Desa monsuta putih.Desa yang mana semua penghuninya begitu tenang. Hinata dan ketiga prianya berjalan mengikuti pria dewasa di depan mereka.
Dalam perjalanan mereka melihat orang- orang yang berdiri di dekat rumah mereka, rumah yang berbentuk batu- batu putih menjulang tinggi. Dengan tanaman yang begitu segar.
Mereka berhenti pada batu yang cukup besar, " kalian akan tinggal disini, dan untuk mencari tahu keinginan kalian mungkin besok malam, saat bulan purnama." Tukasnya tenang.
"Terimakasih tuan," Hinata mengucapkan kata terimakasih pada pria itu," emh ... bagiamana kami memanggil anda?"
"Win, kalian bisa memanggilku Win." Jawabnya dengan senyum kecil. Lantas dia memutar tubuh berjalan menjauh, meninggalkan mereka ber-empat
.
Malam terasa sunyi desa ini begitu tenang dan damai. Langkah kaki mungil Hinata berjalan melewati setiap perumahan.
Seekor kupu-kupu putih datang padanya tubuhnya berkilau sayapnya mengepak indah dengan butiran debu yang bercahaya.
"Sangat damai, dan tenang. Kau cantik sekali." Pujinya pada kupu- kupu yang terbang di depan wajahnya.
Senyum tipis terbit di bibirnya. Wajahnya mengadah menatap langit, bulan sabit terlihat bersinar bintang- bintang berkilauan. Iris mata levender itu terasa panas, menahan sesuatu yang akan mendobrak keluar.
"Kuharap, setelah menemukan pembunuh ayah dan ibu semoga kalian disana bisa tenang." Suaranya bergetar, buliran air mata mengalir membasahi pipi putihnya.
"Kau disini!?" Suara datang dari belakangnya. Yuuji sedikit berlari menuju arahnya. "Aku mencarimu sedari tadi." Lanjutnya lagi.
Senyum manis terbit di bibirnya, dia berdiri di samping Hinata.
Hinata hanya menoleh sekilas. Dia kembali menatap bulan di langit, kesunyian menemani keduanya, angin sejuk menyentuh kulit.
"Maafkan aku, maaf untuk semuanya, Hinata." Berucap lirih pemuda itu menoleh pada Hinata. "Aku memang pantas di hukum." Suaranya menjadi lirih akan penyesalan bercampur kesedihan.
"Semua bukan salahmu. Aku memang membencimu, tapi entah mengapa aku tidak dapat membencimu, Yuuji." Ujarnya tenang. Dia menoleh pada Yuuji yang masih menatapnya, senyum kecil ia layangkan pada pemuda itu.
"Aku tahu mungkin aku tidak pantas untuk ini. Tapi bolehkah, aku minta padamu agar tidak memutus ikatan yang kau maksud, saat memdengar hal itu rasanya jantungku sangat sakit." Ujarnya dengan raut sedih.
Hinata seketika menghilangkan senyumnya. Dia mamandang kedua bola mata berwarna madu milik Yuuji.
Mendengar itu Hinata tersenyum miring, dia merasa lucu dengan takdirnya. Menggigit bibir bawahnya merasa ragu,"aku tidak akan memutusnya, tapi serahkan semua hidupmu suatu saat nanti, Yuuji." Dia sangat jahat, sekarang, mungkin kali ini dia akan egois.
"Akan aku berikan semuanya padamu, bahkan nyawaku sekalipun." Di mata itu terlihat begitu yakin.
"Terimakasih." Ujarnya nada lirih, dia kembali mengalihkan pandangan kedepan.
Yuuji menjulurkan tangan kanan. Seketika, pemandangan yang awalnya hanya perumahan kini berganti dengan padang rumput yang sangat sunyi namun sangat damai.
"Aku menguasai ini spirtual yang cukup sulit bagiku." Dia berucap malu- malu.
Hinata hanya menatap Yuuji dengan raut teduh namun ada kesan kesedihan. Dia merasa Yuuji begitu baik entahlah dia hanya merasakan itu di hatinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is A Monster 2
FantasyPerjalanan Hinata dengan kedua suami monsuta Obito dan Deidara, untuk mencari tahu siapa monster liar yang membantai desa Rabenda. Perjalanan dunia luar, yang berbeda dari desa monsuta membuatnya banyak bertemu mahluk lain yang belum pernah ia temui...