juga kulit binatang. Hinata yang berada di tengah masih belum mengantuk dia menoleh secara bergantian pada kedua prianya yang tertidur nyenyak. Menyampingnya tubuh menghadap obito. Dia mencoba menutup mata namun saat merasakan lengan yang melingkar manis di pinggangnya, dia terdiam.

Deidara ini kebiasaan sekali jika tidur suka sekali memeluk. Pikirnya dalam hati.

Tubuhnya semakin tidak bisa bergerak saat Obito juga memeluknya dari depan. Dia hanya menghela nafas sabar. Kebiasaan mereka berdua semakin menjadi.

.

Pagi hari mereka bangun dengan tubuh yang cukup segar. Obito yang berjalan-jalan keluar lebih dulu. Merasa monwolf tidak buruk. Hinata yang sedikit berlari menuju Obito tersenyum kecil padanya. "Aku akan mengucapkan terimakasih pada pria tetua itu, lalu kita akan melanjutkan perjalanan." Ujar Obito tenang.

"Baik, aku juga ingin ikut." Obito mengangguk dia menggenggam tangan sang empu.

"Ouh, dimana dia?" Mendengar kata dia, Hinata sedikit bingung namun dia segera mengerti.

"Deidara, sedang menata barang-barang." Pemuda itu mengangguk paham.

Sesampaianya disana. Kerumunan cukup ramai membuat keduanya bingung. "Permisi ada apa ini?" Tanya Hinata.

"Ouh, kita sedang menunggu monwolf melahirkan!" Ah! Hinata hanya mengangguk. Sedikit bingung dia menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Apa kalian mencari tetua? Dia sedang di dalam tunggu sebentar, dia pasti keluar." Ujarnya lagi. Wanita itu bermata tajam dengan netra kuning emasnya.

"Kita tunggu saja." Putus Obito mencoba sabar. Tak lama Deidara berlari ke arah mereka dengan senyum manis.

"Apa kalian sudah bicara dengan tetua?" Cetusnya saat sudah sampai.

"Belum, kita tunggu sebentar." Ujar Obito yang terlihat masih tenang. Hinata mengamati anak-anak monwolf yang berlarian dengan lucu. Kakinya sangat imut ternyata saat kecil mereka seperti anjing, namun saat besar mereka berbeda lagi.

"Kau ingin bayi?" Celetuk Obito ringan. "Aku bisa memberikanmu seorang bayi." Hinata terkesiap dia sedikit canggung.

"K-kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?!" Dia sedikit gugup. Karena setelah mereka penyatuan mereka belum pernah melakukan lagi.

"Aku juga bisa bisa memberimu bayi..." Celetuk Deidara tidak mau kalah. Obito mendengus mendengar itu.

"Ingat, apapun aku yang pertama?!" Serunya kesal. Deidara yang mendengar mengerucutkan bibir tidak berani menjawab.

"Ah, sudah jangan bicara hal-hal aneh lagi, aku pusing." Keluhnya. Dia pura-pura menyetuh kepalanya seakan dia benar-benar pusing. Mereka berdua yang mendengar terlihat sangat khawatir.

"Sudah, jangan pikirkan lagi. Istirahat saja." Hinata duduk di kayu panjang dengan dua kaki besar.

"Maaf, membuat kalian menunggu." Tetua bicara dengan sopan.

"Tak masalah, tuan. Kami ingin izin melanjutkan perjalan, jadi kami ingin izin dengan anda." Ucap Obito.

"Kau formal sekali hahaha..." Dia menepuk pundak Obito dua kali. "Baiklah, jika itu mau kalian tidak masalah. Terimakasih sudah menyambangi monwolf ."

"Tidak, kami yang harusnya mengucapkan terimakasih, karena sudah mengizinkan kami meneduh di tempat yang nyaman." Ucapnya. " Akan saya sampaikan ini pada tetua monsuta Hagio nantinya. " Lanjutnya dengan senyum kecil.

"Terimakasih, anak muda kau sangat berbudi luhur. Ah yaa... Jaga istrimu dengan baik karena dia keturunan terakhir dewi bunga." Ucapnya tenang.

"Ah, A-anda b-bagaimana..."

My Husband Is A Monster 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang