Ketiganya duduk dengan canggung, ah, tidak Hinata yang merasa canggung karena kejadian beberapa waktu lalu. Duduk dia atas jamur dengan memakan buah yang ada disana. Dipandang oleh ketiga laki-laki membuatnya kikuk."Kami akan mengantarmu ke tempat monster putih." Tukas Obito memecah keheningan.
"Untuk apa?" Yuji bertanya dengan bingung. Dia sudah memakai baju, meski hanya kain lusuh yang dibawa oleh Deidara.
"Hanya dengan mereka kita akan tahu siapa orang yang menyegel pikiranmu. Mungkin mereka bisa membantu kita dengan membuka, hanya mereka turunan dari ibumu, bukan?"
Yuji yang mendengar terdiam, dia menghela nafas pendek. Mengangguk setuju. Matanya kini beralih menatap Hinata dengan senyum kecil. Yang dipandang hanya tersenyum kikuk.
"Maaf untuk perbuatan tadi?" Hinata sedikit bingung. Meskipun begitu Yuji seperti ini karena dirinya, matanya bergulir memandang pohon hijau, dengan tanaman liar yang merambat sampai atas pohon.
"Aku tidak ingin ini terjadi lagi." Ujarnya dengan menghela nafas pendek.
.
.
Mereka melanjutkan perjalan untuk menuju desa putih. Di kawal oleh ketiganya yang begitu waspada pada sekitar.
"Tunggu? Apa kalian tahu dimana desa putih itu?" Bertanya karena bingung mereka hanya berjalan tanpa arah melewati hutan.
"Aku tahu, mungkin sedikit jauh. Dan perjalanan rentan berbahaya. Tempatnya sangat tersembunyi." Yuji berucap dengan tenang, dia menatap Hinata yang berada di tengah antara kedua suaminya. Dia hanya terhalang oleh Deidara yang berada di sampingnya.
"Mmm ... baiklah jika begitu."
"Kau lelah? Jika lelah biar aku menggendongmu?" Mendengar suara Obito ,Hinata menggeleng pelan.
Hingga perjalan mereka tak terasa sudah sampai 2 hari tanpa hambatan. Suara aneh terdengar riak air begitu dalam terasa aneh. Suasana begitu sepi angin sepoi menghantarkan sejuknya.
"Berhenti!" Yuji berseru pelan.
"Ada apa?" Obito menjawab dengan bingung.
"Disana!?" Pandanganya lurus kedepan. Aura gelap terlihat tidak jauh dari sana, terlihat jembatan yang menggantung , meliuk- liuk karena terkena angin." Jembatan Si , jembatan para roh dan monster." Lanjutnya.
"Tidak ada apapun hanya gelap yang terlihat." Sahut Deidara.
"Benar, tapi kita harus berhati- hati. Sangat berbahaya jika kau terjatuh kebawah. Energimu akan termakan oleh mereka."
Obito yang mendengar penjelasan Yuji mengaktifkan kekuatan matanya, hingga suara shing terdengar lirih, disana memang terlihat aura gelap yang begitu banyak. " Dia benar kita harus hati- hati." Cetusnya.
Mereka bertiga melanjutkan langkahnya. Hingga sampai pada jembatan. Yuji yang di depan sedikit gugup namun melihat pandang Hinata padanya, dia sedikit malu hingga dia membenarikan diri mengawali. Suara derak kayu yang ia pijak membuat bunyi krak.
Setiap langkahnya di ikuti ketiganya, suara angin yang terkumpul seperti puting beliung mendekat membuat jembatan itu begerak-gerak. "Ah, apa yang terjadi?!" Serunya takut. Hinata memandang sekitar suara aneh begitu keras.
Dibawah jembatan dia menatap horor, ribuan monster yang menjijikan bergumul seperti lintah yang meliuk dengan lendir. "Jangan lihat kebawah Hinata, fokus kedepan kita harus lebih cepat!" Seru Deidara yang berada di belakangnya.
Hinata yang mendengar menelan ludah gugup. Kakinya ia langkahnya dengan sedikit gemetar. "Lebih cepat!" Yuji berseru dengan langkah cepat. Diikuti Obito.
Hinata terhenti dia terdiam sesaat. "Hinata cepat!" Deidara berseru di belakangnya. Kepalanya ia tolehkan ke arah Deidara, hingga angin begitu kuat menerbangkan rambutnya. "Lari!!" Deidara berujar keras.
Hinata terkesiap dia, berlari melupakan rasa takutnya, diikuti Deidara di belakangnya. Dentuman kuat menghantam tubuhnya, hingga dirinya harus tersapu kebawah." Aaaa!" Pekiknya terkejut.
Dia tidak merasakan tubuhnya termakan monster, mendongak ke atas, kini tanganya terjulur dengan Deidara yang memegang erat. "Jangan lihat kebawah!"
Nafasnya sedikit kacau, karena rasa khawatir terlihat di wajahnya, "tenang dan lihat aku." Tukasnya tenang.
Mendengar ucapan itu dia hampir menangis karena takut.
Mahluk aneh muncul dari bawah membentuk monster yang menjinjikan, kulit hitam dengan warna merah di sekitarnya, dia melayangkan lenganya kuat. Obito dan Yuji berhenti berlari, keduanya berlari dengan kuat menuju arah Hinata dan Deidara.
Yuji dengan menggunakan kuku tajam hitamnya ia layangkan, tebasan tak terlihat , tangan monster itu terpotong. Namun potongan itu menggeliat perlahan membentuk lintah, Yuji ingin berlari kearahnya namun sebuah api membakarnya, ia tolehkan kepalanya Obito disana mengeluarkan api dari mulutnya.
"Hinata dan pergi dari sini lebih penting!" Ujarnya, mengangguk paham, keduanya berlari menuju Hinata. Obito memegang tangan Hinata kuat dengan tarikan keduanya mereka akhirnya berhasil.
"Kau baik-baik saja?" Bertanya dengan nada khawatir. " Tenanglah semuanya sudah berlalu. Ayo, berdiri dan pergi dari sini." Lanjutnya.
Hinata tidak mampu berjalan. Rasa cemas masih menghantui. "Cepat! Lihat? Kebawah mereka bergerak menuju ke atas!"
Segera Hinata di gendong oleh Obito , ketiganya berlari dengan kuat, saat lintah- lintah itu bergerliya menuju arah mereka.
Saat hampir sampai pada perbatas jembatan. Mereka di kejutkan dengan lintah besar yang menampilkan gigi runcingnya dengan lendir. " Sialan!" Obito dengan sekali semburan membakar monster itu yang bergerak marah.
Obito dan Hinata berlari ke arah kanan. Yuji juga Deidara ke arah kiri mereka berlari dengan kuat hingga akhirnya sampai pada tanah.
Nafas ke empatnya tidak teratur karena berlari," tunggu disini, Yuji bantu aku?" Yuji mengangguk paham.
Dengan menjulurkan tangan menggunakan spiritualnya , monster itu tercabik-cabik di susul Obito membakar dengan api miliknya.
"Biarkan mereka seperti itu. Mereka tidak bisa mati." Yuji berucap dengan raut lelah, tentu saja karena dirinya belum pulih sepenuhnya.
.
Mereka berjalan di hutan- hutan yang penuh pepohonan. Rasa haus menghampiri mereka. "Sebaiknya kita cari tempat yang ada sumber airnya." Obito berucap tenang.
Melanjutkan perjalanan mereka berhenti di tempat yang terasa sejuk dengan air yang mengalir deras dari atas bebatuan. Air terjun itu begitu jernih dan segar, para lelaki segera meminumnya.
Hinata cukup lelah dia menyandarkan punggungnya di pohon, menutup matanya dengan pelan. "Kau tidak minum?" Suara lain membuatnya terbuka kembali.
Obito membawa daun yang isinya air, Hinata terdiam saat pemuda itu mengarahkan pinggiran daun padanya, lantas dia membuka mulutnya , dingin air mengalir di tenggorokanya yang kering.
"Sudah, aku cukup lelah, biarkan aku istirahat sebentar." Pinta Hinata tenang.
"Hm, baiklah. Tidurlah." Putusnya.
Hinata mulai menutup mata, rasa kantuk begitu menguasainya, hingga dia benar- benar tertidur.
"Apa dia baik- baik saja?"
"Iya, dia hanya merasa lelah saja. Biarkan dia istirahat." Menjawab pertanyaan Deidara.
Yuji yang duduk tidak jauh darinya, menatap wajah teduh dan cantik Hinata. Dia menyentuh dadanya rasanya begitu mendebarkan saat ini. Dia merasa aneh.
Menghela nafas pendek. Dia beralih memandang ke atas langit. Alisnya sedikit mengerut saat melihat seekor elang hitam terbang mengitari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is A Monster 2
FantasyPerjalanan Hinata dengan kedua suami monsuta Obito dan Deidara, untuk mencari tahu siapa monster liar yang membantai desa Rabenda. Perjalanan dunia luar, yang berbeda dari desa monsuta membuatnya banyak bertemu mahluk lain yang belum pernah ia temui...