ENAM

14.6K 1.3K 8
                                    


Begitu Melissa pergi. Sebuah liontin terjatuh. Seolah benda indah itu jatuh dari langit. Suara samar yang indah dan merdu berbisik pada Theana.

"Tolong simpan kenangan ini, Anakku."

Thena langsung membungkuk meraih liontin itu. Dia menggenggam erat dan mencium bandul bundar yang berhias ukiran bunga Lily putih. Theana membuka bandul itu. Terlihat lukisan Melissa dan bayi kecil dengan mata merah muda.

"Ini aku, ya?" gumam Theana sembari mengusap lukisan mungil itu. Air matanya luruh. Ah, kesedihan ini. Mulai hari ini tak ada lagi Melissa yang menasehati dan mengoceh siang malam.

***

"Putri? Anda sudah bangun?" Suara seorang wanita itu mengalihkan pandangan Theana yang tengah membaca buku.

"Ya, sudah." Theana menjawab. Dia menutup buku tersebut. Seorang pelayan masuk. Rambutnya berwarna cokelat muda, netra perempuan itu berwarna cokelat seperti kacang hazel yang gurih. Cantik.

"Wah, Anda sudah bangun daritadi, ya? Maafkan saya terlambat."

Theana beranjak dari ranjang. Kakinya sudah sedikit membaik. Luka-luka itu juga sama. Rumor tentang adanya Theana di kediaman pangeran ketiga dikunci rapat-rapat. Theana tidak keluar kamar selama sebulan penuh.

"Hari ini adalah pengobatan terkahir, Tuan Putri. Ada seorang penyihir dengan kekuatan penyembuhan terbaik di kekaisaran. Tuan penyihir, menyuruh putri untuk datang sendiri kepadanya." Sembari menyisir rambut Theana. Dayana, pelayan yang cantik itu berujar.

"Beliau, menyuruh Putri untuk datang ke taman."

"Taman?"

"HM! Bukankah ini bagus?! Putri sudah sebulan penuh tidak keluar dan terus fokus pada pengobatan. Kita bisa berjalan di taman. Anda juga bisa berlatih menggerakkan kaki tak hanya di lorong dan kamar seperti sebelum-sebelumnya."

Theana terlihat antusias. "Dayana, ayo kita cepat bersiap!"

"Baik!"

***

Gaun kuning pudar yang indah, terlihat cocok untuk Theana. Bahan kain yang jatuh dan lembut, membuat gadis kecil itu nyaman memakai gaunnya. Gaun tak berlapis yang indah dan manis. Theana dengan riasan rambut berpita senada, tersenyum menatap pantulan diri di cermin. Sepatu putih yang nyaman itu tidak membuat kakinya sakit.

"Dayana, sekarang bisa pergi?" tanya Theana.

"Bisa."

***

Angin musim semi yang hangat, menerbangkan aroma bunga yang manis. Theana sudah membayangkan keindahan ini sejak tadi dan dia bisa melihat betapa banyak jenis bunga yang mekar dengan indah. Theana tak henti bergumam kagum.

Bunga-bunga itu selalu menarik perhatiannya. Bahkan, suara kicau burung juga menyambut pagi indah di musim semi itu.

Langkah Dayana terhenti. "Putri, mulai dari sini Anda harus sendirian."

Dayana melepaskan genggamannya. Tangan Theana seketika hampa. "kenapa?" Theana bertanya.

"Itu permintaan Beliau."

Jawaban Dayana sangat sulit dipercaya. Theana menggenggam jemarinya. Dia takut. Sebelumnya, pelayan di paviliun juga begitu. Terlihat baik, mengatakan hal baik padahal itu buruk untuk Theana. Dia takut, hal itu terjadi lagi.

"Saya akan menunggu Anda di sini. Teriaklah saat ada masalah, Tuan Putri bisa membawa artefak ini untuk berjaga-jaga." Dayana yang melihat ketakutan langsung meyakinkan Theana. Memberikan gelang dengan permata biru gelap. "Pecahkan batu permata itu untuk memberi sinyal pada saya," imbuh Dayana seraya menunjukkan kalung dengan permata yang mirip.

Gadis kecil bergaun kuning itu mengangguk patuh. Dia sedikit percaya sekarang.

"Anda hanya tinggal mengikuti pita emas yang terikat pada setiap batang bunga. Anda akan mendapatkan jalan menuju penyihir tersebut."

"Eung!"

Theana mulai tertatih. Dia berjalan meninggalkan Dayana yang diam menatap kepergian Theana.

"Saya akan di sini menunggu Anda, Tuan Putri!" teriak Dayana begitu Theana sudah agak jauh.

***

Di tengah taman. Ada sebuah Gazebo yang indah. Duduk seorang pemuda dengan tubuh tinggi, rambut emas pucat, dengan pakaian serba hitam yang terlihat agak mencurigakan.

"Itu aura orang jahat." Theana tanpa sadar bergumam.

Berbalik lah pemuda yang tadi membelakanginya. Berbeda dari tampak belakang yang menyeramkan. Tampak depan pemuda itu sangat mengesankan. Netra biru yang seperti permata. Senyuman manis yang membuat siapapun terpanah.

"Wah, kau sudah datang?" Dia menyambut Theana dengan hangat.

Pemuda itu berjalan mendekati Theana dan membantunya untuk duduk. Selama berjalan untuk duduk di gazebo Theana mengingat sesuatu.

Mata biru permata hanya dimiliki oleh keluarga kekaisaran saja. Kekaisaran memiliki empat orang pangeran. Tiga pangeran sudah Theana temui beberapa waktu lalu. "Anda pangeran?" tanya Theana.

"Heum?"

Pemuda itu terlihat sangat terkejut. "Ha?" Dia kembali bertanya dengan wajah bingung.

"Kekaisaran memiliki empat pangeran. Saya sudah bertemu dengan Pangeran, Raniero, Julius, dan Jeremy. Kalau begitu, Anda pasti Putra mahkota, 'kan?"

"Ha?!"

Seperti orang bodoh. Pemuda itu menatap Theana dengan hanya menyebutkan 'hah' dan 'hah'.

Kemudian, dia tertawa keras seperti orang gila. Membuat Theana merinding. "Wah, ternyata kau anak kecil yang menarik."

Sebuah Kilauan kecil muncul kala pemuda itu memekikkan jari. Tetapi, tidak ada yang terjadi. Pemuda itu menyuruh Theana duduk di kursi yang ada. Berhadapan dengan banyaknya makanan enak.

"Apa yang terjadi tadi?" Theana terlihat bingung. Sebab baru saja seperti pemuda itu menggunakan sihir. Tetapi, tak ada yang terjadi.

"Itu harus aku tanyakan padamu—" pemuda itu menatap telapak tangannya. "The-ana."

"Theana nama saya. Bukan The-ana."

"Tulisannya memudar. Pria itu menunjukkan telapak tangan yang dituliskan nama Theana.

"Jadi?" tanya Theana.

"Kau bisa mengenaliku padahal aku menggunakan sihir penyamaran." Pemuda itu berkata terus terang. Dia memicing menatap Theana. "Sebenarnya apa yang membuatmu seperti ini?"

Alis Theana menyatu. Dia menggedik bahu. "Mana saya tahu."

Pemuda di hadapannya menghela napas. Dia berjongkok dan meraih kaki Theana yang terluka. Membuka sepatu yang dikenakan gadis itu. Dan mulai mengobati Theana.

"Kau tahu siapa aku?" tanya pemuda itu.

Ethan De Charlotte.

"Tidak. Jika Anda menanyakan apa Saya tahu nama Anda. Saya hanya tahu Anda Putra mahkota."

"Hahaha, benar. Aku Ethan."

"De Charlotte." Theana menyambungkan nama itu.

TBC

LIVE AS THE EMPEROR'S DAUGHTER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang