"Shafa!" panggil sebuah suara yang sudah begitu familiar di telinga Shafa. Untung saja Abelle datang dan menyelamatkan Shafa dari pertanyaan-pertanyaan Danish padanya.
Shafa beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan Abelle. Mereka saling berpelukan karena merindukan satu sama lainnya. Padahal mereka hanya tak bertemu seminggu tapi rasanya sudah bertahun-tahun tak bertemu.
Mereka kalau sudah bertemu sudah tidak bisa diganggu. Shafa sudah asik mengobrol dengan Abelle sampai lupa bahwa Danish menunggu mereka disana. lelaki itu memilih berbaring di ranjang Shafa dan bermain dengan ponselnya.
"Gak nyangka ya Shaf, kamu udah jadi istri orang. Kita gak bisa sering-sering ketemu lagi. Gak bisa begadang dan curhat lagi ampe pagi. Gak ada yang diajak nangis bareng. I'm all alone now." Ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Shafa memeluk sahabatnya itu erat. Dia juga tak ingin meninggalkan sahabat yang sejak dulu menemani dirinya di waktu susah dan senangnya. Tapi kehidupan tetap harus berjalan. Disetiap pertemuan pasti akan selalu ada perpisahan. Dan kini sudah waktunya mereka berpisah di jalan mereka masing-masing.
"Aku bakal sering-sering kesini kok Bel. Kita masih bisa hangout dan ketemuan di luar juga." Ujarnya mencoba menumbuhkan secercah harapan untuk persahabatan mereka.
"I'll miss you so bad Shaf." Ujarnya masih dengan nada sedihnya.
"I'll feel the same Bel." Jawab Shafa juga dengan mata yang sudah banjir dengan air mata.
Sebenarnya mereka ingin mengobrol lebih banyak lagi tetapi sudah waktunya untuk pulang. Tak terasa mereka mengobrol sampai larut malam. Danish sampai ketiduran dan terbangun karena mendapat telpon dari Alicia. Adiknya menanyakan keberadaan kakaknya karena tak kunjung pulang.
"Mas Danish, Pokoknya jagain sahabat aku. Dia emang rada bawel tapi dia baik. Pokoknya tolong jagain dia, jangan sampe lecet sedikitpun." pesan Abelle kepada suami sahabatnya itu. Shafa tertawa geli mendengarnya. sahabatnya itu memang sedikit dramatis.
"Tenang Bel,aman." Ujar Danish pada Abelle.
Setelah berpamitan, mereka pun masuk ke dalam mobil dan perlahan meninggalkan tempat tinggal Shafa selama di perantauan itu. banyak kenangan disana yang tak mudah dia lupakan.
Mereka mampir terlebih dahulu di warung nasi goreng karena merasa lapar. Shafa merasa bersalah karena lupa membeli makanan untuk suaminya tadi karena terlalu asik mengobrol dengan Abelle. Untung saja Danish juga tertidur jadi dia tak merasa kelaparan.
"Eh Bian. Sini gabung." Panggil Danish membuat Shafa spontan menoleh ke belakang. Danish tertawa terbahak-bahak melihat wajah panik Shafa.
"Mas Danish ih, gak lucu ah." Ujarnya dengan raut wajah kesal. Danish gemas sendiri dengan istrinya ketika kesal. bukannya merasa bersalah dia malah semakin terhibur dengan istrinya itu.
"Katanya gak ada apa-apa, kok panik gitu mukanya." Goda Danish pada sang istri.
"Siapa juga yang panik. Orang Cuma kaget." ujarnya sembari menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Kamu sama Bian pernah hangout bareng gak?" tanya Danish penasaran.
"Kenapa sih mas bahas dia lagi?" tanya Shafa sudah mulai lelah dengan pertanyaan mengenai rekan kerjanya itu.
"Tanya aja Shaf. Kalau gak mau jawab gak papa." ujarnya dengan santai.
"Hangout berdua gak pernah, tapi hangout sama rekan-rekan kantor lainnya pernah. Biasanya kalo ada yang ultah atau lagi ada bonus dari kantor pasti kita pergi makan bareng." Jelasnya dengan nada malasnya.
"Oh gitu, terus kalo ajakan buat ngedate gitu ada gak? Dia ngajak kamu keluar berdua gitu?" tanyanya lagi masih penasaran.
"Pernah tapi aku kebetulan gak bisa." Jawabnya kemudian.
"Selama lima tahun itu, kamu benar-benar gak ada rasa apapun sama Bian?" Shafa menghentikan makannya.
"Mas, udahan dong bahas Mas Bian." Pinta Shafa dengan penuh kesungguhan.
"Oke, baiklah. Sorry Shaf, bikin kamu gak nyaman." Ujar Danish merasa bersalah. Dia melihat wajah istrinya sudah tidak mood untuk membahas hal itu lagi.
Selama di perjalanan pun Shafa juga tidak banyak bicara. Mungkin dia masih kesal dengan Danish karena terus menerus menanyakan masalah Bian padanya. Danish jadi serba salah dibuatnya. Dia sudah mencoba mengajak Shafa bicara sedari tadi tapi hanya dibalas singkat.
Sampai di rumah pun tetap sama. Danish bingung mau bagaimana. Baru kali ini dia melihat Shafa kesal pada dirinya. Dia hanya iseng bertanya tapi tak menyangka bahwa Shafa akan kesal dengan hal itu.
"Shaf, kamu marah ya sama aku masalah tadi?" tanya Danish terang-terangan. Dia tak nyaman dengan situasi semacam ini apalagi mereka ada di satu ruangan yang sama.
Shafa sedang duduk di meja kerja di kamar Danish yang sekarang menjadi kamar mereka berdua. Perempuan itu sedang mengecek email yang masuk di laptopnya. Dia tak ingin ada pekerjaan yang terlewatkan.
"Nggak." Jawabnya kemudian.
Danish menghela napasnya pelan. Dia tahu jawaban Shafa mengatakan yang sebaliknya. Dia sudah berpengalaman berhadapan dengan perempuan dan dia cukup paham dengan hal itu. Dia mencari cara agar Shafa tak marah lagi padanya.
Lelaki itu mengamati terus gerak gerik Shafa. Perempuan itu sudah selesai dengan pekerjaannya dan menutup laptop miliknya. Danish langsung bergerak kearah Shafa dan mengambil kruk yang disandarkan disampingnya.
"Mas, sini. aku mau tidur, udah ngantuk." Pinta Shafa pada sang suami. Lelaki itu tersenyum jahil kearah sang istri.
"Kamu senyum dulu, baru aku kasih ini." ujarnya pada Shafa. Perempuan itu menghela napasnya pelan, lalu tersenyum dengan wajah terpaksa kearah Danish.
"Kurang ikhlas senyumnya." Ujarnya lagi membuat Shafa mencebikkan bibirnya kesal.
"Yaudah sih, aku juga bisa jalan tanpa alat itu." ujarnya lalu mencoba berjalan menggunakan satu kakinya.
Satu langkah, dua langkah masih aman tapi langkah berikutnya dia tak bisa menjaga keseimbangan dan tubuhnya limbung. Danish dengan sigap berlari kearah Shafa dan meraih tubuhnya. Tapi lelaki itu juga tak bisa menjaga keseimbangannya jadi mereka jatuh ke lantai bersamaan. Danish jatuh terlebih dahulu lalu Shafa mendarat dengan aman diatas tubuh lelaki itu.
"Aargh, punggungku." Keluh Danish seketika.
Shafa langsung berguling kesamping menyingkir dari tubuh suaminya itu. Dia langsung membantu suaminya untuk duduk.
"Mas, are u okay? maaf tadi tidak sengaja menimpamu." Ujarnya merasa bersalah.
"Gak papa Shaf. ini salahku juga karena jahil sama kamu." ujar lelaki itu sembari meringis menahan sakit di punggungnya.
Shafa tak bisa menahan tawanya lagi. Dia juga tak habis pikir dengan suaminya itu. Lelaki itu sudah berusia tiga puluh tahun tapi masih bersikap layaknya anak kecil. kenapa juga dia tadi mau menjahili Shafa seperti itu. akhirnya dia sendiri yang kena batunya.
"Suaminya kesakitan baru ketawa kamu ya." protes Danish dengan wajah masamnya.
"Nggak Mas. bukan itu. kamu tuh kenapa aneh-aneh sih? Kan jadi kena sendiri sekarang." ujarnya dibarengi dengan tawa.
"Ya, niatnya pengen menghiburmu biar gak ngambek lagi sama aku. malah jadinya gini deh." ujarnya dengan raut wajah sedihnya.
"Yaudah, kamu berhasil. Nih aku terhibur banget." Ujar Shafa kembali dengan tawanya. Lelaki itupun berdecih pelan lalu juga ikut tersenyum.
***
Terimakasih sudah membaca :)
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentarnya yaa :)
Thanks guys and have a blessed day !
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident (END ✅️)
RomanceKecelakaan yang awalnya menjadi petaka bagi kehidupan Shafanina ternyata juga menjadi awal kehidupan bahagianya. Kecelakaan motor yang dialaminya itu menyebabkan ia tak bisa berjalan selama sebulan. Selama sebulan itu juga lelaki yang menabrak dirin...