DUA BELAS

12.1K 1.1K 28
                                    


Suara seorang kakek sangat membuat Theana tak nyaman. Roh seorang mantan kepala pelayan di istana ini. Kakek dari Erika, roh yang memberitahu Theana semuanya lewat sentuhan kecil.

"Putri! Erika kecilku akan dihukum! Galahan adalah pria yang licik!"

"Aku juga tidak percaya pada kaisar. Galahan bisa saja lolos. Kaisar juga tidak percaya padaku. Bahkan ksatria teman Erika langsung diseret ke ruang kerjanya."

Theana berjalan turun dari ranjang. Tetapi, dia belum bisa berjalan bahkan berdiri dengan baik. Gadis itu hampir terjatuh, jika saja Julius tak datang menolong.

"Baginda tahu apa yang dia lakukan adalah yang terbaik. Jadi, percayalah."

Dalam hati Theana mencibir kalimat itu. Bahkan dengan Julius yang dari awal menolong Theana saja sulit baginya untuk percaya apalagi dengan Kaisar.

"Ah, ya, aku mengerti." Theana mengangguk. Menerima tuntunan dari Julius.

"Kau mau ke mana?" tanya Julius yang memapah Theana.

"Ke sana." Theana menunjuk kursi yang dekat dengan jendela besar. Sesak rasanya terus berbaring sejak lama. Dia ingin bergerak. Theana ingin melihat keluar. Menatapi setiap segi bagian luar. Ingatan tentang mimpi panjang bersama sang ibu melintas. Theana lama mendambakan sosok ibu, tetapi kenapa mereka harus bertemu di saat sang ibu sudah dalam wujud roh.

"Kau tidur cukup lama, Theana." Julius bersuara. Dia berjalan mendekati jendela. Melihat pemandangan luar sama seperti Theana.

Gadis kecil yang duduk di kursi menoleh ke arah sang kakak sesaat. Kemudian, dia kembali melihat ke arah luar jendela. "Itu karena aku sakit dan lelah."

"Kami hampir gila."

Dalam hati Theana tertawa miris. Dia tidak percaya. Jikapun hampir gila itu karena mereka hampir ditinggalkan oleh Theana yang mirip seperti ibu mereka. Hanya sebatas itu. Mereka melihat Melissa dalam diri Theana. Maka mereka sangat peduli pada Theana sekarang.

***

Sring!
Pedang tiba-tiba tertodong ke arah Galahan. Wajah bengis Ragnar muncul. Pria itu tersenyum sinis.

"Kau ingin aku mengatakan itu, bukan?"

Pedang mulai mendekat ke leher Galahan. Membuat lehernya tergores. Galahan meringis menahan sakit.

"Sayangnya itu tidak akan terjadi. Selain mengetahui rahasia keluarga, kau juga sudah melukai keluarga kekaisaran. Bagaimana bisa aku mengampuni orang sepertimu, Galahan? Kau bahkan bukan siapapun bagiku, hanya pekerja."

Ragnar semakin menekan pedangnya pada leher Galahan. Pria itu semakin merintih kesakitan. Ingin melawan. Tetapi, tubuhnya tertahan oleh aura milik Ragnar. Pria dengan mata biru itu menarik pedangnya.

"Tidak. Kau tidak akan mati semudah ini. Sakit di tubuh kecil itu, kau harus merasakan yang berkali-kali lipat darinya."

Pria itu menendang Galahan dengan keras hingga menabrak tembok. Lalu pintu terbuka. Menampilkan presensi Raniero, Ethan, dan Jeremy. Ketiganya menatap bengis sosok Galahan.

"Ayo, ke arena!" seru Ethan dengan senyuman sinis

"Bukti sudah diamankan oleh Julius," jelas Raniero saat muncul.

"Seorang penjahat tidak boleh hidup nyaman," tutur Jeremy yang siap dengan pedangnya.

***

Kabar tentang Galahan yang dihajar habis-habisan oleh empat orang gila di kekaisaran ini tersebar. Jelas saja, mereka melakukannya di lapangan selama seminggu. Menyiksa Galahan seolah ingin membuat Galahan mati, tetapi juga membuatnya bertahan hingga seminggu lamanya. Siksaan gila itu disaksikan banyak orang di lingkungan kekaisaran.

Hal ini semakin membuat imej Theana disegani. Dia juga disebut si pengendali tirani. Setelah sebutan itu diberikan ke mending permaisuri.

Ya, mungkin banyak orang menganggap Theana sangat dicintai. Tetapi, bagi Theana ini hanya kegilaan yang membuatnya sesak.

"Kau mau mencoba kue stoberi ini, Thea?" Julius memotong kue stoberi yang tersaji di meja teh.

Theana tersenyum dan mengangguk. Dia menatap lima pasang netra biru masing-masing yang ada di dekatnya. Memperhatikan gerak Theana seperti kamera pengawas.

"Kalian tidak ingin minum?" tawar Theana seraya mengangkat cangkir tehnya.

Tak ada jawaban. Semuanya hanya diam seperti patung. Ah, mereka seperti orang gila yang mematung maksudnya. Theana mengingin kasih sayang. Tetapi, kasih sayang mereka hanya sebatas Theana mirip Melissa. Ya, hanya itu. Tak ada yang bisa diharapkan dari kelima orang ini. Tidak ada yang lebih dari fakta jika Theana mirip permaisuri dan mereka peduli karena itu.

Theana yang tak mendapat jawaban hendak meminum teh. Tetapi, Julius cepat-cepat menarik cangkir teh. Pemuda itu menenggak teh yang direbut.

"Ini aman," ucapnya. Dia kembali meletakkan cangkir di tatakan gelas yang ada di hadapan Theana.

"Bodoh, kau menyuruh adik meminum itu?"

'Adik?' tidakkah dia Jeremy yang memakai Theana habis-habisan saat pertama berjumpa? Ah, ya, Jeremy simpati karena Theana yang tersiksa. Tidak lebih.

"Minum dari gelas ini," ucap Jeremy. Tetapi, belum diminum Jeremy juga menyeruput tehnya. "Ini juga aman."

"Ah, Thea minum saja dari cangkir ini," tutur Raniero.

"Kau memberi Thea cangkirmu? Bisa saja dari cangkir itu ada racun!" Ethan berteriak.

Dia mendorong cangkir miliknya kepada Theana. "Minum ini," ujar Ethan.

"Cangkirmu juga bisa saja beracun." Ragnar berujar datar. Dia menyerahkan cangkirnya. "Minum ini."

"Cangkir Ayah lebih beresiko." Ethan membalas dengan tajam.

Theana menghela kasar. Dia mengambil cangkir baru dan menuang teh lagi dari teko. Tetapi, saat meminumnya. Theana dicegah oleh Jeremy.

"Ini mungkin beracun," ucapnya.

Sungguh, saat ini Theana mulai kesal. "Ini cangkir baru! Dan teh yang dituang adalah teh yang sama yang ada di gelas semua orang! Jika satu mati semua mati, tapi Julius tidak. Seharusnya di sini sudah jelas. Jika tidak percaya." Theana menggantung kalimatnya, dia mengambil salah satu sendok.

"Sendok perak akan membangkitkan fakta sebenarnya tanpa harus ribut."

Gadis itu mengaduk teh dengan sendok perak. Tidak ada reaksi, Theana meminum teh dengan senang hati. Ini acara teh miliknya. Tanpa mengundang semua orang seperti sekarang. Tapi, bagai Dejavu dia menerima tamu tak diundang yang merepotkan.

"Tidak ada yang akan kacau jika aku kenapa-kenapa. Sebab aku adalah orang yang tak diinginkan," tutur Theana usai meletakkan cangkir di atas tatakan.

Netra yang semula datar kini berubah. "Siapa?"

Theana yang mendengar suara Ragnar menoleh. "Siapa? Maksud Anda apa, Baginda?"

"Yang mengatakan kau tidak diinginkan."

"Seseorang. Itu tidak penting. Karena memang fakta."

"Tidak ada fakta seperti itu," sanggah Raniero.

"Oh, ya?"

"Kami menyayangimu, entah sejak kapan tapi kami benar tulus menyayangimu."

"Hanya karena aku mirip Mendiang permaisuri."

Ucapan Theana membuat semua orang bungkam. Ini membuktikan kebenaran yang dirasakan dan dikatakan oleh Theana adalah fakta. Gadis itu kemudian beranjak pergi dari Gazebo menuju kamarnya.

"Ibu, tidak mungkin mereka peduli, mereka hanya menganggap aku bayanganmu." Theana menangis. Sungguh tidak masalah jika dia dikucilkan dan tidak dipedulikan. Tetapi, jika seperti ini. Theana takut, hatinya akan berharap lebih dan serakah. Theana takut dia akan hilang kendali. Dia sungguh takut jika jatuh terlalu dalam dan nanti akan terluka. Kasih sayang itu indah, tetapi juga menakutkan bagi Theana.

TBC

LIVE AS THE EMPEROR'S DAUGHTER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang