25. Home town

499 25 0
                                    

Sebulan berlalu, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Mereka sudah berada di rumah orangtua Shafanina sekarang. mereka menyambut kedatangan mereka dengan hangat. Segala persiapan untuk mengadakan acara syukuran pernikahan mereka pun telah matang. Esok harinya mereka tinggal melaksanakannya saja.

Mereka tersentuh dengan keramah tamahan warga disana. mereka saling bahu membahu membantu acara tersebut agar berjalan dengan lancar. Hal itu sudah umum terjadi di kampung, semua orang saling bekerjasama ketika ada acara hajatan atau apapun itu. Baik susah ataupun senang mereka saling membantu.

Acara itu cukup sederhana. Mereka mengundang keluarga besar serta tetangga satu rt untuk ikut serta merayakan hari bahagia mereka. Shafa dan Danish sengaja didandani adat jawa dan dipajang di depan untuk bersalaman dengan para tamu.

Awalnya Shafa tak ingin didandani seperti itu. dia hanya ingin tampil sederhana saja, tapi keluarganya yang meminta. Mereka mengatakan bahwa ini adalah Acara sekali seumur hidup jadi harus tampil yang berbeda agar bisa dikenang. Shafa pun menurutinya saja.

Acara itu dilaksanakan pukul delapan pagi sampai sebelas siang. Jadi hanya setengah hari saja. Shafa sudah meminta agar acaranya dibuat sederhana tapi tetap bermakna. Semua pun ikut serta mendoakan dan turut bahagia dengan pernikahan mereka.

"Mas, ini tehnya." Ujar Shafa sembari memberikan secangkir teh pada suaminya itu. Danish sedang duduk di teras rumah dan terlihat sedang lelah usai acara tersebut.

"Terimakasih Shaf. kamu gak minum?" tanya Danish yang dijawab gelengan pelan oleh Shafa. Perempuan itupun duduk menemani sang suami.

"Enak ya, suasananya sepi gini. Jarang banget merasakan suasana yang bener-bener hening, terus Cuma dengerin suara jangkrik doang." Ujar Danish pada sang istri.

Hari itu memang sudah larut malam, mungkin sekitar jam sepuluh malam. anggota keluarga yang lain sudah tidur terlebih dahulu, mungkin mereka kelelahan karena acara tadi. hanya Shafa dan Danish yang masih terjaga.

"Iya, kalau di kota mungkin jam segini masih sore ya Mas, tapi kalau di kampung jam segini udah gak ada aktivitas lagi, paling Cuma orang ngeronda aja." Jelas Shafa. Danish pun mengangguk mengerti mendengarnya.

Mereka pun menghabiskan malam mereka dengan berbincang-bincang, hingga mereka merasa ngantuk dan memutuskan untuk masuk dan tidur.

"Beginilah bu suasana di kampung. Masih asri, makanannya pun Cuma makanan sederhana saja." jelas bu Salma pada besannya itu.

Keesokan harinya, bu Salma sudah sibuk di dapur menyiapkan camilan untuk minum teh. Kemudian Bu Risma datang untuk membantu besannya itu. setelah semuanya siap, mereka pun duduk di teras rumah dan menikmati teh serta camilannya bersama.

"Maaf ya bu, Cuma seadanya aja." Ujar bu Salma merasa tidak enak.

"Wah, malah makanan seperti ini yang bikin kangen bu, suasananya juga bikin tenang. saya betah kalau suruh tinggal disini. Gak riuh kayak di kota." Ujar bu Risma menanggapinya sembari sesekali menyeruput tehnya itu.

"Iya bu, disini alhamdulillah masih bebas dari polusi. Hidup di kampung, walaupun kita gak punya duit pun masih tetap bisa makan bu. Ada sayuran yang bisa dipetik untuk makan atau makan nasi sama sambel aja sudah nikmat sekali." jelas Pak Ahmad membuat bu Risma mengangguk setuju.

"Kalau di kota, gak ada duit ya kelaparan. Makanya banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk menghidupi keluarga mereka." jelasnya menanggapi pak Ahmad tadi.

"Makanya kalo di kota juga banyak kejahatan ya bu, mungkin juga karena faktor ekonomi."

"Nah, betul bu, itu salah satunya."

Married by Accident (END ✅️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang