13. Usaha Bian mengejar cinta

478 25 0
                                    

Sejak kejadian di meja makan itu, Danish lebih banyak diam. Dia berubah seratus delapan puluh derajat. Entah apa yangmembuatnya seperti itu. terakhir kali ibunya membahas mengenai perempuan yang Shafa pun tak mengerti siapa yang mereka maksud.

Tentu saja Shafa penasaran tapi dia merasa tak punya hak untuk bertanya lebih jauh lagi. dia pun juga hanya diam sembari menikmati jalanan itu. dia tak ingin nantinya malah mengganggu Danish yang sepertinya sedang badmood itu.

"Shaf, maaf ya. aku sedang kacau. Seharusnya aku tak mendiamkanmu juga." Ujarnya setelah menurunkan Shafa dari mobilnya. Mereka sudah berada di depan rumah Shafa saat ini.

"Tidak papa. Everyone have a bad day. Gak perlu say sorry mas." ujarnya berusaha untuk menenangkan lelaki itu.

"Makasih sudah menyempatkan waktu untuk bertemu ibuku hari ini. beliau senang sekali." Shafa pun mengangguk sembari tersenyum simpul sebagai jawaban.

"Aku juga senang bertemu dengan ibu juga Alice. Mereka begitu baik dan hangat." Ujarnya dengan senyum sumringahnya.

"Baguslah kalau begitu. Yasudah kamu istirahat, jangan lupa minum obat nyerinya. Aku pulang dulu ya." pamit Danish kemudian. Shafa mengangguk mengerti.

Shafa mengamati Danish sampai lelaki itu melajukan mobilnya dan pergi dari sana. baru dia membuka pintu dan masuk ke rumahnya. tiba-tiba saja seseorang mengageti Shafa. Siapa lagi kalau bukan Abelle.

"Cie yang abis jalan sama Mamas." Goda Abelle pada sahabatnya itu.

"Apa sih bel. Tadi tuh abis dari rumah sakit kontrol." Jelas Shafa mencoba bersikap normal. Dia tak ingin memberitahu bahwa dia juga main ke rumah Danish. bisa-bisa Abelle menggodanya tanpa henti.

"Beneran kontrol doang? Perasaan kamu berangkat dari pagi tapi kok pulangnya magrib gini yak." Ujarnya membuat Shafa tak berkutik lagi. dia tak menjawabnya dan memilih untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Terserah kamu deh Bel. Aku capek mau istirahat." Ujar Shafa tak menanggapi lagi godaan sahabatnya itu. Abelle pun tertawa puas. Sepertinya apa yang dia duga benar adanya.

Rutinitas Danish kini kembali seperti biasanya. Dia sekarang rutin mengantarkan Shafa berangkat kerja. padahal Shafa sendiri sudah menolaknya, tapi lelaki itu tetap saja keras kepala.

Karena hal itu mereka pun semakin dekat. Mereka sudah merasa nyaman satu sama lainnya. apalagi Shafa, dia merasakan getaran yang berbeda setiap berdekatan dengan Danish. tidak seperti awal mereka bertemu. Sekarang ada rasa hangat yang selalu menyelimuti hatinya saat berdekatan dengan lelaki itu.

"Shaf, nanti habis pulang kerja kita makan dulu gimana? Aku pengen ngobrol sama kamu." tanya Bian pada perempuan itu. Shafa nampak berpikir sejenak.

"Maaf mas Bian, tapi kayaknya gak bisa. Aku sudah ada janji dengan Mas Danish." jawabnya membuat Bian mengangguk pelan.

Ada rasa kecewa di hati Bian. Dia melihat memang ada yang berbeda dengan Shafa. Setiap kali mereka mengobrol, pasti nama Danish tak pernah lupa dia sebut. Bian merasa ada sesuatu yang terjadi diantara mereka berdua.

"Tuh, gue bilang juga apa. kalau lo gak sat set direbut ama orang tuh dan menurut pengamatan gue, Shafa tertarik juga dengan lelaki itu." bisik Mas Seto pada rekan kerjanya itu. Bian menghela napasnya pelan.

"Selama janur kuning belum melengkung, aku masih punya banyak kesempatan Mas." ujar lelaki itu dengan optimisnya.

"Usaha lo kencengin, jangan mudah nyerah. Pepet terus pokoknya." Bisiknya lagi memberi wejangan kepada Bian. Lelaki itupun mengangguk mengerti mendengar nasihat dari Seto.

"Kalau besok minggu? Gimana kalau kita ke toko buku?" ajaknya lagi. Bian benar-benar tak mau menyerah begitu saja.

"Minggu aku sudah ada janji juga Mas, mau keluar sama mas Danish dan adiknya." Bian hanya bisa menghela napasnya pelan. Lagi-lagi dia sudah kalah start.

"Baiklah. Jika kamu ada waktu luang kabari ya. aku ingin mengajakmu keluar." Shafa pun mengangguk setuju mendengarnya. Bian kembali ke kursinya dengan wajah yang kusut.

Dia sadar bahwa selama ini dia terlalu lamban dalam mendekati Shafa. Dia tak ingin membuat Shafa tidak nyaman jadi dia berusaha bersikap normal. Tapi ternyata dia kalah dengan lelaki lain yang lebih sering berinteraksi dengan Shafa. Lelaki yang baru saja Shafa kenal itu langsung bisa merebut hatinya. sedangkan Bian yang sudah bertahun-tahun mengenal Shafa, kini tertinggal jauh di belakang.

Pulang kerja, Danish sudah tiba disana. Wajah Shafa terlihat sumringah melihat kehadiran lelaki itu. Bian pun langsung melepaskan tangannya dari pegangan kursi roda Shafa dan membiarkan Danish mengambil alihnya.

"Makasih Mas Bian." Ucap Shafa kepada Bian yang sudah membantu mendorong kursi rodanya ke lobi kantor mereka. Bian hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Kita jadi kan makan seafood? Aku udah janji bakalan tunjukin kamu makanan seafood terenak yang pernah aku makan." ujar Danish bersemangat.

"Jadi dong. Yuk berangkat. Udah laper juga nih." Ujar Shafa yang langsung dijawab anggukan setuju oleh Danish.

Bian melihat mereka yang begitu akrab. Hatinya sesak melihat mereka tertawa lepas seperti itu. dia mengepalkan kedua telapak tangannya untuk melampiaskan rasa kesalnya itu.

"Tenang Bian, kalau jodoh gak akan kemana. Asalkan lo terus berusaha. Seperti yang lo bilang tadi, sebelum janur kuning melengkung lo masih punya banyak kesempatan." Ujar Mas Seto yang tiba-tiba saja datang dari arah belakang dan langsung merangkul bahu Bian. Dia tahu perasaan Bian saat ini, jadi dia membantu untuk menguatkannya.

Bian mengangguk mengerti. Tekadnya sudah bulat. Kali ini dia tak akan menyia-nyiakan kesempatannya lagi. dia tak akan bergerak lambat lagi ketika mendekati Shafa. Dia akan mengerahkan semua usahanya untuk mendapatkan perempuan yang diam-diam ia sukai bertahun-tahun lamanya.

****

Terimakasih sudah membaca ceritaku...

Jangan lupa vote dan komentarnya ya teman-teman..

Thanks and have a great day !

Married by Accident (END ✅️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang