19| Alur Kehidupan

27 5 0
                                    

^Happy Reading^

Satu hari berlalu, masih belum ada tanda-tanda Alvin akan bangun. Semua anggota keluar semakin cemas dibuatnya, terutama Naya. Perempuan itu terus saja menangis, bahkan untuk makan dan minum saja ia tak mau. Ia tetap menemani putranya. Yang terbaring tak sadarkan diri.

"Kamu kapan bangun, Boy? Mami kangen sama kamu." Naya berujar lirih. Tangan halusnya, mengusap lengan putranya.

"Mi, makan dulu. Dari kemarin Mami gak makan ataupun minum, nanti Mami sakit. Biar Papi yang jagain Alvin." Ujar Arvin lembut. Ia mengusap kedua pundak istrinya itu.

Naya menoleh, menatap wajah suaminya dengan sayu. Lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Mami gak lapar, Pi. Papi aja yang makan, ajak Alvan juga pasti belum makan."

Arvin hanya bisa menghela nafasnya berat, Naya begitu keras kepala. Ia pun memutuskan untuk ikut duduk di kursi seraya menatap lekat wajah pucat Alvin.

Laki-laki yang biasanya ceria, memiliki sifat yang random dan mampu membuat orang-orang tertawa juga tersenyum. Kini, terbaring lemah di brangkar rumah sakit.

"Mami udah putusin, untuk bawa Alvan dan Alvin ke amerika. Kita akan pindah dan rawat Alvin disana."

Ucapan yang terlontar dari mulut Naya membuat Arvin langsung menoleh. Ia cukup terkejut dengan perkataan istrinya itu.

"Kenapa tiba-tiba Mami mau pindah? Untuk masalah perawatan Alvin, oke kita pindahin ke amerika. Tapi, kenapa Mami tiba-tiba mau bawa anak-anak kita pindah?" tanya Arvin tak mengerti.

"Mami mau menjauhkan kedua putra kita dari Lea. Karna dia Alvin jadi seperti ini Pi, Mami gak mau kejadian yang sama terulang dan menimpa Alvan. Mami gak mau kehilangan kedua putra Mami Pi." Naya terisak pilu.

"Mami tega? Pisahin dua orang yang saling mencintai? Yang terjadi sama Alvin ini takdir Mi, gak ada sangkut pautnya sama Lea!" Arvin berujar tegas.

"CUKUP! AKU LEBIH BERHAK MENGENAI ALVAN DAN ALVIN! AKU ORANG YANG MENGANDUNG DAN MELAHIRKAN MEREKA!"

Sedangkan di luar ruangan, seorang gadis berdiri mematung melihat pertengkaran suami istri itu. Tanpa disadari air matanya mengalir deras membasahi kedua pipinya.

"A-aku pembawa sial?" lirih nya.

"Lea, dengerin gu--"

"Ngak Van! Gue pembawa sial, Gue penyebab Alvin kecelakaan. Gue juga yang membuat orang tua lo bertengkar, hiks .... gue pembawa sial," tangis Lea.

"Lo harus jauhin gue Van, kalau ngak lo bakal kayak Alvin,"

"Lo ngomong apaan sih? Gak ada yang namanya pembawa sial, yang terjadi itu takdir! Jangan menyalahkan diri lo sendiri kayak gini, Lea." ucap Alvan berusaha menenangkan Lea.

"Ngak---"

"Jauhi anak saya!" Ucapan Naya memotong perkataan Lea.

"Mih!" protes Alvan.

"Cukup Alvan! Kamu harus nurut sama Mamih, ini yang terbaik buat kalian." Ujar Naya dengan tegas.

"Tebaik? Terbaik apa yang Mamih maksud? Mamih menjauhkan aku dan Alvin dari Lea, orang yang kami sayangi!" sarkas Alvan.

"Waw! Bagus, kamu berani melawan Mamih karna gadis ini? Kamu menentang Mamih karna dia? Mamih orang yang sudah melahirkan kamu Alvan!" bentak Naya, raut wajahnya terlihat kesal.

"Benar kata Alila, Lea sudah mencuci otak kalian berdua!"

"Alila? Apa yang wanita itu katakan sama Mamih?" tanya Alvan.

Azalea Cassandra (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang