Tatap mata Galahan berubah tajam. Theana yang melihat itu sama sekali tidak gentar.
"Apa Anda merencanakan ini?" tanya Galahan.
"Apa?" Theana menatap bingung.
"Siapa sangka anak kecil seperti Anda rela mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan kasih sayang?"
Gadis kecil yang masih duduk di atas ranjang itu mendecih. Keberaniannya sama sekali tidak surut. Meskipun baru bangun dari koma dan menghadapi orang dewasa yang dikata adalah sang pelaku.
"Anda ingin melempar batu sembunyi tangan, ya, Tuan?" tanya Theana.
Bruk!
Seseorang muncul. Bersimpuh langsung di sebelah ranjang Theana. Seorang ksatria dengan rambut berwarna almond. Netra hitamnya mengeluarkan air mata."Yang Mulia Putri, maafkan saya menyela pembicaraan. Tapi saya di sini untuk meminta keadilan atas Erika! Putri, Erika adalah gadis baik. Dia begitu menyayangi Anda seperti adiknya sendiri. Dia tidak mungkin melakukan kesalahan itu."
"Bagaimana itu bisa menjadi patokan? Kau punya bukti apa jika pelayan itu bukan pelakunya?"
Galahan bertanya begitu tajam. Dia menatap ksatria yang masih bersimpuh. Tangisnya surut saat pertanyaan Galahan terdengar.
"Saya punya!" seru ksatria tersebut.
Mendengar ucapan si ksatria Theana dengan cepat meraih batu sihir perekam yang selalu ada di balik bantalnya tanpa sepengetahuan orang lain kecuali Erika yang selalu membereskan tempat ini dengan teliti——ya, sejauh ini hanya Erika yang tulus bekerja hingga menuntaskan tugas, sehingga pelayan lain hanya membereskan seprai tanpa mengecek hal lain hingga akhir——gadis itu mengaktifkan batu sihir dan mulai merekam kesaksian dan bukti.
"Botol racun yang ditemukan di kamar Erika bukan botol racun yang asli. Saya sudah membawa botol itu kepada seorang dokter, dan maaf saya juga membawa contoh darah muntahan Anda Nona. Hasil membuktikan jika racun yang ada berbeda. Racun di dalam teh itu adalah racun mematikan dan botol racun di kamar Erika hanya botol yang hanya tersisa jejak kalau botol itu belas racun biasa yang membuat si korban pingsan."
"Racun mematikan terdapat bunga Dahlia hitam dari lembah bawah tanah di wilayah timur kekaisaran. Sedangkan racun yang ada di kamar Erika hanya menunjukkan jejak kalau racun itu terbuat dari rumpul liar di pegunungan Ember di Utara."
Ksatria itu memberikan data hasil pengecekan. "Bisa saja ini direkayasa," celetuk Galahan.
"Jika Anda curiga saya punya cara untuk membuktikan dua elemen ini berbeda. Saya dibekali batu kristal putih yang bisa mendeteksi racun. Racun yang ada di teh dan darah Putri akan berwarna hitam, itu berbahaya, jika hijau itu ringan tetapi bisa berbahaya. Ini dua racun berbeda, Tuan Galahan."
Ksatria itu langsung menunjukkan bukti. Mencoba kristal putih itu pada contoh yang dibawanya.
"Lagipula ini tidak mungkin palsu karena ini adalah kertas dokumen data dari kekaisaran yang asli dan tak bisa direkayasa," tutur Theana saat mengamati kertas itu.
"Saya juga menemukan botol asli racun itu tetapi tidak ada di kamar Erika justru botolnya—"
"Galahan." Suara berat dari arah pintu terdengar. Sosok pria bertubuh tegap muncul dengan air muka datar.
Seperti memberikan instruksi untuk mengikutinya, pria itu pergi meninggalkan kamar itu dan diikuti oleh Galahan.
Galahan mengikuti langkah pria yang tak lain adalah sang kaisar. Ragnar membawanya ke ruang kerja.
Pria berambut hitam tersebut menutup pintu ruang kerja. Dia berbalik menatap Galahan yang diam.
"Putri itu mungkin sangat tertekan sampai melakukan rekayasa ini—ugh!"
Belum selesai mengucapkan kalimatnya. Galahan dicekik oleh Ragnar. Raut marah terlihat jelas di wajah Ragnar.
"Apa yang kau lakukan padanya?! Kau gila?!"
"Anda percaya?"
"Bukti yang sejelas itu bagaimana aku bisa tetap menjadi orang bodoh untuk tidak menyadari kebenaran Galahan? Aku menjadi Kaisar tidak untuk bermain."
"Lalu apa? Dia bukan anak Anda! Dia bukan keturunan Anda! Kenapa Anda begitu peduli pada anak yang jelas bukan bagian keluarga Charlotte!"
"Kau—"
"Maaf saya mendengar pembicaraan Anda dan mendiang permaisuri malam itu."
"Anak itu tidak bersalah Galahan."
"Anda melembut karena dia mirip seperti mendiang permaisuri iya, 'kan?"
Ragnar melepaskan cengkeramannya. "Tetaplah diam, jangan berbuat apapun. Aku tidak akan membiarkanmu tetap utuh jika kau melakukan itu lagi."
Dalam diam Galahan tersenyum. "Beliau mengampuniku, bahkan aku lebih berharga dari anak itu. Jelas karena beliau mengampuniku," gumamnya dengan senyuman. Sembari tertunduk, pria itu terkikik senang atas kemenangannya.
TBC
Vote komennya jangan lupa yawww
KAMU SEDANG MEMBACA
LIVE AS THE EMPEROR'S DAUGHTER [SELESAI]
FantasyAnak dua belas tahun itu menatap pria dengan pakaian bagus yang terus menatapnya. Semua anak di panti asuhan menatap kagum. Bahkan mengerumuni orang itu seperti semut gila. Sedangkan gadis berambut pirang pucat bernetra merah muda di sudut ruangan h...