Danish perlahan masuk ke kamar Shafa. Dia melihat istrinya sudah duduk di sofa dengan wajah datarnya. Danish nampak merasa bersalah dengan apa yang baru saja ucapkan pada Shafa. Tentu saja itu kesalahan besar yang tak termaafkan.
"Shaf, aku..." Danish baru saja hendak berbicara tetapi Shafa terlebih dahulu menyelanya.
"Duduk !" pinta Shafa dengan nada dinginnya.
Danish pun duduk di sofa yang berseberangan dengan Shafa. Mereka duduk saling berhadapan namun dibatasi dengan meja di tengahnya. Tapi jarak mereka tak terlalu jauh.
"Bicaralah. Aku akan mendengarkannya." Ujar Shafa pada sang suami.
Danish tak pernah tahu bahwa Shafa bisa semenakutkan itu. dia yang biasanya melihat wajah ceria sang istri, kini dia melihat sisi dingin Shafa dan itu benar-benar membuatnya semakin merasa bersalah.
"Shaf, aku minta maaf. Aku salah, aku menuduhmu yang tidak-tidak. Aku maaf karena menyakiti hatimu. Maafkan aku Shaf, maaf." Ujarnya berkali-kali. Bahkan Danish sampai beranjak dari tempat duduknya dan berlutut di hadapan Shafa.
"Aku sudah maafkanmu." Ujarnya kemudian. Shafa meminta Danish untuk berdiri dan duduk kembali di tempatnya.
"Alhamdulillah. Jadi kita bisa kembali bersama-sama lagi Shaf? kita kembali ke rumah lagi ya dan memulai semuanya." Ujar Danish dengan raut wajah sumringahnya.
"Bisa saja. But, let's make it clear. Aku memaafkanmu bukan berarti aku setuju untuk kembali padamu. Mari kita selesaikan permasalahan ini satu persatu." Ujar Shafa dengan nada bijaksananya.
"Baiklah Shaf. kita selesaikan sekarang juga." Ujar Danish setuju.
"Apa kamu masih ada perasaan dengan perempuan itu? tatap aku dan jawab tanpa berpikir." Ujar Shafa yang dijawab anggukan oleh Danish.
Danish hendak beranjak dari tempat duduknya dan mendekat kearah Shafa, tapi perempuan itu melarangnya. Dia hanya ingin Danish duduk di tempatnya dan menjawab semuanya. Danish pun mengikutinya.
"Aku sama sekali tidak pernah memiliki perasaan dengannya. Semua yang kulakukan hanya atas dasar rasa kasihan saja." jawab lelaki itu sembari menatap dalam kearah mata Shafa.
"Apa anak itu anakmu? Dan bagaimana perasaanmu melihat anak itu?" tanya Shafa lagi pada sang suami.
"Demi Allah Shaf, anak itu bukan darah dagingku. Aku berani tes DNA jika kamu masih ragu. Dan perasaanku dengan anak itu hanya biasa saja, nothing special." Jawabnya lagi membuat Shafa sedikit lega mendengarnya.
"Jika aku memintamu untuk tidak berhubungan sama sekali dengan perempuan itu apakah kamu menyetujuinya. bahkan jika perempuan itu merengek-rengek dan hendak bunuh diri. apakah kamu setuju untuk tidak menghiraukannya lagi?" Shafa terus menatap sang suami. Dia pikir suaminya akan goyah dengan pertanyaannya kali ini.
"Aku berjanji tidak akan pernah menemuinya lagi dengan alasan apapun itu. aku akan memutuskan segala hubunganku dengannya. aku tidak akan pernah bertemu dengannya." ujarnya dengan tegas dan tanpa berpikir sama sekali. dia juga tak mengalihkan pandangannya dari sang istri.
"Sayang, aku belajar dari kesalahanku. Aku sadar bahwa aku terlalu lemah untuk menolaknya. Aku tahu, seharusnya aku bisa lebih tegas lagi menghadapinya. Maafkan aku sayang, aku begitu bodoh menuruti kemauan perempuan itu." tambahnya membuat Shafa menghela napasnya lega.
"Jika nantinya kamu ketahuan lagi menjenguknya, dengan niat apapun itu, tanpa seizinku, apakah kamu siap untuk melepaskanku?" tanya Shafa sejurus kemudian.
"Tidak sayang, aku tidak akan pernah menemuinya lagi karena sampai kapanpun aku tak akan pernah siap melepasmu." Ujarnya dengan penuh keseriusan. Shafanina membeku di tempatnya. Kata itu pertama kali dikatakan oleh Danish untuknya dan itu terdengar begitu tulus.
Danish beranjak dari tempatnya dan mendekati Shafa. Dia ingin menghapus jarak diantara keduanya. Lelaki itu meraih kedua tangan Shafa dan menggenggamnya erat. Dia bersimpuh di hadapan Shafa sebagai tanda keseriusannya.
"Maafkan aku yang bodoh selama ini Sayang, aku tidak mengungkapkan perasaanku padamu. Maafkan aku yang ragu dengan perasaanku sendiri. tapi sekarang aku yakin sayang, aku mencintaimu, bahkan setelah kamu pergi rasanya hidupku kacau. Aku tidak bisa hidup tanpamu Shafanina. Setiap apapun yang kulakukan, pasti aku teringat denganmu. Shaf, aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak tahu sejak kapan itu, tapi yang aku tahu, hati ini selalu hangat ketika ada kamu disampingku." Ungkap Danish membuat mata Shafa berkaca-kaca. Dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. dia tak tahu lagi harus berkata apa.
"Shaf, maaf atas kebodohanku selama ini. aku yang terus saja menyakitimu. Maafkan aku yang telat menyadari semuanya. Bisakah kamu tetap disampingku? Tetap menjadi istri dan ibu dari anak-anakku nantinya? Please, stay by myside Shaf." Danish mengatakan itu semua dengan segala ketulusannya. Tatapannya tak bisa lepas dari Shafa.
Rasa kesal dan amarah Shafa menguap begitu saja. hatinya kembali menghangat bahkan sekarang mungkin sedang ada bunga-bunga bermekaran disana. Shafa tersenyum lalu mengangguk menjawabnya.
"Thanks sayang, aku tidak akan mengecewakanmu lagi. I promise." Ujarnya sembari memeluk istrinya erat.
"Tuh nak, kamu jadi saksi ya. nanti kalau papa macem-macem lagi, kita tinggal pergi saja." ucap Shafa membuat Danish mengerutkan dahinya bingung. Pasalnya di kamar itu hanya ada mereka berdua, dan Shafa terdengar seperti berbicara dengan orang lain.
"Nak? Siapa yang kamu maksud?" tanya Danish sembari melihat ke sekelilingnya. Dia ingin memastikan apakah ada orang lain diantara mereka.
"Aku disini Papa." ujar Shafa sembari mengusap perutnya yang masih rata itu. karena memang kehamilannya masih baru.
Danish terdiam sejenak. Dia berusaha untuk mencerna apa maksud istrinya itu. dia menatap perut Shafa dan wajah Shafa bergantian. Melihat kebingungan sang suami, Shafa pun tertawa lepas.
"Kamu hamil? Disini ada anak kita?" tanya Danish sembari menunjuk perut Shafa. Perempuan itu mengangguk menjawabnya. Dia masih tertawa melihat suaminya yang kebingungan seperti itu.
Sejurus kemudian, Danish langsung memeluk istrinya lagi. Kebahagian yang tak dapat dia definisikan. Danish sampai menangis saking bahagianya. Dia tak lupa mengucap hamdallah terus menerus.
"Sayang, aku gak tau lagi harus ngomong apa. aku bahagia banget. Maaf ya, seharusnya aku ada disamping kamu, tapi aku malah nyakitin kamu terus, padahal kamu lagi mengandung anak kita." ujarnya dengan penuh penyesalan. Shafa menggeleng pelan. Dia mengusap air mata suaminya perlahan.
"It's okay. Masalah itu kita jadikan pelajaran, kedepannya we will be better and stronger. Kesalahan di masa lalu kita jadikan pelajaran ya, bukan untuk diulangi lagi. Aku akan memberi kepercayaanku lagi padamu. Aku harap kamu tidak akan mematahkannya lagi." pesan Shafa dengan nada yang lembut sembari mengusap lembut pipi sang suami. Danish mengangguk mengerti.
"I promise sayang. I promise. Punya kalian aja udah cukup. I don't need more." Ujarnya dengan raut wajah bahagia. Kemudian mereka kembali berpelukan erat seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Mereka melepaskan segala kerinduan yang ada. Kerinduan yang telah lama menggerogoti jiwa mereka.
Shafanina sudah mengikhlaskan rasa sakitnya, kini yang ingin dia raih adalah bahagia. Lembar baru telah mereka buka. Shafa berharap, hanya akan ada hal-hal baik yang tertulis diatasnya. Dia berharap lembaran itu terus terisi dengan kisah-kisah bahagia sampai lembaran terakhirnya.
***
Gimana nih gais menurut kalian, Setuju gak kalau Danish dimaafkan semudah itu?
Adakah yang tidak rela jika mereka bersatu kembali? atau Danish harus diberi pelajaran lebih lagi?
Coba-coba tulis di kolom komentar..
Anyway, Terimakasih sudah membaca ceritaku sejauh ini.. lanjut lagi ya sampai ending.
Jangan lupa juga vote dan komentarnya biar aku semakin semangat nulisnya.
Semangat puasanya juga yaa bagi yang menjalankan...
Have a great day guys !
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident (END ✅️)
RomanceKecelakaan yang awalnya menjadi petaka bagi kehidupan Shafanina ternyata juga menjadi awal kehidupan bahagianya. Kecelakaan motor yang dialaminya itu menyebabkan ia tak bisa berjalan selama sebulan. Selama sebulan itu juga lelaki yang menabrak dirin...