23.56
"Ledakan baru dari timur?" Riftan melirik Euredian yang berdiri disampingnya menghadap televisi. "Ini sudah sangat jauh Signore."
Amora yang duduk di sofa memijit pelipisnya sudah sangat pusing. Hampir 24 jam ia tidak tidur karena teror terus-menerus berdatangan. Tidak hanya ledakan markas timur tetapi juga dari gugurnya bawahan mereka yang mengantar sabu melalui jalur laut, kebakaran lahan yang akan mereka jadikan markas baru untuk tempat penyimpanan senjata.
"Tidak mungkin dari kita bertiga." tutur Amora menatap Riftan dan Euredian. "Diego?"
Riftan menatap Amora marah. "Jaga mulutmu Amora!"
"Siapa lagi yang tau tentang markas baru Riftan selain kita berempat? Sekarang, dimana dia?" Amora mengangkat sebelah alisnya berani menantang Riftan. "Sudah ku bilang pada kalian, aku tidak pernah percaya pada Diego semenjak dia meninggalkan kita."
"Tutup mulutmu!" tekan Riftan.
Amora berdecih kemudian menyilang kedua tangannya di depan dada. Raut wajahnya sudah muak dengan segalanya.
"Kapan terakhir kamu bertemu Diego, Amora?" tanya Euredian. Pria dengan kemeja hitam polos itu menatap Amora, Euredian mengerti apa maksud perkataan Amora barusan.
"Tiga tahun lalu," jawab Amora. "Di Jepang, kalian pikir saja kenapa dia bisa disana. Tidak ada cara lain selain menikamnya, kan? Kalian terlalu keras kepala mempercayai dia walaupun dia juga bagian dari mu Signore."
"Aku akan mencari informasi tipe peledak yang digunakan, Signore." ujar Riftan masih melirik Amora tajam. Wanita itu memiliki mulut yang sangat berbisa, tidak mengerti situasi dalam mencurahkan isi kepala.
Padahal tanpa Amora ketahui Riftan dan Euredian sudah mengintai pergerakan Diego sejak lama. Sejauh ini belum ada ditemukan perbuatannya yang mencurigakan, semenjak istri Diego meninggal, pria itu lebih memilih untuk mendekatkan diri pada sang Pencipta demi mengobati rindu kepada istrinya. Riftan menghela nafas, terkadang feeling Amora benar dan terkadang salah total.
"Kamu ikut denganku." ucap Riftan menarik dagu Amora sehingga wanita itu yang sedang duduk di sofa mendongak menatapnya yang berdiri.
"Aku ingin tidur, pergi saja sendiri!" tolak Amora menepis tangan Riftan dan berdiri seraya meraih tasnya.
Nyatanya, tidak semudah itu. Riftan menggendong Amora paksa di pundaknya, penolakan Amora di punggungnya ia abaikan. "Kamu bisa tidur di pundakku sepuasnya." ujar Riftan melangkah pergi dari ruangan kerja Euredian dengan Amora di pundaknya.
Sepanjang lorong yang sepi hanya ada suara Amora memberontak.
Euredian menarik nafas dalam. Dari gerakannya, Euredian tidak boleh lengah tentang apapun. Termasuk tentang Anya yang termasuk dalam perjanjian Revanick.
Jika bukan Diego pelakunya, maka Tristan? Tapi Tristan sudah mati ditangan Riftan.
🍂🍂🍂
"BAJINGAN!!" teriak Amora ketika ia sudah diturunkan tepat disamping mobil hitam mewah Riftan di basement hotel.
Riftan membukakan pintu untuk wanitanya yang sangat ia cintai. "Aku juga mencintaimu sayang."
"Sialan!" maki Amora melangkah pergi menjauh dari mobil Riftan. Namun, tangannya ditahan oleh tangan besar Riftan. "Apa lagi bajingan?!"
"Kamu lupa tugasmu?" tanya Riftan dengan satu alis tebalnya naik keatas.
Amora menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan Riftan. "Itu tugasmu sialan! Tugasmu untuk mencari informasi itu dan tugasku sudah selesai untuk berurusan denganmu!" balas Amora menunjuk dada Riftan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUREDIAN
RomanceAnya Galdriella(18) dipaksa menjadi istri seorang penjahat yang telah membunuh seluruh keluarganya. Sosok yang tidak berperasaan, dominan, tidak ingin dibantah dan pemaksa--- Euredian Schneider(32). Ketidakberdayaan Anya melawan Euredian seringkali...