EMPAT

16K 1.3K 2
                                    


Senyuman hangat setiap orang, datang bersama sinar yang menyambut pandangan Theana yang semula gelap. Pria dengan rambut hitam dan mata biru seperti kristal yang indah. Ada empat orang lain di belakang pria itu. Mereka tersenyum ke arah Theana.

"Thea! Ayo, kita minum teh bersama di taman Utara!"

Suara hangat yang membuat Theana sangat bahagia. Tetapi, pandangan indah itu berubah. Langit menggelap. Api berkobar di mana-mana. Suara rintihan terdengar. Theana merasakan sakit di seluruh tubuhnya.

'tolong!'

Teriakan itu ada di mana-mana.
Theana merasakan panas menjalar. Tidak ada yang menolongnya. Lima orang, termasuk pria yang bermata biru indah tadi tergeletak bersimbah darah.

Mendadak, perempuan dengan rambut  orange ikal datang mendekat dengan pedang berlumuran darah. Mengangkat pedang itu dan menghunus Theana.

***

"Kau membawanya ke sini? Apa kau gila Julius?!"

Suara teriakan itu memasuki pendengaran Theana. Seluruh tubuhnya sakit. Dia berusaha meraih sinar yang datang. Hingga kegelapan itu menghilang.

"Ah," desah Theana kala dia berhasil membuka mata. Mimpi masa depan lagi.

Jika saja dua roh yang selalu bersamanya ada, dia pasti bisa bertanya. Aneh, semenjak memasuki wilayah ibu kota mereka pergi. Katanya, ada kekuatan besar yang membuat mereka melemah.

Theana terduduk. Hampir seluruh tubuhnya tertutup perban. Dia bisa mengenali ini bukan kamar miliknya.

"Dia anak yang menjadi penyebab ibu meninggal! Dia anak serakah tidak tahu diri! Kenapa kau harus mengasihani anak seperti dia?"

Perlahan, gadis kecil itu turun dari ranjang. Rasa sakit luar biasa bisa dirasakan. Dia meringis menahan sakit. Berjalan perlahan menuju pintu.

***

Julius menatap gadis yang terbaring di ranjangnya. Sudah setengah bulan gadis kecil itu terbaring. Dia sama sekali tidak membuka mata.

Sampai saat ini, Julius tidak tahu kenapa dia membawanya. Kenapa dia begitu tidak sampai hati membiarkan anak itu?

Padahal dia adalah pembuat onar yang harusnya dibenci. Meski begitu, keadaan mengenaskan anak kecil serakah ini harus dipertanyakan bukan?

"Julius?!"

Seruan yang dia kenal itu langsung membuat pemuda itu berjalan keluar kamarnya. Dia menutup pintu. Menghadang kembarannya masuk. Jeremy terlihat sangat kesal.

Julius De Charlotte. Remaja empat belas tahun yang bisa melihat roh. Tetapi, dalam wujud asap putih. Kemampuan sihirnya terbilang hebat.

Netra birunya menatap Jeremy De Charlotte. Remaja yang lebih muda tiga menit darinya. Dia memiliki keahlian dibidang pedang dan aura. Kekuatannya tidak bisa diremehkan. Tubuh tegap dari Jeremy adalah bukti kekuatannya.

"Dia adalah anak yang sangat merepotkan. Kau tahu itu."

"Ya, tapi aku memungutnya karena ada alasan."

"Apa?!"

Julius menghela napas. Dia melirik ke kamarnya. Theana masih tidur. Remaja itu meletakkan telunjuknya diatas bibir. "Bisakah kau memelankan suaramu?"

"Apa?! Kau lebih sayang padanya?! Kau lebih peduli setelah selama ini merawatnya?!"

"Kalian ini kenapa?" Pemuda tujuh belas tahun, tubuhnya tinggi, wajahnya terlihat datar. Tipe pemuda jarang bicara. Rambut hitam yang sama seperti Julius.

"Kakak juga tahu tentang anak itu, 'kan?! Kau yang memberinya pengobatan?! Apa kalian gila! Dia itu anak yang membuat ibu tiada!"

"Itu bukan salahnya."

"Kakak membelanya?!"

Pemuda dengan anting biru di sebelah kirinya. Potongan rambut mulet, menghela napas. Raniero De Charlotte menatap sang adik kesal.

"Bisa diam? Aku harus masuk." Di akhir kalimat Raniero izin kepada sang adik untuk masuk. Tetapi, pintu sudah terbuka. Menampilkan gadis kurus dengan perban hampir di seluruh tubuh. Semua orang mematung, netra merah muda. Rambut pirang pucat yang mirip seperti ibu mereka.

"Ah." Semua orang tertegun melihat penampilan itu.

"Maaf, tetapi saya harus kembali." Theana membungkuk. "Terima kasih untuk bantuan Anda semua."

Dia hendak berjalan. Tetapi, kalimat tajam Raniero membuatnya menghentikan langkah. "Kau akan mati."

"Kak Raniero benar, kau pergi ke sana itu sama saja dengan mati."

Theana berbalik. "Tapi, aku haru mengungkapkan kebenarannya."

"Hah, kebenaran apa?! Kalau kau itu boros! Pemilih makanan? Penggila permata?! Bahkan guru privat saja sudah kau tolak sebanyak sepuluh kali! Apa yang ingin kau buktikan?! Keburukan yang lain?"

Alis Theana menyatu. "aku melakukan itu?" tanya gadis itu tenang.

"Inilah yang harus dijelaskan, kau kembalilah masuk."

"Tapi—"

"Kau tidak perlu memikirkan anak gila ini." Raniero menggendong tubuh Theana dan membawa gadis kecil itu masuk. "Kurus sekali anak ini."

Seolah mengerti, pria yang sedari tadi di sisi Raniero menunduk dan pergi. Dia menuju dapur untuk membawakan makanan.

"Kak! Tidak bisa begini!"

"Berhenti berpikir dia penyebab kematian ibu, Jeremy." Julius berkata tegas sebelum mengikuti langkah Raniero untuk masuk ke kamarnya lagi.

"Jadi, kami ingin mendengar apa yang terjadi padamu."

Julius duduk di depan Theana. Dengan netra biru yang terang. Sedangkan Raniero menarik kursi dan duduk di sana dengan tatap intens ke arah Theana. Lalu, Jeremy yang sejak tadi mengoceh ikut masuk dengan mulut terkunci.

"Apakah kalian akan percaya pada apa yang aku katakan?"

"Tergantung apa yang akan kau ucapkan," jawab Raniero.

Theana tidak pernah berpikir akan seperti ini. Tapi, jika dipikir lagi benar kata Melissa. Mereka adalah didikannya langsung. Empat anak yang baik hati. Meskipun tempramen Jeremy sangat buruk.

Namun, jika diingat lagi. Apa yang dikatakan Jeremy adalah bukti jika mereka tidak seburuk itu. Menolak tutor, banyak membeli permata dan gaun, lalu memilih makanan. Mereka bisa saja marah dan mengusir atau menghukum Theana yang sudah tidak tahu diri sebagai anak haram. Tapi mereka tidak.

Justru, seolah tidak ingin salah sangka. Mereka ingin mendengarkan suara Theana tentang apa yang dia hadapi. Tanpa terasa, air mata Theana luruh.

Pertama kali, ada orang seperti mereka di hidupnya.

"Kami hanya ingin mendengar. Bukan melihat air matamu."

Theana menghapus air matanya. Menatap Raniero tegas.

TBC

LIVE AS THE EMPEROR'S DAUGHTER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang