Dua tubuh berbeda jenis kelamin itu tertidur dengan tenang di sebuah hutan. Dibawah pohon rindang yang teduh beralas rumput menjadi tempat tidur.Kedua manusia setengah monster itu duduk menjaga keduanya.
"Kenapa mereka belum sadar?" Yuuji bertanya dengan khawatir.
"Entahlah aku tidak tahu." Jawabnya lesu.
"Sudah dua hari namun mereka belum juga sadar, apakah kita perlu membawa kepada tabib. Kita bisa mencarinya sekarang." Usulnya ingin cepat di respon namun orang yang di ajak bicara diam saja.
"Eh, lihat itu!" Bulu mata tipis itu berkedip kedip membuka kelopak matanya menampilkan bola mata sewarna lautan.
"Ah, pusing sekali." Keluhnya, dia mencoba duduk sendiri bersandar pada batang pohon.
"Bagaimana perasaanmu?" Tanyanya dengan lugas.
"Hinata! Ah bagaimana keadaanya?" Bukanya menjawab pertanyaan Yuuji dia lebih memikirkan Hinata membuat pemuda itu mengerucutkan bibir.
"Dia dua hari belum sadar, tapi kau sadar lebih dulu." Jawab Obito pelan.
"Apa dia baik-baik saja?" Obito sepertinya ragu namun dia mengangguk agar semuanya berfikir positif.
"Dia orang yang kuat aku yakin dia akan secepatnya sadar." Jawabnya pelan.
Menghela nafas pasrah dia memandang wanita yang terlihat nyenyak dalam tidur cantik.
Dua hari kemudian sudah datang kembali namun sang empu belum juga sadar. Sampai- sampai alam merasa ikut sedih dengan layunya tanaman di sekitarnya.
Ketiga pria itu yang berjaga secara bergantian begitu sabar dan telaten dalam merawat sang dewi bunga.
Hari kelima burung- burung berkicauan merdu, kupu- kupu melayang di udara.
Kelopak mata itu dengan bulu mata lentik itu bergerak gerak pelan. Menampilkan bola mata sewarna lavender indahnya, bunga liar disekitar secara perlahan kembali tumbuh menjadi segar.
"Akhirnya kau sadar!?" Melirik pada suara di sampingnya ternyata Yuuji yang tersenyum cerah padanya. Dia membantu sang empu untuk duduk. "Ah, aku membawa pisang, kau ingin makan? Atau minum?" Bertanya secara beruntun membuat sang empu memegang kepalanya pusing.
"Ah, maaf, aku terlalu cerewet."
Dia menggeleng sebagai jawaban. "Aku sedikit haus ... "
suaranya serak terdengar lirih, pendengaran monsuta berbeda segera dia mengambil daun di sektirar untum menampung air didalamnya. Dia mengambil air di danau yang begitu jernih lantas dia kembali.
"Minumlah!" Hinata sedikit terkejut tapi dia tersenyum karena merasa lucu, dia menerima daun yang terbentuk kerucut itu, meminumnya dengan tenang pemuda itu menerima daun itu setelah selesai diminum.
"Aku ingin pisang itu?" Dia mengangguk senang. Mengambilkan satu pisang mengupaskan kulitnya lalu diterima dengan senang hati oleh sang empu. "Dimana yang lain?"
"Mereka bilang ingin mencari ikan. Atau yang lain aku juga tidak tahu tapi mereka berpisah jalan, Deidara bilang dia ingin mencari ikan, Obito mencari obat." Ceritanya dengan ceria.
Mendengar itu ia tersenyum. "Syukurlah ... kalian akur, aku sangat senang mendengarnya."
Pemuda itu mengangguk, dia memandang Hinata teduh, wanita itu merasa canggung karena tatapan itu.
"A-Ada apa? Apa ada sesuatu di wajahku?"
"Ah, tidak! Bukan begitu, kami merasa bersyukur kau masih baik-baik saja. "

KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is A Monster 2
FantasiPerjalanan Hinata dengan kedua suami monsuta Obito dan Deidara, untuk mencari tahu siapa monster liar yang membantai desa Rabenda. Perjalanan dunia luar, yang berbeda dari desa monsuta membuatnya banyak bertemu mahluk lain yang belum pernah ia temui...