Jangan lupa vote komen, yaaa.****
Sebuah tangan tegap terlihat membelai surai pirang Theana. Dengan senyuman di wajah pria berambut hitam itu, dia berujar; "Bagaimana bisa jiwa yang indah ini harus dikorbankan?" tanya pria itu.
Netra kelabunya menatap Theana yang tidur dengan seksama. "Begitu indah, sayang sekali jika hanya sebatas delapan belas tahun."
Dia terus bergumam. Kemudian, pria itu berpikir. "Itu tidak akan lama sampai kau jiwanya direnggut, bukan?" tanya pria itu lagi pada diri sendiri.
"Eung." Theana melenguh. Usapan dingin dari tangan tegap yang pucat itu mengganggu tidurnya. Theana membuka mata, mendapati seorang pria dengan pakaian serba hitam, kulit putih pucat, rambut dan mata yang memiliki warna kelam.
"Oh, anakku, tuan putriku, apakah aku menganggu tidurmu?" Dia tersenyum. Mengusap kepala Theana lagi. Kemudian, sebuah cahaya biru muncul di tangan yang sedang mengusap kepala Theana. "Tidur lah lagi, hm. Ini adalah mimpi indah bisa bertemu denganku."
****
Cahaya matahari yang menyilaukan. Membangunkan Theana dari tidur. Dia yang samar melihat sekitar seketika terlonjak karena menatap seseorang yang tidak biasa ada di pagi hari di kamarnya seperti ini.
"Yang Mulia? Anda sedang apa?" tanya Theana.
Terlihat Ethan dengan pakaian biasa duduk di tepi ranjang. Sejak tadi pemuda itu menatapinya.
Ethan hanya diam. Dia berdiri kemudian membantu Theana dengan memberikan sang adik selendang pasangan dari gaun tidur Theana.
"Aku akan pergi melakukan ekspedisi. Aku hanya ingin melihat putri kecil yang kelelahan hingga tidurnya sangat nyenyak meski matahari mulai meninggi."
Theana tertegun. Dia kemudian tersenyum. "Kapan keberangkatan itu?" tanya Theana.
"Ya, mungkin tidak lama lagi."
Segera tubuh Ethan didorong keluar. "Anda bersiaplah dengan pasukan Anda. Saya akan berada di depan gerbang saat keberangkatan Anda."
"Kau sudah berjanji, Thea." Ethan yang sudah berjalan agak jauh berbalik. Menatap Theana dengan senyum jahil.
"Saya tahu."
Theana menatap kepergian Ethan. Melihat kepuasan pemuda itu. Jelas maksud kedatangannya tak hanya untuk melihat Theana saja.
***
Dengan bantuan Erika dan rekan-rekannya. Theana siap dengan gaun biru langit dan sebuah pita yang mengikat rambutnya. Tangan gadis itu menggenggam sesuatu. Dia berjalan dengan buru-buru menuju gerbang.
Ketika tiba. Semua orang sudah berkumpul di depan gerbang. Mengantarkan keberangkatan Ethan dan pasukannya.
Melihat kedatangan Thena. Ethan yang sudah duduk di atas kuda pun turun. Menghampiri sang adik.
"Wah kau benar datang?"
"Saya harus menjalankan peran yang baik di sini."
Theana mengeluarkan sebuah pita biru yang senada seperti miliknya. "Ini mungkin tidak mahal, tetapi aku punya dua. Satu untuk, Yang Mulia."
Ethan mengarahkan pedangnya ke hadapan Theana. "Ikat di sini."
Theana menuruti. Dia mengikat pita biru itu di pedang Ethan. Sudut bibir Ethan tertarik membentuk senyuman kecil.
"Aku akan segera kembali."
Ethan kembali menuju kudanya. Dia menaiki kuda tersebut. Lantas, keberangkatan pasukan ekspedisi pun dilakukan. Theana menatap kepergian itu, cukup lama hingga pasukan itu tak lagi terlihat.
"Ayo, kembali." Raniero merangkul Theana untuk kembali memasuki istana.
"Tampaknya kali ini dia sangat bersemangat," ucap Jeremy menatap ke arah perginya Ethan.
Tatap Theana bertemu dengan netra milik tunangan Ethan—Teressa Remine—seketika Theana ingat kejadian kemarin. Pertemuan yang aneh dengan sosok yang persis. Netra Ruby milik Teresss terlihat teduh saat ini, berbeda dari kemarin yang tampak penuh ambisi.
"Thea?" panggil Julius.
Entah sudah berapa kali Julius memanggilnya. Saat ini, ketiga saudaranya sedang menatap ke arah Theana yang melihat ke arah Teressa.
Tanpa suara, tanpa komentar, ketiganya melihat ke arah Teressa bersamaan. Kemudian, beranjak pergi dari sana. Merangkul Theana untuk segera pergi.
***
Taman bunga istana kekaisaran yang indah dan warna-warna. Aroma musim semi yang menyegarkan, berpadu dengan angin lembut dan suhu hangat.
Theana yang tengah duduk di kursi taman terlihat sedang diam berpikir sembari memutar setangkai bunga Dahlia di tangannya.
"Kenapa mereka sangat tidak suka dengan Teressa?" gumam Theana. Perasaan aneh itu muncul. Dia merasa seolah, seharusnya gadis itu dicintai banyak orang.
"Apakah yang kemarin benar Teressa?" tanya Theana pada diri sendiri lagi.
Dia kembali berpikir. Jika yang kemarin Teressa, rasanya agak aneh dan tidak mungkin setelah melihat betapa manisnya gadis itu tadi di pintu gerbang.
"Tuan Putri?" Suara lembut itu mengalihkan pikiran Theana. Gadis itu menoleh mendapati Teressa ada di dekatnya.
"Ah, Lady Ramine?"
"Pertemuan kita kemarin terasa tidak menyenangkan sebab pembicaraan yang sedikit. Saya kemari ingin lebih dekat dengan orang yang akan menjadi keluarga nantinya, apakah boleh?"
Theana mengangguk. "Mau bicara di mana?"
Teressa duduk. "Di sini saja."
Mereka berbicara beberapa kata. Meskipun begitu sesuatu yang mengganjal di hati Theana masih tak terjawab. Gadis di sampingnya begitu sopan dan baik. Senyumannya juga cantik.
"Lady, saya boleh bertanya?"
"Tentu."
"Apakah Anda punya saudara perempuan?"
Pertanyaan itu entah kenapa di kepala Theana tak hanya menjurus pada pertemuan kemarin yang bisa saja bukan Teressa, tapi saudaranya. Namun, ada pemikiran lain atas pertanyaan itu, saat ini entah bagaimana Theana merasa jika seharusnya Teressa punya saudara perempuan.
"Tidak. Saya adalah putri tunggal." Teressa menjawab dengan lugas. Kemudian, gadis itu diam cukup lama. "Yah, seharusnya saya punya kakak perempuan," gumam gadis itu, tetapi masih bisa di dengar Theana.
Kakak perempuan?
Di detik yang sama seolah ada ingatan samar memasuki kepalanya. Theana merasakan sakit luar biasa."Akh!"
"Putri? Anda seharusnya tidak memaksakan diri." Teressa berujar dengan lembut. Siapapun tahu itu bentuk perhatian. Namun, anehnya kalimat itu justru menumbuhkan duri kecil sebagai bentuk pertahanan terhadap Teressa. Seolah batin Theana berkata gadis itu berbahaya baginya.
TBC
Terima kasih sudah vote komenn😙
Semoga ibadah hari ini lancar yaaaa❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
LIVE AS THE EMPEROR'S DAUGHTER [SELESAI]
FantasyAnak dua belas tahun itu menatap pria dengan pakaian bagus yang terus menatapnya. Semua anak di panti asuhan menatap kagum. Bahkan mengerumuni orang itu seperti semut gila. Sedangkan gadis berambut pirang pucat bernetra merah muda di sudut ruangan h...