17. Si Angkuh

50 12 0
                                    

Pintu diketuk, seseorang memasuki ruangan setelah pemilik ruang memberi izin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pintu diketuk, seseorang memasuki ruangan setelah pemilik ruang memberi izin.

"Baguslah, Tuan Muda bangun lebih awal."

Lelaki itu mendengus di bangku sembari berkutat dengan sesuatu. "Aku belum tidur." Kemudian dia menegakkan tubuhnya, menoleh kepada seseorang yang berdiri di ambang pintu. "Ada perlu apa, Danny?"

"Yang Mulia Raja memanggil Tuan Muda."

"Sepagi ini?"

"Ya. Yang Mulia Raja ingin Anda segera ke ruangannya."

Dengan sangat berat hati, laki-laki itu bangkit berdiri dari kursinya. Saat berjalan menuju ke ruangan Raja, dia didampingi oleh Danny-pengawal yang sudah lama bekerja untuk Raja.

Sesampainya di ambang pintu ruangan Raja, laki-laki itu mengernyit kesal. "Ada apa, Ayah?" tanyanya dengan ketus.

"Sopanlah sedikit." Sang ibu menegur putra sulungnya.

"Sudahlah, Paradisa." Julian bangkit dari duduknya. "Masuklah, Nak,"

Lelaki itu melangkah masuk. Sedangkan Danny membungkukkan badan-pamit undur diri.

"Ada yang perlu Ayah sampaikan."

"Apa?"

"Soal pengumumanmu secara resmi."

Laki-laki itu mendengus, mengalihkan pandangannya. "Kenapa tiba-tiba saja?"

"Karena kamu penerus Ayah, dan sudah seharusnya kamu menunjukkan diri dan memperkenalkan namamu di hadapan rakyat Nebbia," ucap pria berjenggot dengan beberapa uban di rambutnya.

"Maaf, Ayah, tapi aku sudah nyaman untuk bersembunyi," balas laki-laki itu.

Wajah Julian dan Paradisa langsung berubah.

"Aku belum menyelesaikan proyekku. Suruh saja Despino menjadi pewaris Ayah."

"Tidak, Nak. Pewaris kerajaan ini adalah kamu, putra sulungku."

Lelaki itu mendengus sebal.

Julian tertawa. "Sikapmu ini mengingatkan Ayah dengan seseorang." Kemudian senyumannya memudar. "Itu sudah keputusan kerajaan. Ayah menyembunyikan identitasmu sejak kecil karena Ayah tidak mau penerus Ayah dalam bahaya. Sudah cukup urusanmu dengan laboratorium bawah tanah dan kamarmu yang penuh dengan besi-besi. Saatnya kamu mengemban tugas terhormat ini."

Laki-laki itu menatap wajah ibunya, meminta pembelaan. Namun, ibunya justru mengangguk membela suaminya.

Si Sulung itu memejamkan kedua matanya seraya memijat pelipisnya yang terasa pening. "Ah, baiklah baiklah. Tapi proyekku masih belum selesai, Ayah."

"Kesampingkan proyekmu atau apalah itu." Julian menghela napas. "Memangnya kamu membuat benda besi apa lagi, Nak?" tanya Julian penasaran-sebab dia tahu menahu.

SEPARATED [Vol. 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang